"Tapi tuan, apa yang akan orang-orang katakan?" Dio tidak terima dengan permintaan pria berkuasa di depannya.
"Tidak mungkin seorang pasien menjadi seorang dokter. Maksud saya, bagaimana seorang dengan riwayat penyakit jantung serius menjadi seorang dokter jantung?"
Adrian menatap tajam Dio. Perkataan pria itu membuatnya marah. "Kamu ingin membantah ku? Aku bisa menghancurkan mu!" Ucap Adrian tegas.
"Tapi tuan, bagaimana dengan pak Tommy? Dia..." Direktur utama itu tidak berani melanjutkan perkataannya. Dia takut pada pemilik rumah sakit itu.
"Aku sudah berbicara dengan ayahnya Flora. Jadi perhatikan semuanya dengan baik. Aku ingin kalian memperhatikan keadaannya dan membatasi kegiatannya. Jangan biarkan dia melakukan aktivitas berat. Pergilah!" Ucap Adrian.
Dio dengan terpaksa mengiyakan. Dia pun pamit pergi dari sana.
Crish menatap Adrian dan menggeleng.
"Kamu yakin? Ayolah, Adrian! Ada apa dengan mu?" Crish menghampirinya.
"Dia butuh kesibukan sendiri agar tidak terlalu menggangu ku. Kita akan fokus pada kasus ini lebih dahulu," ucap Adrian.
"Kamu akan merindukannya jika dia tidak datang ke sini lagi. Sama seperti minggu lalu, kamu selalu menanyainya."
Adrian menatap tegas pria itu.
"Yah, dia memang sedikit aneh. Biasanya dia akan menempel pada mu. Mungkin dia sudah lelah dengan sikapmu atau bisa saja dia sudah menemukan pria lain." Crish berucap sembari memberikan beberapa berkas pada Adrian.
"Adrian?" Isvara menerobos masuk dan menghampiri mereka.
"Kamu baik-baik saja, 'kan? Apa kamu terluka? Aku benar-benar hampir terkena serangan jantung karena berita itu." Isvara langsung memeluk Adrian karena khawatir.
"Aku baik-baik saja," jawab Adrian.
"Bagaimana dengan mu?" Isvara beralih dan menatap Crish.
"Ya, kami baik-baik saja," jawab Crish.
"Kalian benar-benar membuatku khawatir. Jadi apa yang sebenarnya terjadi?"
"Duduklah, Vara. Kamu pasti kelelahan," ucap Crish.
"Bagaimana aku bisa tenang? Makanya hati-hati. Adrian, berhentilah membuatku khawatir!"
"Mm." Adrian berdehem singkat menanggapinya.
--o0o--
Tommy yang baru pulang melihat putrinya yang sedang membaca buku. Dia heran dengan tampilan itu, biasanya Flora akan membiarkan rambutnya terurai dan selalu mengenakan pakaian yang bagus.
Dia mendorong pintu dan menghampiri putrinya.
"Ayah pulang," ujarnya.
Flora menoleh dan tersenyum.
"Tidak ingin memeluk ayah, Flo? Ayah membawa banyak oleh-oleh untukmu." Tommy menatap putrinya dan melebarkan tangannya.
Flora semakin tersenyum. Jujur dia sangat merindukan sosok ayah, dan mungkin inilah kesempatannya.
"Aku rindu ayah." Kata itu benar-benar lolos dari mulutnya yang selalu malas berbicara. Dia memeluk Tommy dengan erat.
"Ayah juga. Duduklah, ayah membeli banyak pakaian baru untukmu," ujar Tommy memamerkan semua oleh-olehnya.
"Kamu suka?" tanyanya dan Flora mengangguk.
"Bagaimana hari pertama mu menjadi dokter?" tanya Tommy lagi.
"Mm, baik," jawab Flora.
"Ini sulit bagi ayah, Flora. Tapi jika itu maumu, silahkan. Asalkan kamu tidak melakukan hal berat."
Flora mengangguk.
"Kita makan malam dulu, sebelum kamu belajar. Flora harus minum obat dan istirahat tepat waktu," ujar Tommy.
Mereka pun turun menuju dapur dan mulai makan malam.
"Adrian akan datang malam ini." Tommy menatap putrinya yang tidak bereaksi.
"Flo? Kamu mendengar ayah?"
"Oh, iya. Baiklah," jawab Flora.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...