“Adrian, pulang lah!” ucap Flora pada pria yang dengan santainya berbaring di kasur miliknya.
“Aku ingin di sini. Kenapa kamu mengusir calon suami mu?” tanya Adrian menoleh sekilas. Lalu dia kembali memerengkan tubuhnya seraya memainkan ponselnya.
“Kita tidak akan menikah, Adrian! Pulang lah,” kesal Flora.
“Kita akan menikah. Kemarin kamu menyetujuinya,” ujar Adrian malas berdebat.
“Tidak, aku menolaknya.”
“Setelahnya, orang tua kita setuju. Lagipula ini yang kamu tunggu-tunggu selama lima tahun,” balas Adrian segera. Dia menarik selimut dan menutup tubuhnya.
“Yang benar saja, Adrian! Itu Flora yang lama, bukan Flora aku!”
Adrian bangun. Dia menatap Flora dari atas sampai bawah. Kemudian pandangannya tertuju pada jemari kaki Flora yang tidak tertutup oleh sandal berbulu itu.
“Mm, kamu tidak mengecat kuku kakimu lagi. Kenapa?” tanyanya.
“Wah! Ternyata seorang Adrian memperhatikan Flora. Siapa yang menyangka itu? Aku tidak punya waktu untuk mengecatnya!” kesal Flora. Dia yang benar-benar pendiam menjadi banyak bicara akhir-akhir ini.
“Ya, aku memperhatikan mu. Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan semua itu, tapi aku juga suka warna kuku natural mu.” ucap pria itu.
“Jagan bicara dan melihat ku begitu! Kamu terlihat seperti terobsesi dengan kakiku,” ucap Flora semakin kesal.
“Sebenarnya bukan kakimu saja. Aku terobsesi dengan yang lainnya,” ujar Adrian santai.
“Apa?”
“Karena aku sudah melihat semuanya, jadi aku suka semua.”
“Apa?” Flora langsung over thinking.
“Kamu benar-benar penakut, Flo. Padahal dengan mudahnya kamu mengatakan bahwa dirimu milikku sepenuhnya. Dasar penggoda!” Ucap Adrian. Dia kembali berbaring nyaman dan menarik selimut itu sampai ke lehernya.
“Dan tentang saranmu dulu, aku juga menyukai pernikahan outdoor. Mereka setuju kita menikah di pinggir pantai. Semoga saja tidak ada badai dan tsunami,” ucap Adrian.
“Hah?” Flora melongo.
Sebuah ingatan langsung terputar di kepalanya.
“Adrian, kamu ingin pernikahan seperti apa?” tanya Flora. Dia berdiri di samping Adrian yang sibuk dengan pekerjaannya.
“Kita tidak akan menikah.” balas pria itu dingin.
“Mm..., di pantai. Ayo menikah di pantai!” ucap Flora bersemangat.
Adrian meletakkan kasar berkas yang dia periksa ke meja.
“Kita tidak akan menikah. Kalaupun dunia memaksa kita akan menikah, ku harap terjadi tsunami di pernikahan kita agar aku tidak terikat padamu!”
Flora menatap Adrian yang marah, kemudian kembali tersenyum menutupi hatinya yang sakit.
“Kita kan bisa melihat perkiraan cuaca dan mencari tanggal yang tepat. Soal tsunami, kita bisa cari lokasi yang lebih tinggi nantinya.”
Adrian mengusap wajahnya kasar. “Aku ada rapat. Pulang dan jangan datang lagi! Cari kesibukan mu sendiri!”
Flora menggeleng.
Dia pun duduk di ujung kasur dan menatap Adrian.
“Kamu tidak mau pulang? Bagaimana jika di tengah malam aku mencekik dan membunuh mu?” tanya Flora.
“Lakukan saja jika kamu bisa,” jawab Adrian tanpa menoleh.
“Sepertinya aku harus membuat pria ini kesal,” batin Flora.
Dia pun langsung masuk ke selimut dan memeluk Adrian dari belakang. “Jika kamu tidak pergi, aku akan melakukan sesuatu padamu,” ucap Flora.
Adrian tersenyum miring dan tidak menanggapi. Dia masih fokus dengan urusannya di ponsel.
“Aku serius, Adrian!”
“Lakukan saja. Atau kamu ingin aku yang melepaskan pakaian ku sendiri?” balas Adrian.
Flora malah panik. Dia langsung menjauh.
Adrian pun berbalik.
“Tidurlah, Flo. Aku mengantuk,” ucap Adrian.
“Tidak mau!”
“Sttt... Om Tommy bisa terjaga nantinya. Kemari, Flora sayang,” ucap Adrian lembut.
Flora terkejut mendengarnya. Dia menatap pria itu dengan serius.
“Adrian, bertingkah laku lah seperti biasanya. Kamu tidak perlu sungkan-sungkan menolak perjodohan ini. Kembalilah pada wanita yang kamu cintai itu. Aku sudah tidak terlalu memikirkannya,” ucap Flora.
Pria itu menatap Flora. Dia pun bangun. “Apa maksud mu?”
“Aku tidak terlalu memikirkan pernikahan kita. Aku tidak akan menghalangi mu dengan wanita yang kamu cintai itu. Aku ingin pulang lebih cepat,” jawab Flora.
“Jadi kamu tidak menginginkan hubungan kita lagi?”
Flora bangun. Dia duduk dan membalas tatapan tajam itu. “Ya, aku tidak mau.”
Adrian mengangguk sekali. Dia pun beranjak pergi.
“Hey, tunggu!” Flora memanggilnya.
“Jangan harap kembali pada ku lagi, Flora. Kamu tidak punya hak apapun mulai sekarang ini. Jangan pernah menemui ku lagi! Ingat ini, aku membencimu!” Adrian pun langsung pergi dari sana.
Flora terdiam. Dia menunduk karena ucapan pria itu. Entah mengapa dia mulai merasa bersalah pada dirinya sendiri yang selama ini berjuang mati-matian untuk mendapatkan perhatian Adrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...