Ephemeral Love 51

28K 1.6K 16
                                    

Flora menggeleng. Dia masih tidak percaya.

“Jadi, tidak ada wanita lain yang kucintai saat itu. Bahkan sampai saat ini, Flora.” Adrian menatap istrinya.

“Adrian, kamu berbohong agar aku tidak keluar, kan?” ucap Flora.

Adrian tersenyum. Dia mendekat dan mencium bibir Flora. Adrian melumatnya dengan lembut, dan menyesapnya dalam-dalam.

“Kamu bahkan adalah ciuman pertama ku, Flo. Dan... ”

Flora melotot. “Jangan bicara lagi, Adrian! Aku bisa membunuh mu!” Flora panik saat Adrian menatapnya berbeda dengan biasanya. Tatapan Adrian begitu lembut dan penuh perasaan.

Adrian tersenyum gemas. “Jadi, kembalikan perasaan mu padaku, Flo. Aku tidak ingin wanita yang kucintai itu hilang rasa padaku," ucap Adrian.

“Apa? Kamu mencintai ku?” Pekik Flora tidak percaya.

Adrian mengangguk.

“Tidak, Adrian. Ini akal-akalan mu agar aku tidak keluar dan ikut bersama mu, kan? Aku tidak akan keluar dan mengikuti mu. Berhentilah meracau karena itu menakutkan," ujar Flora menggeleng.

“Aku di rumah saja.” Flora langsung berlari kecil dari ruangan itu.

Adrian tertawa kecil. “Dasar bodoh. Flora bodoh!" ujarnya menggeleng-geleng.

--o0o--

“Astaga, apa yang sedang terjadi di sini? Adrian mencintai ku? Itu akal-akalannya, kan? Mana mungkin dia mencintai wanita yang dia benci.”

Flora merenung.

“Dia mencintai ku?” Flora menggeleng berulangkali.

“Aku akan memastikan ini terlebih dahulu. Mungkin Isvara akan menjawab ku dengan jujur jika aku baik padanya,” gumam Flora.

Dia pun langsung mandi. Dia akan keluar hari ini untuk memastikan itu.

Setelah bersiap-siap, Flora keluar dari kamar. Dia menuruni anak tangga dan langsung ditahan oleh Sisky dan dua pengawal yang berjaga.

“Tuan Adrian melarang nyonya keluar,” ucap Sisky.

“Hanya sebentar. Ada urusan penting yang harus ku lakukan.” balas Flora.

“Tidak, nyonya. Lebih baik anda berdiam diri di rumah saja untuk saat ini.” ucap salah satu pengawal. Sementara pengawal lainnya langsung memberi laporan pada tuannya.

“Aku ingin keluar. Jangan menghalangi ku”

“Tidak boleh, nyonya.” Mereka menahan Flora.

Flora berdecak kesal saat ponselnya berdering karena panggilan masuk dari Adrian.

Mau kemana? Bukankah sudah ku bilang untuk tidak pergi kemana-mana?”

“Aku ada urusan penting, Adrian. Kamu pikir aku tidak punya urusan lain dan bisa berdiam diri dengan tenang di sini?”

“Dengar, Flo! Duduk dan diam di rumah. Aku akan pulang cepat hari ini,” ucap Adrian penuh penekanan.

“Tidak mau. Dengar aku juga! Aku ingin keluar untuk mengurus sesuatu.” Flora membalasnya.

“Flora sayang ....” Adrian berucap kian lembut sampai Flora terkesiap. “Jangan pergi keluar, aku akan pulang lebih cepat hari ini. Oke?”

“Tidak.”

Adrian terdengar menghela nafas dari seberang. “Apa urusan mu itu?” tanyanya.

“Rahasia. Apa Isvara di sana?”

“Ya, tadi dia di sini.”

“Apa aku bisa ke kantor mu?”

“Sebenarnya kepala mu terbuat dari apa? Sudah kubilang untuk tidak keluar, kan?!”

