Adrian masuk ke kamar. Dia menutup pintu dan langsung menghampiri Flora yang berbaring membelakanginya.
"Sudah meminum obatmu?" tanya Adrian.
Flora yang melamun langsung menutup matanya.
"Flo?"
"Flora? Kamu sudah tidur, ya?"
Adrian memutar pelan tubuh Flora dan mendekapnya. "Aku tahu kamu pura-pura tidur, Flora."
"Aku ingin membahas yang tadi, buka matamu!"
Flora semakin memejamkan matanya. Dia akan menghindari pembahasan itu. Jika bertanya soal kenyamanan? Tentu Flora lebih memilih bersama Vian. Pria ini menakutkan.
"You hear me, right? Kamu ingin tahu apa yang akan terjadi jika kamu mengacuhkan ku? Aku akan mengurung mu lagi dan tidak mengizinkan mu keluar dari rumah. Satu .... dua ...."
"Kamu sangat egois," ucap Flora pelan.
Adrian meraih kepala Flora agar wanita itu menatapnya. "Aku memperingati mu, Flora! Jangan dekati pria lain!"
"Dia bukan pria lain, Adrian. Vian adalah sahabat ku dan dia selalu membuatku merasa nyaman," ucap Flora.
"Aku tidak peduli!"
"Lucu! Aku tidak tahu kenapa aku lebih nyaman bersama pria lain dibandingkan suamiku sendiri. Karena kita melakukan hal yang sama, mari jangan mengusik kehidupan yang lainnya," ujar Flora.
"Apa maksud mu?!"
"Kamu mencintai wanita lain sementara aku merasa nyaman dengan pria lain. Itu maksud ku," jawab Flora.
"Kenapa kamu selalu bermain dengan perasaan ku, Flora?!"
"Adrian, jangan egois! Kita tidak saling mencintai dan biarkan aku melakukan hal-hal yang kuinginkan juga. Aku tidak pernah melarang mu melakukan apapun sebagai seorang istri," jawab Flora.
Adrian bergeser. Dia menempelkan telinganya di dada wanita itu dan memejamkan matanya. Mengehela nafasnya berulangkali guna meredakan emosinya, agar bisa mendengarkan detak jantung itu dengan tenang.
"Flo... ra... Dengarkan aku baik-baik, aku tidak peduli dengan semua yang kamu katakan itu. Karena kamu selalu mengganggu waktuku, maka kamu akan bersama ku setiap detik!"
--o0o--
Sore ini Adrian pulang lebih awal.
Saat memasuki rumah, dia melihat Flora yang tertidur di sofa. Mamanya mengelus lembut rambut wanita itu.
"Apa Floranya nyaman begitu, tan?" tanya Crish.
Ghina menoleh. Dia menempelkan jari telunjuknya di bibir agar mereka tidak ribut.
Ketiga orang itu pun menghampiri mereka.
"Kenapa tidur di sini?" tanya Adrian. Dia menutup kaki Flora dengan selimut yang baru diantarkan oleh pelayan.
"Kami menonton film, dan menantuku yang menggemaskan ini tertidur." Ghina menjawab.
Adrian pun kembali duduk bersama teman-temannya. Dia menatap Flora begitu lekat.
"Kasus itu ..."
"Sama sekali belum ada kemajuan." Adrian langsung memotong perkataan mamanya.
"Adrian?"
Adrian menoleh pada mamanya.
"Jangan mengekang Flora, nak. Kamu tahu sendiri jika Tommy tidak pernah melarang Flora untuk melakukan apapun. Ini sulit baginya," ucap Ghina.
"Awalnya pernikahan ini hanya diinginkan oleh dirinya seorang. Seharusnya Flora menerima konsekuensinya," ucap Adrian.
"Apa? Kenapa kamu berbicara seperti itu?"
"Aku pecemburu," jawab Adrian dingin.
Ghina menghela nafasnya, dia menggeleng, tidak habis pikir dengan sikap anaknya yang benar-benar mirip dengan suaminya itu.
Wanita itu kembali mengelus lembut kepala Flora.
Crish mengamati wajah Flora dengan seksama. Dia bisa merasakan ketidaknyamanan Flora untuk beberapa alasan saat wanita itu berkunjung. Flora tidak suka di kantor Adrian, dan lebih menyukai rumah sakit.
"Aku benar-benar pengecut." batinnya. Dia menghela nafas dan mencoba mengalihkan pandang pada ponselnya.
Sementara itu Isvara menatap tidak suka pada wanita yang tertidur itu. Dia menoleh pada Adrian dan Crish. Kedua pria itu menatap Flora disela kesibukan mereka. "Seharusnya bukan ini yang terjadi," gumamnya.
Malam pun tiba.
Crish dan Isvara telah pulang.
Adrian menatap pada Flora yang makan di samping mamanya.
"Ma...." panggil Flora manja.
Ghina menoleh dan tersenyum gemas. "Kenapa, Flo sayang?"
Flora menatap Ghina dan mengarahkan bola matanya pada Adrian.
Ghina tersenyum dan mengangguk. "Oh ya, bagaimana perkembangan cabang? Pembangunannya sudah beres?" tanya Ghina pada Adrian.
Adrian mengangguk.
"Mama dan Flora ingin keluar besok. Kamu mau mengantar kami?" tanya Ghina. Flora memintanya untuk berbicara pada Adrian agar membiarkannya keluar kembali.
Adrian menoleh, lalu menatap istrinya yang melihatnya sekilas. "Aku sibuk. Kalian diantar Devis saja," jawab Adrian.
"Yes..." Flora menggoyang kakinya yang menggantung karena senang.
"Selesaikan makan kalian dengan baik," ucap Adrian datar.
Makan malam pun usai.
Flora menyelesaikan urusannya di kamar mandi dan mengoleskan krim di wajah, kaki, dan tangannya.
"Minum," ucap Adrian meletakkan segelas susu di meja rias itu.
Flora menatap suaminya lalu menatap gelas itu. "Kamu tidak memasukkan sesuatu di dalamnya, kan?" tanya Flora.
"Tidak. Jika aku ingin membunuh, aku langsung menembak atau menusuk jantung korban ku," jawab Adrian membuat Flora bergidik ngeri.
Flora pun meraih susu itu dan meneguknya sampai habis. "Susu apa ini? Rasanya berbeda dari yang biasa," tanya Flora.
"Persiapan hamil," jawab Adrian.
"Apa?!" pekik wanita itu. "Kenapa kamu memberikan ku susu ini? Aku tidak mau hamil!"
"Kenapa?" tanya Adrian santai.
"Kenapa?! Kamu sudah gila Adrian! Kita akan bercerai tahun depan."
"Kamu tidak mau menjadi seorang ibu, ya?" Adrian duduk di samping Flora.
"Tidak! Aku tidak mau berjalan sejauh itu. Jikapun sesuatu yang tidak bisa ku hindari terjadi, apa kamu tahu apa yang akan terjadi saat aku hamil?" Flora menatap marah pria itu.
Adrian menggeleng santai.
"Tubuhku lemah, kandungan ku akan lemah, aku akan mewarisi penyakit ku pada anak ku, bahkan salah satu dari kami akan mati, atau mungkin kami!" ujar Flora.
"Tapi itu adalah satu-satunya cara agar kita tidak bercerai. Aku tidak peduli, selama kamu ada di sisiku." batin Adrian.
"Jangan buru-buru dulu. Ini hanya persiapan, kita akan melakukannya saat kesehatan mu mulai membaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...