Tommy memeluk erat putrinya dan membiarkan wanita itu masuk ke rumah sakit. Meski khawatir, dia pun percaya bahwa Flora bisa melewati semuanya dengan pengawasan aman tunangannya. Langkahnya berat, namun dia harus membiarkan buah hatinya menjadi mandiri sesuai permintaannya.
Flora berjalan menuju resepsionis dengan santai. Seminggu bekerja di sana, dia sudah terbiasa. Meski banyak orang yang memandang remeh dirinya, dia tidak terlalu peduli. Lagipula dirinya memiliki akses khusus karena keadaannya.
“Dokter Flora, bagaimana harimu?" tanya seorang pegawai.
Flora yang tidak biasa basa-basi membalas itu dengan senyuman manis dan anggukan kecil. Setelah mengabsen, dia pun pergi memeriksa keadaan para pasien di sana. Dia dikerjakan layaknya dokter magang yang baru. Benar-benar pekerjaan dasar, namun dibatasi agar tidak banyak beraktivitas.
“Hay, Flo! Kamu terlihat sangat cantik hari ini.” puji Sam menghampiri.
“Benarkah? Ayah yang membeli ini." Jawab Flora entah bagaimana. Namun dia merasa senang memamerkan pakaian yang dibelikan Tommy itu.
“Ya, sangat cantik!" Puji Windy ikut bergabung. Wanita didepannya memang terlihat cantik seperti biasanya.
Jam istirahat pun tiba.
Flora yang baru menyelesaikan pekerjaannya meminum susu kotak sembari berjalan ke resepsionis. Dia hendak meminta salinan data pasiennya.
Mata Flora tertuju pada seorang pria yang nampak mencurigakan. Sesekali pria itu berjalan sambil menelpon, kemudian mendekat pada siapa saja yang lewat.
Fokus Flora tertuju pada tangannya yang pelan-pelan meraba tas seorang wanita.
Flora tersenyum dan melemparkan kotak susu itu padanya. Pria itupun langsung menatapnya dengan panik.
Flora mengejarnya yang hendak pergi. Menahan tangan pria itu dan mengambil ponsel yang berhasil dia ambil.
Merasa tidak terima, pria itu hendak memukul namun ditahan oleh Flora. Wanita itu langsung memutar tangannya dan membantingnya ke lantai.
Semua orang terdiam sejenak karena terkejut. Kemudian disadarkan kembali oleh teriakan pemilik ponsel itu.
“Itu adalah ponselku! Pria itu mencurinya!”
Petugas keamanan pun langsung mengamankan pria itu.
Flora menepuk tangannya karena merasa lega. Dia berbalik dan menemukan semua orang menatapnya, termasuk Adrian, Crish, dan Isvara yang entah sejak kapan sudah berdiri di sana.
“Apa yang kamu lakukan, Flora? Di mana letak akal sehat mu, hah?! Itu berbahaya, dasar bodoh!" Adrian menghampiri Flora dan menatapnya tajam.
“Sudah beres. Apa yang kamu permasalahkan?" balas Flora bingung.
Tatapan tajam itu kian menghunus mendengarnya. Adrian langsung menarik Flora menuju mobilnya.
“Ku dengar, dokter Flora dan pak Adrian adalah tunangan. Pak Adrian pasti sangat khawatir.”
“Ya tentu saja! Lihat bagaimana Flora menghajar pria tadi? Flora pasti sedang kesurupan!”
“Jadi mereka sudah baikan? Terakhir mereka berdebat karena sesuatu.”
“Bukankah mereka sudah menikah?”
“Itu benar-benar Flora, ’kan?" Isvara ikut bersuara di hiruk pikuk kebingungan itu.
Sementara itu Flora berusaha menepis Adrian yang masih diam dan menyeretnya ke mobil.
“Lepaskan! Apa kamu sudah gila?" Flora berusaha namun sia-sia. Adrian begitu kuat, dia benar-benar tidak bisa melawannya.
Adrian mendorong Flora ke mobil dan memasang paksa sabuk pengaman. Dia pun ikut masuk dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“Hei, berhenti! Kamu mendengar ku? Berhenti, Adrian!”
Adrian menginjak rem dengan tiba-tiba. Tangannya menahan tubuh Flora yang terguncang tanpa menoleh. Rahangnya masih mengeras meredam marah, dia pun kembali melajukan mobilnya dengan emosinya.
Mereka pun tiba di Raeheorms Company. Adrian menatap Flora yang menatapnya bingung dan takut.
Tanpa mengatakan apapun, Adrian membawa Flora masuk ke ruangannya.
“Kenapa membawaku ke sini?" tanya Flora marah saat Adrian melepaskan cengkeramannya.
Adrian masih diam.
“Kamu berhasil, Flora! Selamat! Ini yang kamu mau, kan? Melihat kemarahan ku?!”
“Apa?” Flora bingung.
“Kamu tidak bisa lagi bekerja di rumah sakit!" Tegas Adrian.
“Apa?! Kamu tidak berhak mengatur ku!”
“Kamu yang membuat ku seperti inj, Flora! Dimana akal sehatmu?!" Suara Adrian menggelegar mengisi ruangannya.
Flora menatap takut pria itu. Dia belum pernah mendapatkan bentakan seperti itu sebelumnya.
“Duduk dan menurut lah, Flora!" Tegas Adrian.
Flora langsung menyeka airmatanya yang mengalir tiba-tiba. Dia pun bingung mengapa dia merasakan emosi itu.
“Lihat? Kamu benar-benar menguji ku!" Adrian mendengus kesal. Dia hendak menyeka air mata Flora, namun langsung ditepis.
“Aku ingin pulang," ucap Flora.
“Kamu tidak bisa pulang, Flora! Tidak sekarang!” Adrian membawa Flora untuk duduk di sofa.
Tiba-tiba Flora merasakan ngilu di dadanya. Jantungnya berdegup kencang seolah sedang berlari kencang dan memacunya untuk bekerja cepat. Flora menekan dadanya dan memejamkan matanya. “Apa ini hukuman karena aku sudah mengacau?" batinnya.
“Kamu baik-baik saja? Jantungmu kumat lagi?” Adrian langsung mengambil obat Flora dari laci meja kerjanya. Persediaan obat Flora nampak lengkap di sana.
“Minumlah ini. Cepat," ucapnya khawatir.
“Tidak perlu." Tolak Flora. Dia mencoba menenangkan pernafasannya dan menenangkan dirinya yang sempat panik.
“Aku akan ketergantungan dengan obat berdosis tinggi itu. Lagipula jika aku mati, pasti Adrian dan Isvara akan berakhir bahagia. Mungkin itu adalah jalan pulang ku." Batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...