IOWY || 7

2.2K 200 4
                                    

[Unknown Number]
Senang jalan jalan sama cewek lain?

[Unknown Number]
Putusin dia sekarang atau lo nggak bakal bisa lihat dia lagi.

[Unknown Number]
Ah, gue Rebecca. Jangan macem macem, lo milik gue. Paham?

"Freen, kamu sakit?"

Ibu menatap Freen khawatir. Pandangan Freen kosong, wajahnya pucat. Ia terus mengaduk makanannya, tak berselera.

"Freen?"

Freen terkesiap dari lamunannya. "Hah? Ya, Bu?"

"Kamu sakit?" Ibu menempelkan punggung tangan di dahi Freen. "Nggak anget"

"Freen ga sakit kok Bu, Freen sehat." Freen buru buru memakan sarapan, sebelum Ibunya semakin curiga. Meski rasanya, hambar, Freen tetap berusaha menghabiskan bubur ayam buatan Ibunya.

Semalam, Freen tak bisa tidur. Freen terjaga hingga pagi, dengan air mata yang tak berhenti memgalir. Saat Ia pulang bersama Namtan, sebuah pesan tertera di ponselnya. Memang, tidak panjang, hanya berisi tiga pesan singkat tetapi berhasil membuat Freen gemetar seketika.

Rebecca tidak mungkin menyakiti Namtan bahkan keduanya tak saling mengenal. Namun, jika melihat tingkah Rebecca yang menaruh obsesi seperti itu...

"Freen!"

Freen terkesiap mendengar panggilan dari Ibunya. "Hah? Apa Bu?"

Ibu menghela napas. "Kamu sebenarnya kenapa Freen? Kamu sakit? Mending ga usah sekolah dulu aja. Nanti Ibu suruh Abang anterin surat ke sekolah kamu, sekalian Abang ke kampus."

Freen diam. Tak datang ke sekolah, berarti Freen tak perlu bertemu dengan Rebecca hari ini. Ini merupakan kesempatan bagi Freen untuk menghindar dari Rebecca.

"Iya" Jawab Freen. "Nanti aku ke kamar Abang buat nitip suratnya."

"Udah, kamu tidur aja, nanti Ibu buatkan surat izin untuk kamu. Ibu titipin suratnya ke Abang kamu." Ucap Ibu.

"Makasih ya Bu"

***

Mata coklat Freen yang tadinya terpejam, mulai terbuka. Freen meregangkan ototnya yang terasa kaku, lalu mengambil ponsel untuk melihat jam. Pukul 2 siang. Sudah hampir delapan jam Freen tertidur.

Setelah memasak makan siang dan mengecek media sosialnya, sontak sebuah notif panggilan tertera.

Unknown Number

Freen mengerutkan keningnya, memutuskan untuk tak mengangkat. Hingga dua kali panggilan dan pesan masuk, tubuh Freen gemetar hebat saat melihat video yang di kirim. Abang, dan Ibunya di ikat di kursi, dan kekasihnya–Namtan sedang di hajar oleh dua orang berbadan besar. Abang dan Ibunya terkulai lemas di kursi, sedangkan kekasihnya sudah babak belur.

Ponsel Freen berdering, nomor tadi menelepon Freen sekali lagi. Dengan keyakinannya, Freen akhirnya mengangkat telepon dari nomor itu.

"H-halo?"

"Hai, sayang. Udah liat videonya?"

Freen hampir menangis saat mendengar suara itu. Suara orang yang menghantuinya semalaman. Suara perempuan gila yang tiba tiba menerobos masuk dalam kehidupan Freen.

Rebecca.

"K-kamu apain Abang, Ibu dan Namtan?" Tanya Freen. Air mata Freen sudah mengalir. "Lepasin, Abang, Ibu dan Namtan, brengsek! Perempuan gila!"

Rebecca tertawa, sinis. "Nggak semudah itu. Gue tunggu kedatangan lo di gedung tua dekat sekolah. You have fifteen minutes, sweetheart. Lebih dari itu, lo nggak akan pernah liat Abang, Ibu dan pacar lo itu."

Freen tak lagi merespon. Freen langsung mematikan sambungan telepon, berlari keluar kamar, menyambar kunci mobil. Butuh waktu berapa belas menit bagi Freen untuk sampai di gedung tua yang Rebecca maksud.

Freen segera melangkah menuju lantai teratas. Dari video yang dikirimkan Rebecca, sudah jelas mereka berada disana. Sesampainya di lantai teratas, kepanikan Freen semakin menjadi. Siapa sangka, video yang Ia harap kebohongan semata kini Freen harus melihat itu dengan matanya sendiri.

"Ibu! Abang!"

Freen ingin menghampiri Ibu dan Abangnya, namun tangan kekar menarik Freen menjauh. Air matanya tak berhenti mengalir, isakannya semakin kencang ketika Ibu dan Abangnya di beri obat tidur dan di ikat di kursi. Melihat Namtan yang sudah babak belur membuat tangisan Freen semakin mengencang.

Rebecca tersenyum puas, Freen tak berhenti meronta meminta di lepaskan. Rebecca semakin mencengkram kuat lengan Freen.

"Kenapa kamu lakuin ini! Ada salah apa Ibu sama Abang aku. Namtan nggak seharusnya ikut terseret masalah ini." Tanya Freen marah.

Rebecca mendekatkan bibirnya tepat di telinga Freen, berbisik. "Salah lo muncul dan menarik perhatian gue, Sayang." Bisiknya. Tubuh Freen merinding mendengar ucapan Rebecca barusan.

"Gue kasih lo pilihan, Sweetheart. Jadi milik gue, atau Ibu dan Abang lo bakal celaka. Dan, lo juga nggak bakal pernah bisa lihat pacar lo itu."

Tubuh Freen bergetar hebat, Ia menatap Rebecca tak percaya, Freen menatap Ibu dan Abangnya yang terkulas lemas di kursi, dan menatap Namtan yang terkulai lemas di ujung ruangan. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Freen, Rebecca mencengkram tangan Freen kuat kuat.

"Gue hitung sampai tiga."

"Satu"

"Dua"

Air mata Freen mengalir, Ia menggeleng kuat. "Tolong lepasin Ibu dan Abang aku, tolong lepasin Namtan juga, aku ga ada masalah sama siapapun."

"Gue ga peduli, gue mau lo."

"Tiga, waktu lo habis, Januar bawa wanita dan laki laki ini ke ruang bawah tanah"

Freen menatap Ibu dan Abangnya yang akan di bawa oleh anak buah Rebecca, Freen menatap Namtan yang sudah babak belur oleh anak buah Rebecca. Freen kembali menangis, Freen mencoba melepaskan genggaman tangan Rebecca. Semakin Freen memberontak, semakin kuat pula Rebecca mencengkram lengan Freen.

"Jangan, Jangan bawa Ibu sama Abang. Oke, aku mau jadi pacar kamu, Tapi please lepasin Ibu sama Abang."

Rebecca tersenyum, Ia menyuruh anak buahnya untuk membawa perempuan dan laki laki itu ke rumah sakit. Tak lupa, mengisyaratkan agar segera membawa perempuan yang menjadi kekasih Freen saat ini pergi ke rumah sakit. Setelahnya, Rebecca memeluk Freen erat, membuat Freen kehabisan nafasnya.

"You're mine, Sweetheart."


I'm Obsessed With You - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang