"Freen"
"Freen! Kamu dimana!"
"Freen!"
"Sialan! Freen! Kamu dimana!"
Freen langsung lompat dari sofa saat mendengar suara barang pecah. Freen sedang tidur siang, tetapi langsung terbangun karena suara gaduh di luar. Tak peduli kepalanya yang masih pusing, Freen langsung keluar dari perpustakaan, menuruni tangga dengan cepat, dan menghampiri sumber suara. Ternyata, suara itu berasal dari lantai dua, depan kamarnya.
"Kena–"
"Freen!" Becca langsung menghampiri Freen, memeluk gadis itu erat, hingga Freen merasa sesak.
"Sakit" Ucap Freen. Luka lebam di tubuhnya belum sembuh, namun sudah ditekan begitu kuat oleh Becca.
"Kamu darimana, hah?" Tanya Becca setengah membentak. Ia menatap Freen marah, napasnya terengah.
"Jangan marahin aku disini, aku malu" Ucap Freen pelan.
Becca menarik Freen masuk ke kamar, membanting pintunya keras keras, lalu mencengkram kedua bahu Freen erat. "Berapa kali aku bilang, kalau kamu harus ada di depan pintu waktu aku pulang!"
"Aku ketiduran di perpustakaan tadi" Balas Freen. Freen memejamkan matanya sejenak, menghalau rasa pusing yang mendera. Nyawa Freen bahkan belum terkumpul penuh. Untung saja Freen tak jatuh di tangga tadi.
Becca menghela napasnya gusar. "Aku takut kamu kabur" Ucapnya setelah berhasil meredam amarahnya. Melihat Freen yang masih setengah sadar, membuatnya tak tega.
"Mana bisa" Balas Freen malas.
"Kamu nggak boleh pergi Freen! Nggak boleh." Kata Becca. "Aku bakal nekat kalau kamu beneran coba coba pergi. Jangan macem macem!"
Freen menghela napas. "Iya, aku nggak kabur."
"Aku boleh lanjut tidur? Kepalaku pusing banget" Sambung Freen. Melihat wajah pucat Freen, Becca mengangguk, menuntun gadis itu ke ranjang, lalu membaringkan Freen disana. Ia mengecup kening Freen singkat.
"Aku mandi dulu, terus kembali kesini, tidur bareng kamu" Ucap Becca saat Freen sudah hampir terlempar ke alam mimpi. Sengaja, agar Freen tak menolak. Hanya dalam hitungan detik, Freen kembali terlelap.
***
Hari hari Freen habiskan di perpustakaan. Ini sudah hari ketiga sejak Freen pulang dari rumah sakit. Dua hari yang lalu, Freen memutuskan untuk mengelilingi rumah mewah Becca. Ia harus menahan risih karena dirinya terus diikuti tiga pelayan yang ditugaskan Becca untuk menjaganya. Freen benar benar seperti tahanan rumah.
Rumah Becca sangat besar. Terdapat empat lantai. Dilengkapi dengan kolam renang, taman bunga, home theater, tempat gym, bahkan lift. Di saat itulah, Freen menemukan perpustakaan luas yang terletak di lantai tiga. Sejak saat itu, Freen menghabiskan harinya di sana, bila Becca sibuk sekolah atau pergi mengurus klub malamnya.
Untung saja, para pelayan itu mau menunggu di luar. Jadi, Feeen bisa leluasa membaca tanpa harus merasa terganggu.
Selama tiga hari ini, Becca sama sekali tak memperbolehkan Freen keluar dari rumah. Sudah beberapa kali Freen mencoba izin, namun Becca langsung menolak dengan tegas.
"Baca apa?"
Freen menoleh, dan mendapati Becca tersenyum ke arahnya. Freen sedang selonjoran di sofa panjang, dengan punggung yang Ia sandarkan pada lengan sofa. Becca duduk di ujung, lalu mengangkat kedua kaki Freen, memangkunya, mengusapnya pelan.
"Harry potter" Gumam Becca. "Kamu suka Harry Potter?"
