Flora terbangun dari tidurnya. Dia menatap suaminya yang duduk di sofa sembari menelpon seseorang.
“Kenapa pelaku harus meniru penampilan istriku? Ku rasa Flora tidak punya musuh. Aku akan membicarakan ini pada mertua ku besok,” ucap Adrian lalu mematikan ponselnya.
“Kasus itu, ya.” Flora bergumam pelan. Dia pun duduk dan menatap Adrian yang masih sibuk.
“Ini sudah larut, Adrian. Kenapa belum tidur?” tanya Flora.
Adrian menoleh. “Tidur mu terganggu? Maaf,” ujarnya. Adrian menghampiri Flora dan membawanya untuk berbaring kembali.
Flora menatap Adrian. “Adrian, aku ingin bertanya.”
Adrian mengangguk. “Silahkan,” ucapnya.
“Jika ada dua Flora di dunia ini, bagaimana caramu menemukan yang asli?” tanya Flora.
“Eh? Mungkin akan ku tes siapa yang paling keras kepala terlebih dahulu.”
“Bagaimana jika kedua Flora sama-sama keras kepala?” tanya Flora lagi.
“Aku akan membuka baju kedua Flora dan melihat dadanya. Jika ada bekas operasi, berarti itu adalah Flora ku.” Adrian menjawab.
“Kamu mengerikan, Adrian! Kamu mengintip ku, ya?” tanya Flora.
“Kan sudah ku bilang bahwa aku pernah melihat semuanya. Lagipula kenapa kamu bertanya seperti itu?”
“Aku ingin tahu saja," jawab Flora.
“Jika ada dua Flora, aku akan mencari tahu dengan menanyakan apa saja yang sudah kita lakukan dan bicarakan. Akan kutanyakan di mana tempat yang sering kita kunjungi, tanggal berapa kita menikah, dan banyak cara lainnya. Atau mungkin akan kuadakan tes memasak. Yang rasanya tidak enak, pasti buatan mu.”
“Ya! Kenapa kamu mengejekku?” kesal Flora.
“Tidak sulit bagiku membandingkannya. Matamu begitu menghipnotis, suara mu menenangkan, dan detak jantung yang begitu spesial ini.” Adrian menempelkan telinganya di dada Flora.
“Aku tidak siap pulang, tapi aku harus pulang. Masalahnya aku tidak tahu caranya.” Flora berucap dalam hatinya.
“Flo, aku ingin mempunyai anak bersamamu,” ujar Adrian tiba-tiba.
Flora melongo dan menatap suaminya. “Jangan gila, Adrian! Kamu sudah tahu jika aku tidak bisa karena jantung ku, kan? Jika kamu ingin tahu lebih jauh, tanya dokter Yogi saja.” Flora menolak karena panik.
“Tapi aku mau, Flora. Satu saja, ayolah.” Adrian memohon.
Flora menggeleng tegas.
“Aku ingin punya bayi imut yang akan memanggil ku ayah dan memanggil mu bunda. Boleh ya?”
“Jangan egois, Adrian! Kamu saja yang hamil kalau begitu,” ucap Flora.
Adrian tertawa gemas. “Ya sudah kalau begitu. Kita mengadopsi saja, mau?” tanya Adrian lagi.
Flora menatap serius suaminya. Dia menyentil dahi pria itu. “Kamu mau mengurusnya? Aku tidak berpengalaman.”
Sebenarnya Adrian pun tidak tahu merawat bayi. Dia hanya ingin membuat ikatannya dan Flora semakin erat, agar wanita itu tidak membahas perceraian tahun depan. Dia takut Flora pergi, sementara pria lain menunggunya.
“Ya sudah, tidak jadi. Kita belum siap untuk mengurus anak sebenarnya. Aku sibuk, dan aku tidak mau kamu kelelahan. Tapi kapan kamu akan mengizinkan ku? Kita sudah menikah selama hampir enam bulan dan belum pernah melakukannya.”
Flora menggeleng panik. “Aku mengantuk, jangan ribut!”
Adrian tersenyum. “Aku menunggu, Flo. Jangan lama-lama. Minum obatmu dengan teratur agar kita bisa melakukannya lebih lama.”
“Adrian!” Flora kesal dan khawatir.
“Iya, iya maaf. Selamat malam, aku mencintaimu mu, Flora ku.” ujar Adrian mengecup kening istrinya dengan penuh perasaan.
--o0o--
Flora bangun lebih awal pagi ini.
Setelah menyelesaikan mandinya, dia menoleh pada suaminya yang masih tertidur dengan tenang.
Dia pun berjalan menuju sofa. Flora benar-benar penasaran dengan kasus itu.
Dia meraih amplop coklat itu dan mengambil foto-foto di sana. Flora mengerutkan keningnya menatap foto-foto itu. Foto dimana seorang perempuan mengenakan jubah hitam.
“Ini maksudnya meniru penampilan ku?” gumamnya meneliti foto itu.
Lalu dia terbelalak menatap foto korban itu. Terkhusus foto korban ke empat. Flora yakin dia baik-baik saja sore itu, dan kenapa hal itu terjadi.
Flora mengerutkan keningnya. Dia teringat sore itu, dimana korban yang bernama Risma itu mengobrol santai bersama Crish. Saat itu Isvara nampak tidak suka dengan kedekatan mereka. Dia pun teringat perkataan suaminya yang mengatakan bahwa Isvara menyukai Crish. Lalu dia teringat pada korban yang bernama Intan. Wanita itu sempat mengobrol pada Crish juga.
“Ah, tidak mungkin. Bahkan Isvara menjaga dan merawat ibunya begitu sabar. Tidak mungkin, Flo! Jangan bodoh!”
Flora menggeleng. Dia pun beralih ke meja rias dan membuka gulungan rambutnya. Dia menyisirnya dan menatap dirinya di pantulan cermin.
“Apa yang terjadi jika aku tidak bisa pulang? Apa yang terjadi jika seseorang memang mengincar ku? Apa yang sebenarnya Adelle ciptakan?”
Dia menghela nafasnya. Dia pun berbalik menatap suaminya yang masih tertidur.
Suara lenguhan terdengar pelan. Adrian mulai menggerakkan tangannya mencari-cari sosok yang biasa dia peluk dan dekap dengan erat.
Adrian langsung membuka matanya karena panik. Dia mencari-cari dan menghela nafasnya lega saat Flora duduk di kursi seraya menatapnya.
“Kenapa panik begitu?” tanya Flora.
“Ku pikir kamu pergi.” Adrian berjalan menghampiri Flora dan mendekapnya erat.
“Adrian, aku rindu ayah. Bisakah kita mengunjunginya?” tanya Flora. Dia tahu Adrian memang ingin menemui ayahnya hari ini untuk membahas kasus itu.
“Ayah yang datang ke sini, bagaimana?”
Flora menggeleng. “Aku rindu kamar lama ku juga. Hanya sebentar, tidak sampai bermalam.”
Adrian menatap Flora dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Tapi akhirnya dia mengangguk menyetujuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...