Rapat itu telah selesai.
Adrian membalas tatapan tajam Elang yang seolah mengajaknya untuk adu kekuatan, tatapan menantang yang seolah mengajaknya bertarung di atas ring.
Semuanya berangsur-angsur pergi. Sebagai tuan rumah rapat kedua itu, Adrian mengantar mereka keluar ruang rapat.
Diantara para petinggi itu, Elang menghentikan langkahnya dan menatap Adrian. “Jika masih ingin menunda, aku menunggu Flora. Aku mau jujur saja karena tidak ingin merusak persahabatan kita," ucapnya dan langsung pergi.
Rahang pria itu mengeras. Kepalan tangannya di layangkan pada pintu meeting room. Adrian begitu terbakar mendengar perkataan Elang.
Crish yang berdiri di samping Adrian tersenyum miring. Dia langsung kembali ke ruang rapat itu untuk mengambil barang-barangnya sebelum pergi.
Tidak ingin berlarut dalam kemarahan, Adrian langsung bergegas menjemput Flora.
“Aku ikut. Mobilku lagi di bengkel,” ujar Isvara mengikuti Adrian.
Satu jam kemudian.
Mobil Adrian berhenti tepat di depan rumah sakit. Biasanya pria itu diantar oleh supirnya, tapi akhir-akhir ini dia suka mengendarai mobil seorang diri.
Setelah mengantar Isvara yang pemaksa, dia pun menjemput Flora.
Dia memasuki rumah sakit. Orang-orang disana pun mulai memberi hormat pada pria itu.
“Selamat sore, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Dio langsung menghampirinya. Dia takut pria itu marah karena kejadian kemarin.
“Dimana tunangan ku?” tanya Adrian.
“Oh, Flora sedang mengikuti rapat operasi," jawab Dio.
“Apa? Kenapa kamu membiarkannya? Sudah kubilang untuk membatasi kegiatannya, bukan?!”
“Maaf tuan. Flora ikut karena penasaran dengan kasus operasi besar itu. Dia tidak akan ikut andil dalam operasi,” ucap Dio segera.
“Aku ingin kamu memanggil hormat wanitaku. Beritahu Flora aku menunggu di parkiran," ucap Adrian. Dia malas memasuki rumah sakit karena pasti akan banyak pekerjaan yang menunggunya. Sebenarnya papanya terlalu berlebihan dengan memberikan semua perusahaan dan rumah sakit ditangani seorang diri oleh Adrian.
Adrian pun duduk di kursi taman parkiran.
Setelah lima belas menit, Flora menghampiri pria itu.
“Maaf aku lama. Sebelumnya aku sudah bilang jika kamu tidak perlu menjemput ku. Aku bisa pulang sendiri,” ucap Flora.
Adrian menatap Flora yang sudah berdiri di depannya. Terlalu gengsi untuk memeluknya, dia menahan diri dan langsung bergerak menuju mobilnya. Entah mengapa tiba-tiba ada dorongan yang membuatnya ingin memeluk tubuh wanita itu dengan erat.
Flora mengikuti Adrian dari belakang.
“Ingin singgah di suatu tempat?” tanya Adrian setelah mereka masuk ke mobil.
Flora menoleh dan menggeleng. Dia sebenarnya terlalu memikirkan keadaan seorang pasien yang akan dioperasi dalam seminggu lagi. Sebelumnya, dia sudah pernah menangani kasus seperti itu.
“Bagaimana dengan restoran di dekat danau itu? Sudah lama kita tidak ke sana,” ucap Adrian.
“Tidak,” jawab Flora. Dia tahu tempat itu adalah tempat dimana orangtua mereka menjodohkan Adrian dan Flora, lalu akhirnya bertunangan.
Adrian kesal mendengar penolakan itu. Dia menoleh sekilas pada Flora yang diam menatap lipstik di dashboard.
“Sepertinya itu lipstik Isvara. Mungkin tertinggal tadi,” ucap Adrian kemudian. Dia membawa mobil dengan pelan agar bisa menatap Flora.
Flora mengangguk dan kemudian mengambilnya. “Warnanya bagus. Dibeli dari mana?” tanya Flora.
Adrian langsung menginjak rem. Bukan itu respon yang ingin dia dengar. Dia ingin Flora marah dan cemburu padanya.
“Flora! Kenapa kamu bermain-main dengan perasaan ku, hah?!” Ucapnya. Pria itu menatap tajam manik Flora.
Flora mengerutkan keningnya karena tidak mengerti. Bukankah dia yang bermain-main dengan perasaan Flora?
“Apa yang salah dengan mu?”
Adrian menghela nafasnya. Dia tidak ingin membuat Flora takut pada kemarahannya seperti dulu lagi.
“Kita ke restoran itu dulu. Ku rasa pikiranku kacau karena lapar,” ucap Adrian.
Mereka pun tiba di sebuah restoran dengan bangunan kuno bernuansa putih. Tempat ini memang memberikan kesan romantis bagi para pengunjung.
Adrian menggandeng pinggang Flora dan membawanya masuk.
Sesaat kemudian, hidangan mereka pun datang, dan mereka mulai makan.
Flora tersenyum. Dia teringat bahwa di tempat ini, Adrian menolaknya dengan tegas.
“Tidak ma, pa! Adrian tidak mau menikah dengan Flora! Dia penyakitan dan Adrian tidak mencintainya.”
Flora yang baru tiba menatap pria itu. Beruntung sang ayah masih di luar, jadi dia tidak akan menampar Adrian. Dia begitu mencintai Adrian sejak dulu.
“Adrian! Sekali saja kamu mendengar permintaan mama dan papa! Flora begitu baik dan penuh kasih. Mama tidak mau tahu, dia yang akan menjadi menantu mama!”
“Dan Adrian, perkataan mu kasar. Bagaimana jika Flora mendengarnya?”
Namun nyatanya Flora disana mendengar semua itu. Adrian terpaksa menerima semuanya, dan tersiksalah perasaan Flora yang mencintai sepihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...