“Aku ke kantor mu atau ke rumah sakit?” tanya Flora.

Adrian berdecak kesal. “Ke sini saja. Jangan singgah ke mana pun dan langsung keruangan ku!”

“Oke, terimakasih suamiku.” Flora menutup telepon mereka.

“Kalian mendengarnya?” Flora menatap mereka seraya memanyunkan bibirnya.

Ketiga orang itu menggeleng. Flora tidak menyalakan speaker, jadi mereka tidak percaya.

“Tanya pada Adrian. Aku ingin cepat," ujar Flora.

Salah satu pengawal itu mengirimkan pesan pada tuannya. Saat mendapatkan jawaban, akhirnya mereka membiarkan Flora pergi. Pengawal lain akan bertugas mengawasinya jika di luar.

Flora menatap jalanan dengan lega. Terjadi perubahan pada dirinya, dia yang terbiasa berdiam diri mulai jengah jika berada di ruangan dalam waktu yang lama.

Tiba-tiba mobil berhenti. Flora terguncang karena tindakan yang tiba-tiba itu.

“Maaf, nyonya. Apa anda baik-baik saja?”

“Ada apa?” tanya Flora balik.

“Sepertinya ada kecelakaan di depan, nyonya,” jawab supir itu.

Flora terkejut. Dia pun langsung keluar.

“Nyonya, jangan keluar!” Supir itu langsung mengikuti Flora.

“Aku dokter,” ucap Flora membelah kerumunan.

Orang-orang pun membiarkan Flora.

“Apa anda baik-baik saja?” tanya Flora menghampiri pria yang meringis itu.

Flora mengerutkan keningnya saat pria itu menoleh. “Elang?”

“Oh, hay Flora! Aku baik-baik saja. Hanya terjatuh karena seseorang mendorong ku," ujar pria itu.

Flora menatap luka di tangan Elang. Dia menjulurkan tangannya hendak menolong Elang. Pria itu dengan senang hati menerima bantuannya.

“Duduklah sebentar,” ucap Flora membawa pria itu ke kursi. Dia langsung mengambil plester luka, kapas, dan obat salep dari tasnya.

“Kamu yakin ingin membantu ku?” tanya Elang.

“Kenapa? Aku seorang dokter,” jawab Flora. Dia langsung membersihkan luka itu.

Elang menyelidik wajah Flora yang fokus. Dia tersenyum. “Maaf, aku tidak bisa hadir di pernikahan kalian,” ucapnya.

“Tidak masalah.” Flora menoleh sekilas lalu melanjutkan kegiatannya.

“Tidak ingin bertanya kenapa aku tidak datang?”

“Tidak juga,” balas Flora. Dia menempelkan plester luka itu dan menatapnya.

“Aku tidak datang karena bukan aku pria yang bersanding di samping mu. Awalnya aku percaya diri bahwa aku akan menikahi mu, namun ternyata kamu masih gigih mengejar Adrian,” ujar Elang.

Flora mengerutkan keningnya.

“Jika suatu saat kamu memilih menyerah, aku menunggu mu. Aku ingin jujur saja, aku menyukai mu,” ucap Elang.

“Apa?”

“Awalnya aku berniat untuk menculik mu. Tapi itu cara yang kotor, lebih baik aku menunggu kematian Adrian saja. Lalu setelahnya, mengambil mu kembali,” ucap Elang lagi.

“Jangan bicara lagi, Elang! Kamu pasti sudah gila!”

“Kenapa kamu begitu bodoh? Adrian tidak mencintai mu, Flora!” ujar Elang.

Flora menatap Elang dengan serius. Dia langsung menempelkan plester luka ke mulut pria itu. “Jika entah apapun yang kamu katakan itu benar, aku tidak mencintaimu dan tidak mau bersama mu. Aku pergi dulu," ujar Flora.

Elang menarik plester itu dan tersenyum. “Kita tunggu saja, Adrian. Aku tidak mau kalah lagi.”

EPHEMERAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang