"Gimana keadaannya?" Tanya Becca pada dokter Jimmy–dokter pribadinya, sekaligus yang menangani Freen saat pria itu baru keluar dari kamar rawat Freen.
Tatapan Becca menggelap. Setelah Freen mendapat penanganan, sontak saja Ia mendapat kabar tak menyenangkan dari dokter Jimmy. Gegar otak ringan? Benturan kepala? Yang benar saja!
"Sialan." Umpat Becca. Ia mendorong Jimmy menyingkir, lalu masuk ke kamar rawat Freen.
Tatapan Becca langsung melembut saat melihat Freen terbaring tak sadarkan diri. Ia mengelus rambut gadis itu dengan pelan, lalu mengecup kening Freen.
"Please, wake up, sweetheart." Bisik Becca. Baru beberapa jam, Ia sudah merindukan netra coklat milik Freen. Hal yang menjadi awal obsesi Becca terhadap gadis itu. Freen memiliki bola mata coklat yang terlihat jelas. Tidak seperti bola mata manusia biasa yang hanya terlihat jika terkena cahaya.
Becca mengelus lebam pipi Freen dengan jemarinya. Bibirnya menipis, marah. Beraninya ada yang mengusik Freen, bahkan membuat gadis itu terbaring lemah seperti ini. Tanpa melepas pandangannya dari Freen, Becca mengambil ponselnya dan menelepon Januar, tangan kanannya.
"Cari pelakunya, bawa ke markas." Tanpa menunggu balasan dari Januar, Becca langsung mematikan sambungan teleponnya. Kali ini, Becca kecolongan. Ia lalai menjaga Freen. Namun, setelah ini, Ia pastikan tak ada yang bisa melukai Freen selain dirinya.
***
Sudah enam jam sejak Freen di bawa kerumah sakit oleh Becca. Freen masih belum sadar, Becca masih setia menemani Freen. Sejak tadi, yang dilakukan Becca hanya memandangi wajah cantik Freen, sambil sesekali mengecup punggung tangannya.
"Wake up" Ucap Becca, entah untuk yang keberapa kalinya. Ia sungguh tak tahan menunggu Freen bangun. Sudah berjam jam Ia menunggu, Freen masih belum bangun juga. Dengan apa Becca harus membangunkan Freen?
Semakin lama, Becca semakin tak sabar. "Bangun sekarang, Freen. Kamu bener bener buat aku marah ya!"
"Freen!" Sentak Becca. Wajah Becca sudah memerah. Dari dulu, Rebecca paling tidak suka bila keinginannya tak terkabul. Sekarang, Freen tidak menurut saat Ia menyuruh gadis itu bangun.
Beberapa menit kemudian, kelopak mata Freen bergetar. Hanya pergerakan kecil, tetapi Becca bisa melihatnya. Becca langsung berdiri. Semakin lama, pergerakan Freen semakin terlihat. Pelan namun pasti, kedua mata Freen mulai terbuka.
Becca segera mengambil ponselnya, alih alih menekan tombol di belakang ranjang rumah sakit, karena Ia hanya ingin Freen ditangani oleh dokter Jimmy.
"Ke sini sekarang" Becca langsung mematikan sambungan teleponnya.
Tak lama, dokter Jimmy tiba bersama dua perawat. "Nona Muda, bisa minta tol–"
"Gue nggak mau keluar. Cepetan periksa dia!" Perintah Becca. Dokter Jimmy tak bisa berbuat banyak, Ia langsung memeriksa Freen.
"Beri dia pengobatan yang terbaik. Gue mau bawa dia pulang malem ini. Urus semuanya." Ucap Becca tak terbantahkan. Dokter Jimmy lagi lagi hanya bisa mengangguk. Kondisi Freen belum pulih benar, tetapi masih aman bila Rebecca ingin membawanya pulang.
"Baik, Nona Muda."
***
Tak ada yang bisa menggambarkan betapa paniknya Emily saat ini. Tak hanya Emily, tetapi juga ada Maudy dan Berlin– dua rekan OSIS sekaligus sahabatnya. Saat ini, ketiga gadis itu sedang duduk di kursi dengan keadaan terikat dan mata tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
خيال (فانتازيا)"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."