"Iya" Balas Freen singkat. Ia sedikit kesal karena kegiatan membacanya terganggu.
Tiba tiba, buku di tangan Freen melayang, lalu terdengar bunyi keras. Freen melotot melihat apa yang Becca lakukan.
"Kok di buang!" Tanyanya. Bayangkan saja, itu buku hard cover. Harganya pasti mahal. Dan Becca membuangnya begitu saja.
"Aku butuh perhatian" Balas Becca jujur. Ia menarik tubuh Freen mendekat, lalu memeluk Freen erat.
"Becky, jangan gini" Freen berusaha melepaskan diri.
Becca terkekeh. "I love it so much." Ucapnya. "Call me again."
"Becky... "
"Hm" Becca bergumam. "Pengen aku kurung aja kamu selamanya."
"Nggak mau" Balas Freen cepat. "Jangan."
Becca tertawa. Ah, betapa lucunya gadisnya ini. Setiap hari, ada saja tingkahnya yang membuat Becca semakin cinta.
"I'm so obsessed with you" Gumam Becca tepat di telinga Freen. "Please say that you love me"
Freen terdiam.
"Freen..." Becca menggeram. "Bilang kamu cinta sama aku. Sekarang."
"I love you." Balas Freen setengah hati.
Becca tersenyum puas, meski ia tahu Freen berbohong. Ia mengecup bibir Freen, lalu mengajak gadis itu keluar dari perpustakaan.
"Ayo, makan."
***
Hari hari berlalu dengan cepat, hingga akhirnya, Freen bisa kembali ke sekolah.
Seperti biasa, mobil Becca terparkir di tempat khusus. Freen tak diperbolehkan turun, sebelum Becca membukakan pintu. Freen mengernyit saat melihat tumpukan bunga di area loker anak kelas dua belas. "Itu apa?" Tanyanya. Becca hanya mengedikkan bahunya acuh.
Untuk memuaskan rasa penasarannya, gadis itu berjalan mendekat. Satu dua orang ada yang meletakkan bunga baru disana. Ada yang satu tangkai, ada yang berbentuk buket kecil. Mata Freen membulat saat melihat tiga foto hitam putih yang terpajang di ketiga loker berjejer itu. Ia ingat betul, ketiga orang di foto itu adalah orang yang merundungnya kemarin. Freen mundur dua langkah, hingga menabrak Becca yang entah sejak kapan, sudah berada di belakangnya.
Tubuh Freen bergetar. Sebisa mungkin Ia tak melihat ke arah Becca. Freen berusaha menghilangkan pikiran negatifnya, namun tak bisa. Menyadari ketakutan Freen, Becca membalikkan tubuh Freen menghadapnya, lalu mengangkat dagu Freen. Ia bisa melihat ketakutan yang tercetak jelas di netra coklat gadisnya.
"Kamu takut?" Tanyanya pelan, tetapi mematikan.
Freen tak menjawab. Gadis itu sibuk meredam rasa takutnya.
"I-itu... Nggak mungkin kamu, kan?" Tanya Freen terbata. Ia berharap Becca menggeleng. Namun sayangnya, Becca malah menyeringai iblis. Tanpa bertanya pun, Freen sudah tahu apa arti seringaian itu.
Becca menarik Freen kepelukan, mengusap punggung gadis itu perlahan. Isakan kecil terdengar dari bibir Freen. Becca masih bisa merasakan tubuh gadisnya bergetar dalam pelukannya. Setakut itukah Freen? Ia jadi membayangkan, bagaimana jadinya kalau Freen tahu potongan kepala ketiga orang itu?
"Mereka sentuh kamu, Freen. Aku nggak suka" Ucap Becca. "No one can touch you, Freen. No one can touch what's mine" Bisiknya tepat di telinga Freen. Terdengar begitu mengerikan, hingga membuat Freen ingin pingsan rasanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Obsessed With You - END
Fantasy"I wants you, Freen. I'm so obsessed with you."