Hari telah berganti. Namun seorang gadis masih bergelung di balik selimut tebal bernilai jutaan, menikmati kehangatan yang diberikan. Suhu ruangan terasa sangat pas, tidak terlalu dingin dan juga tidak terlalu panas.
Becca membuka pintu kamar mandi, mengintip gadisnya yang masih tertidur pulas. Senyumnya mengembang mengingat kejadian semalam. Bagaimana Becca melihat Freen yang masih berada dalam pengaruh obat bius, tertidur lelap.
"Wake up, sweetheart" Bisik Becca mengusap rambutnya dengan handuk sembari berjalan menuju ranjang. Ia duduk di tepi, lalu mengusap wajah Freen dengan jemarinya hingga membuat gadis itu menggeliat pelan karena terganggu.
"Siapa lo!" Freen langsung duduk tegak. Ia kaget setengah mati melihat Becca duduk di hadapannya.
"K-kok?" Freen mengedarkan pandangannya, merasa asing dengan suasana sekitar. Freen seperti orang linglung. Terlalu banyak hal dalam otaknya, membuat Freen tak bisa berpikir jernih. Bahkan, nyawanya saja belum terkumpul penuh.
"Are you okay?" Tanya Becca. Ia hendak meraih Freen, namun Freen segera menjauhkan diri. Freen turun dari ranjang, hendak berlari keluar. Sayangnya, pintu terkunci.
"Kamu nggak akan bisa lari lagi" Ucap Becca santai. Perempuan itu langsung melempar handuknya ke sembarang arah, lalu berdiri sembari bersedekap, menatap lurus ke arah Freen. Freen panik setengah mati. Ia tak berhenti berusaha membuka pintu, meskipun hasilnya tetap nihil. Persetan jika pintu mahal itu rusak. Yang jelas, Freen mau keluar!
Entah sejak kapan, Freen sudah kembali menangis. Gadis itu benar benar kalut. Kepalanya terasa pening akibat efek obat bius, ditambah pikiran yang membebaninya. Freen melangkah mundur, seiring dengan langkah Becca yang semakin mendekat. Freen langsung duduk meringkuk saat punggungnya menghantam tembok.
"A-aku mau pulang" Cicit Freen. Masih teringat jelas bagaimana Becca menamparnya begitu kuat saat Ia menggunakan 'lo-gue'. Freen pasti sudah melawan, seandainya yang Ia hadapi bukan psikopat gila bernama Rebecca Patricia Armstrong.
"Cute" Becca tertawa pelan. "Mau pulang kemana? Rumah kamu udah aku bakar habis."
Freen shock mendengar ucapan Becca. "K-kamu?"
"Hm." Becca bergumam santai. Ia begitu menikmati ekspresi ketakutan Freen.
"Sekarang, rumah kamu disini. Sama aku."
Freen menipiskan bibirnya. "Iblis!"
"Yeah, that's me." Becca menarik paksa Freen ke dalam pelukannya. Seberapa kuatpun Freen memberontak, Becca masih jauh lebih kuat. "And this devil wants you so bad."
"Kamu perlu tau, aku juga yang bikin cewek itu koma." Becca memberikan kecupan ringan di puncak kepala Freen.
"Namtan.. " Lirih Freen sambil menangis.
"Hm, karena pacarku yang nakal ini kabur ke ruang OSIS kemarin" Ucap Becca santai, seolah membuat Namtan koma bukanlah apa apa.
Sekarang, Freen benar benar sadar betapa mengerikannya seorang Rebecca.
***
Freen menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut, duduk di atas ranjang. Gadis itu tak bergerak sama sekali sejak dua jam yang lalu. Ia masih terisak, menangisi kehidupannya yang benar benar hancur berantakan karena Rebecca.
Ia sudah tak punya tempat tinggal. Namtan masuk rumah sakit. Saint? Entah kemana laki laki itu. Ibunya? Freen juga tidak tahu kabar tentang Ibunya.
Tak ada yang bisa membantu Freen untuk pergi dari jeratan seorang psikopat gila yang sangat terobsesi padanya. Sekali saja Freen berulah, Becca akan membalasnya secara bertubi tubi. Tidak pada Freen, tetapi pada orang orang di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
Fantasy"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."