Manik gelap dengan tatapan tajam itu menyelidik wajah Flora yang tertidur. Adrian menepuk pelan bahu Flora namun wanita itu tidak merespon.
Dia pun bangun. Dengan segera Adrian mengganti pakaiannya, kemudian pergi ke luar di tengah malam itu.
Mobil hitam itu berhenti di sebuah apartemen mewah. Dia memasuki salah satu ruangan.
Adrian masuk dan menekan sakelar lampu. Cahayanya mulai menerangi ruangan itu.
Dia mulai mencari sesuatu di kamar itu. Kamar yang mungkin pernah dihuni oleh seorang perempuan, hal ini terbukti dari beberapa peralatan seperti jepit rambut, pita, dress, sepatu dan peralatan menyulam. Sulaman mawar putih yang belum selesai itu tergeletak diatas meja dengan noda merah yang mengering.
Sementara di sebuah kamar mewah, seorang perempuan meminum wine-nya dengan tenang. Senyuman di bibir dengan lipstik merah itu tertarik sempurna. “Bodoh,” ucapnya.
--o0o--
Setelah menyelesaikan makan siangnya, Flora berbalik karena suara derap langkah yang begitu dia kenali.
Flora menatap suaminya yang hilang kabar selama dua hari. Pria itu meninggalkannya saat tidur, sementara Flora sendiri tidak dibiarkan kemanapun.
“Adrian, dari mana sa ....”
Adrian terlihat acuh dan langsung menaiki anak tangga.
Flora menatap punggung suaminya. Dia tidak melakukan kesalahan, dia menjaminnya. Lantas mengapa pria itu terlihat marah?
“Tuan Adrian sedang banyak pekerjaan, nyonya. Sebaiknya nyonya Flora meminum obat dan segera beristirahat,” ujar Sisky pada Flora yang murung.
Flora menerima obat itu dan meminumnya.
Dia menatap Sisky yang setia menemaninya. “Bi, bisakah bibi berbicara pada Adrian agar membiarkan ku kembali bekerja di rumah sakit?” tanya Flora dengan manja.
“Maaf, saya tidak bisa, nyonya Flora. Selain saya tidak punya hak untuk itu, keputusan tuan Adrian baik untuk keselamatan dan kesehatan nyonya.” Sisky menolak dengan segera.
“Tapi aku bosan di sini, aku bisa gila. Tolonglah, bi.”
“Bagaimana jika nyonya Flora menyulam saja?” tanya Sisky.
“Peralatan sulam ku sudah hilang beberapa hari yang lalu. Aku lupa meninggalkannya dimana,” ujar wanita itu tidak bersemangat, padahal dia sudah berusaha melakukannya.
“Apa yang nyonya sukai selain itu?” tanya Sisky.
“Tidur dan menonton film. Tapi aku sudah bosan,” jawab Flora mendengus malas.
Sisky tersenyum. “Bagaimana jika melukis, nyonya?”
Flora menggeleng.
“Merajut?”
Flora kembali menggeleng.
“Membaca? Berkebun?”
Wanita itu kembali menggeleng, membuat rambutnya yang terurai bergerak ke kiri dan ke kanan.
Sisky berfikir. “Memasak?” tanyanya.
Flora mengangguk. “Ajari aku, boleh bi?” Dia tersenyum penuh antusias. Wanita ini lebih sering membeli makanan daripada memasak. Dia hanya tahu cara merebus telur dan mie.
Sisky setuju. Dia pun mengajak wanita itu ke dapur. Para pengawal kian berjaga karena was-was, takut pula tuannya akan menyodorkan senjata dari belakang karena tidak becus menjaga nyonyanya.
Sore pun tiba.
Makanan yang Flora masak banyak yang gagal. Hanya satu yang bisa dimakan, yaitu brownies coklat yang dipanggang terlalu lama dan kurang manis.
Sisky menatap nyonyanya yang kelelahan itu. Wanita itu masih bersemangat mencoba membuat yang lain, yaitu telur rebus yang akan dia goreng ulang dan diberi sambal.
Saat Flora mulai menumis, dia berlari menghindari minyak ke belakang Sisky. “Kenapa masih begini?” gerutunya.
Sisky tertawa kecil. Dia pun membantu wanita itu, meski sang juru masak dan beberapa pelayan disana mulai panik, karena jam makan malam akan tiba dan mereka belum memasak apapun.
Sisky menakar garam, dan membiarkan Flora yang menuang dan mencampurnya.
Setelah masakannya jadi, Flora menyusunnya di meja makan. Ada sayur sup, telur goreng, dan brownies cokelat kering yang kurang manis.
Flora tersenyum dan menepuk tangannya sendiri. “Bi, jaga ya... Aku akan memanggil Adrian.” Flora langsung berlari.
Para pekerja di sana khawatir. “Nyonya, jangan berlari!” Namun semua itu sia-sia. Flora begitu bersemangat sampai lupa bahwa jantungnya lemah.
“Adrian?” Flora membuka pintu kamar dan tidak menemukan suaminya.
Dia pun mencari ke kamar mandi dan balkon. Merasa bahwa suaminya tidak di kamar besar itu, Flora memutuskan untuk ke ruang kerja Adrian saja.
Flora mengetuk pintu. Dia mendorong pelan pintu yang tidak tertutup rapat itu.
“Hey... Ayo makan, aku memasak untuk kali pertama,” ucapnya berbisik pelan.
Adrian menoleh. Dia menutup laptopnya dan melipat tangan, pria itu menatap Flora yang tersenyum dan sedikit mengintip dibalik pintu.
“Apa aku mengizinkan mu untuk melakukan semua itu?” tanya Adrian dingin.
Flora memanyunkan bibirnya dan menggeleng. “Aku menghancurkan dapur mu atau biarkan aku ke rumah sakit, pilih yang mana?”
Adrian menyipitkan matanya. Sudut bibirnya tertarik menampilkan senyuman remeh.
“Ayolah, Adrian! Kamu tidak penasaran dengan masakan ku? Kamu adalah pria pertama... Eh, maksudku orang pertama yang akan mencicipinya. Aku bahkan tidak berani mencobanya lagi karena takut kecewa,” ucap Flora.
“Kemari, jemput aku," kata Adrian.
Flora menggeleng kesal. Tapi dia begitu bersemangat untuk memamerkan hasil kerja kerasnya. Dia pun menghampiri suaminya.
“Duduk di sini dulu,” ucap Adrian seraya menepuk pahanya.
“Kenapa? Kamu ingin mencium ku, ya? Aku tidak mau.” Flora menggeleng.
“Dari mana kamu tahu?”
“Dari film. Setelah mencium ku, kamu akan meminta lebih, kan?” Flora menatap pria itu penuh curiga.
Adrian tertawa kecil. “Tumben kamu pintar. Tapi aku tidak akan menyentuh mu jika kamu tidak setuju. Aku pernah mengatakan itu, kan? Aku tidak ingin menyakiti perasaan mu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...