Ephemeral Love 64

22.8K 1.2K 17
                                    

Adrian tiba di ruangan Flora. Dia menghampiri Flora yang masih menutup mata itu.

“Ada apa, ma?” tanya Adrian.

“Ah, itu... dokter Yogi datang untuk memeriksa barusan. Tidak ada peningkatan dari sebelumnya, jadi Flora kehilangan kesadarannya lagi. Kami sudah berusaha membangunkannya,” ucap Ghina.

Adrian duduk lemas. Dia memegang tangan Flora dan menciumnya. “Tadi kan sudah bangun, sayang. Kenapa tidur lagi?”

“Flora punya jiwa yang kuat. Hanya kasusnya yang bisa dilewati begini, bahkan umur yang sudah diperkirakan bisa Flora lewati. Mama yakin Flora akan baik-baik saja,” ucap Ghina menenangkan putranya.

“Adrian juga percaya, ma. Mama istirahat saja, biarkan aku yang berjaga.”

Ghina pun mengangguk. Dia keruangan lainnya yang hanya dibatasi oleh sekak itu, dari sana dia masih bisa mendengar semuanya.

“Aku berjanji untuk selalu bersama mu. Jika kamu memilih pergi lebih dahulu, aku akan menyusul mu dengan segera. Tapi ku mohon, buka matamu, biarkan aku mendengarkan suaramu lagi. Flo, aku membutuhkanmu.... Aku membutuhkanmu, sayang. Bangunlah.”

Adrian menghela nafasnya.

“Flo... apa kamu tahu jika sebenarnya kamu dan Isvara bersaudara? Tante Rumy menipu ayah,” ujar Adrian.

“Lalu dia selalu mengatakan bahwa kamu merebut miliknya, padahal jelas-jelas dia yang ingin merebut milikmu. Aku mulai curiga padanya, Flo.

Tidak masalah, aku akan mengawasinya agar tidak memunculkan diri dihadapan mu. Kamu pasti akan sangat terpukul dengan semua fakta itu.”

Adrian meraih ponsel Flora di atas nakas. Dia membukanya dan mulai menggulir layar ponsel itu. Setelah beberapa saat, dia mengembalikannya.

Adrian naik ke ranjang dan memeluk tubuh wanita itu. Dia nampak berpikir serius sembari mengelus kepala Flora.

“Flo... jika dipikir-pikir aku sudah siap punya anak. Jika kamu tidak mau, kita mengadopsinya saja. Aku yakin kita akan menjadi orang tua yang baik,” ucap Adrian. Dia mencium kening Flora dan memejamkan matanya.

--o0o--

Siang ini hari begitu mendung, awan kelabu menutupi sang mentari. Kemungkinan hujan deras akan turun dalam waktu yang lama.

Adrian memasuki ruangan dimana istrinya dirawat. Dia mengerutkan keningnya saat mamanya dan Helma menyusun banyak bunga di ruangan itu.

“Ada apa ini?” tanyanya.

Kedua wanita itu menoleh. Namun keduanya kembali sibuk saat ada yang mengetuk pintu. Mereka berjalan menuju pintu dan mengambil barang yang mereka pesan.

Adrian kembali mengerutkan keningnya. Balon dan kue?

Adrian terdiam. Dia mengutuki dirinya yang bodoh dan selalu mengacuhkan Flora.

“Papa kamu lagi di luar negeri, Tommy sedang sibuk dan baru bisa datang nanti malam. Ayo, kita saja yang merayakan,” ujar Ghina.

Adrian menoleh ke istrinya dan langsung memeluknya. “Flo... Maaf, aku lupa. Aku tidak ingat jika hari ini adalah ulang tahun mu. Maaf karena ulangtahun mu harus begini, bangunlah dan tiup lilinnya, sayang.”

Adrian menangis sesegukan. Tubuhnya gemetar menahan semua kesesakan itu. Dia menunjukkan sisi terlemahnya. Pria arogan dan pemarah itu benar-benar berbeda saat ini.

Ghina menghampiri putranya dan mengelus punggung pria itu. “Tegar lah untuk istri mu. Dia akan bangun, kita doakan saja. Kemarin Flora sudah bangun, mama tahu itu akan terjadi lagi.”

Mereka pun berkumpul di sana. Adrian menggenggam tangan Flora sembari menutup matanya. Dia mengutarakan semua harapannya akan keselamatan dan kesembuhan wanita itu. “Aku berharap selalu bisa bersamamu,” pinta Adrian penuh harap.

Siang berganti menjadi sore yang dingin. Benar saja jika langit akan menangis hari ini. Gemuruh pun terdengar diantara rintik yang mulai membasahi bumi.

Adrian terkejut saat pintu tiba-tiba terbuka. “Bisa kah kamu mengetuk pintu terlebih dahulu?” ucapnya pada Crish.

Crish menoleh pada Adrian lalu menatap Flora. Pria itu menghela nafasnya. “Ayo, pembunuh sialan itu memberi sinyal lagi,” ujar Crish.

“Dimana?”

“Terjadi ledakan di perusahaan cabang, Adrian.” Crish menoleh pada Adrian dengan tatapan serius.

“Sialan! Aku akan menelepon mama untuk ke sini, pergilah lebih dulu,” ujar Adrian langsung menelpon mamanya.

“Bagaimana dengan Isvara?” tanya Adrian. Tentu mereka mencurigai wanita itu untuk berbagai alasan.

“Dia di sini, polisi yang Amos utus untuk mengawasinya mengatakan jika Isvara sedang merawat ibunya.”

“Sudah membuktikannya?” tanya Adrian dan pria itu mengangguk yakin.

Crish pun pergi lebih dahulu, sementara dia masih menunggu mamanya. Adrian tidak akan meninggalkan istrinya seorang diri walau dengan semua pengawasan itu.

Tidak lama setelah itu, Ghina datang.

“Ma, jaga Flora untuk ku. Jangan biarkan siapapun masuk tanpa sepengetahuan ku, dan beritahu jika terjadi sesuatu.”

“Baik, Adrian. Hati-hati, nak.” Ghina setuju. Sebenarnya dia baru tiba di rumah, namun karena panggilan itu dia langsung kembali ke rumah sakit.

Adrian pun langsung pergi ke lokasi kejadian.

Setibanya dia di sana, dia melihat polisi dan pemadam kebakaran yang sedang sibuk itu. Para pegawainya sedang di rawat, dan beberapa dilarikan ke rumah sakit.

“Kenapa apinya belum padam? Bagaimana kinerja kalian, ini?! Apa masih ada yang di dalam? Semua sudah dibawa keluar dan ke rumah sakit, kan?”

Crish mengangguk. “Amos dan yang lainnya sudah masuk ke dalam untuk memeriksa. Kemungkinan penyebabnya hal yang sama, dan merupakan pelaku pembunuhan itu.”

Api pun mulai padam. Adrian dan Crish menerobos masuk menghampiri Amos dan timnya yang sedang sibuk di sana.

Amos membuka kotak anti panas itu, dan mengambil sebuah kertas di dalamnya dengan pengapit.

Dia membukanya. Sangat lucu jika aku menyerahkan diri begitu saja. Aku baru mulai. Aku akan menghancurkan semua yang sudah berani mengusik kehidupan ku.

Adrian mengerutkan keningnya. “Dia benar-benar psikopat! Bagaimana bisa dia bermain dengan banyak nyawa?!” Adrian meremas kertas itu dengan nafas yang memburu.

“Sudah jelas, Adrian. Pembunuh gila ini ingin menghancurkan mu, ini masuk akal saat dia mencoba meniru penampilan Flora. Dia ingin menjatuhkan mu,” ucap Crish.

“Apa kalian sudah memeriksa sekitar?” tanya Adrian. Suaranya meninggi menunjukkan kemarahannya.

“Sudah, tuan. Ada sekitar empat orang pria yang mencurigakan di sekitar lokasi sebelum dan sesudah kejadian. Rekaman cctv masih sedang dalam perbaikan," ujar salah satu polisi di sana.

“Interograsi mereka dengan segera!”

===========
Hy Ezeng, ini Tania Ssi.

Terimakasih sudah mampir dan meluangkan waktu untuk membaca Ephemeral Love yang terbilang bermain dengan perasaan pembaca. Wkwkw maaf jika kalian kesal, author suka aja Ezeng semua terbawa suasana dengan ceritanya. Apalagi menuangkan emosi, asumsi, dll di kolom komentar. Tapi jangan begaduh seperti kemarin yaa ㅠㅠ

Ephemeral Love sendiri akan tamat sebentar lagi, yeyyy.... Btw ezeng sekalian tim sad or happy ending nih?

Dan... Love you Ezeng♡

EPHEMERAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang