Ephemeral Love 31

32.2K 1.7K 30
                                    


Adrian mendorong pelan pintu kamar bewarna putih itu. Dia terdiam menatap Flora yang membelakanginya. Tersambung selang infus di tangan kirinya. Tersadar lah Adrian, bahwa Flora kesakitan dan menekan dadanya setelah dia mengasarinya kemarin.

Adrian kembali menutup pintu dan mendekati Flora. Dia meletakkan makanan itu di nakas dan duduk di ujung ranjang.

Pria itu mengamati wajah Flora dengan seksama. “Flo? Bangun dan makan lah,” ucapnya.

Tangan Adrian terulur untuk mengelus wajah Flora yang tidur dengan tenang. “Flora, bangun.” Dia menepuk wajah Flora.

“Nghh... aku tidak lapar,” ucap Flora dengan mata yang terpejam.

“Makanlah, Flo. Kamu juga harus meminum obat mu,” ucap Adrian.

Flora langsung bangun setelah sadar suara siapa itu. Dia langsung menjauh ke ujung kasur dan menatap pria itu takut-takut.

Kejadian kemarin masih membuatnya takut pada Adrian. Dan satu hal yang Flora sadari, semakin dia memberontak maka jantung dan tubuhnya menjadi lemah.

Adrian menarik kaki Flora agar mereka lebih dekat. Kemudian pria itu mengambil air dan memberinya pada Flora. “Minumlah lebih dahulu,” ujarnya.

Flora menoleh sebentar, kemudian menerima gelas itu.

“Apa masih sakit? Kita ke rumah sakit saja, ya?”

Flora menatap Adrian yang hendak menyuapinya. “Dokter Yogi sudah ke sini. Aku baik-baik saja,” balas Flora.

“Biarkan aku yang melakukannya,” ucap Adrian saat Flora menolak bantuannya. Dia pun menyodorkan sendok berisi makanan itu dan menunggu Flora memakannya.

Flora mendekat dan membuka mulutnya, kemudian dia memakan makanan itu.

“Kamu sudah sarapan pagi juga, kan?” tanya Adrian.

Flora mengangguk. Dia menerima suapan selanjutnya. “Kamu tidak akan mencium ku lagi, kan?” tanya Flora dengan mulut yang dipenuhi makanan itu.

Adrian tersenyum simpul, lalu menatap Flora dengan lekat. “Tergantung,” ucapnya.

“Tergantung apanya? Kamu kasar sekali,” gumam Flora membuang pandang.

Adrian meraih wajah Flora. Dia mengelus ujung bibir Flora yang masih memerah karena bekas gigitannya itu. Dia semakin mendekat dan mencium bibirnya sekilas.  “Jika kamu menurut, aku akan lembut.”


Flora langsung membuang pandangannya kembali. Wajahnya mulai memerah karena tersipu. Dia mulai bingung dengan perasaannya sendiri. Wanita itu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, seolah ada jiwa lain yang menguasai hati dan perasaannya.

“Bagaimana bisa kamu membalikkan tubuh Rendy? Ini juga bukan kali pertama aku melihat mu membanting tubuh seseorang.” tanya Adrian. “Buka mulutmu,” ucapnya lagi saat Flora masih membuang pandangannya.

Wanita itu pun menurut dan menerima suapan itu.

“Walaupun kamu berhasil melakukan itu, bukan berarti kamu bisa menerobos saat terjadi sesuatu seperti kemarin. Itu berbahaya! Bagaimana jika pelaku masih di sana, dan dia langsung menyerang mu? Apa kamu sadar jika ...”

Adrian menghela nafasnya. Dia menatap Flora yang terdiam menatapnya dan berhenti mengunyah. Adrian mendekat dan menekan pipi bengkak itu. “Maaf,” ucapnya.

Flora melotot. Bola matanya membulat sempurna.

“Makan dengan baik, aku ingin mengangkat telepon dulu.” Adrian meraih ponselnya yang berdering dan keluar dari kamar Flora.

“Apa yang terjadi? Astaga, kenapa dengan diriku?” Flora menekan dadanya. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat kali ini. Dia pun langsung menyelesaikan makannya dan meminum obat.

Beberapa menit kemudian, Adrian kembali masuk. Dia melihat Flora yang sudah menyelesaikan makan siangnya.

“Obat mu?” tanyanya.

“Sudah.”

Pria itu menoleh pada cairan infus yang menggantung itu. Hanya sisa sedikit, diperkirakan akan habis dalam tiga puluh sampai empat puluh menit lagi.

“Ingin keluar?” tanya Adrian.

Flora mengangkat salah satu alisnya menyelidik pria itu. Sikapnya benar-benar berbanding terbalik dari kemarin. “Tidak. Aku ingin tidur sepanjang hari,” jawab Flora malas.

“Tidur sepanjang hari tidak baik untuk mu. Kamu harus beraktivitas aktif, namun bukan aktivitas berat. Kita ke danau saja sore nanti,” ujar Adrian.

“Aku malas. Kamu akan menakut-nakuti ku dan meninggalkan ku, kan? Itu pernah terjadi jika kamu lupa,” balas Flora.

Adrian menatap Flora. Ya, dia memang selalu mengacuhkan Flora. Tapi kali ini berbeda, dia tidak ingin meninggalkan Flora.

Adrian menggeleng singkat.

“Kalau begitu aku mau. Tapi kita harus pulang sebelum gelap,” ucap Flora.

“Iya,” angguk Adrian setuju.

EPHEMERAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang