Semua orang sedang menikmati hidangan makan malam. Beberapa dokter Raeheorms Hospital sedang menikmati waktu istirahatnya malam ini.
“Apa tuan Adrian tidak datang, dokter Flora?” tanya Dio.
Flora menoleh. “Tidak pak, dia sibuk,” jawab Flora.
Momen ini akan dirayakan selama dua hari, dalam rangka perayaan pencapaian mereka tahun ini. Bukan tanpa alasan mereka melakukannya, para dokter dibagi dua agar rumah sakit tetap bisa beroperasi seperti biasanya. Mereka akan bergantian melakukan kewajibannya.
Flora mencuri pandang saat semua orang kembali sibuk dengan obrolan mereka. Dia benar-benar tergiur dengan alkohol di depannya.
“Tidak!” Windy menepis tangan Flora sampai wanita itu meringis.
“Ada apa?” tanya dokter lainnya.
“Tidak... Tidak.” Flora tersenyum seraya menggeleng.
“Tidak ada alkohol, Flora. Apa yang kamu pikirkan? Jantung mu lemah!” Ujar Windy tegas.
Flora akhirnya mengangguk pasrah.
Sementara itu di kediaman Raeheorms, Adrian masih sibuk berkutik dengan pekerjaannya.
Sesekali dia melihat ponselnya, menunggu istrinya memberi kabar. Ini sudah jam sembilan malam, dan Flora samasekali belum memberi kabar. Wanita itu pergi sejak dua jam yang lalu.
Adrian meraih ponselnya yang berdering.
“Selamat malam, tuan. Acaranya belum selesai. Saya bertanya pada Bu Cleo bahwa kemungkinan besar kegiatannya selesai pada pukul sepuluh,” ucap seorang pengawal melapor pada Adrian.
“Jadi mereka sedang apa?” tanya Adrian.
“Sedang makan dan mengobrol, tuan. Nyonya Flora juga sedang makan.”
“Apa yang dia makan?”
“Makanan yang sama dengan yang lainnya. Tapi pak Dio meminta juru masak agar memperhatikan makanan nyonya sesuai perintah anda, tuan.”
“Baiklah. Beritahu Flora bahwa dia harus sudah tiba di rumah pukul sepuluh tepat.”
“Baik, tuan.”
Adrian mematikan ponselnya dan menutup laptopnya. Dia pun mengambil tabletnya kemudian berjalan menuju kamar.
Pria itu berjalan ke balkon dan melihat rekaman langsung itu. Dia benar-benar mengawasi istrinya.
Flora terlihat bahagia ketika mengobrol dengan Sam dan Windy. Dia turut senang meski sebenarnya tidak suka istrinya duduk berdekatan dengan pria lain.
“Apa aku terobsesi?” Adrian mengerutkan keningnya. Dia menggeleng dan langsung mematikan layar tablet itu.
Dia pun menatap bunga yang dia rawat itu. Dia meletakkannya di balkon sore tadi.
“Flora begitu bodoh. Kenapa dia tidak sadar jika ternyata selama ini aku cemburu?” Adrian menghela nafasnya.
Pukul sepuluh malam.
Adrian menatap mobil yang memasuki halaman luas itu dari balkon. Terlalu gengsi untuk menghampiri, dia akan menunggu istrinya saja.
Flora pun memasuki mansion. Dia berjalan menaiki anak tangga dan memasuki kamar.
“Aku pulang,” ucapnya.
“Mm.” Adrian berdehem singkat. Dia berjalan menuju kasur.
“Bersihkan dirimu dan ganti pakaian mu,” ujar Adrian.
“Iya.” Flora pun langsung masuk ke kamar mandi.
Setelah hampir dua puluh menit, pintu kamar mandi terbuka sedikit. “Adrian, bisakah kamu memutar tubuhmu? Aku lupa membawa piyama ku,” ucap Flora malu-malu.
Flora keluar saat Adrian bergerak. Tapi dia salah, Adrian justru berbalik untuk melihatnya. Pria itu melipat tangannya dan menatapnya santai.
“Aku bilang berbalik, Adrian!”
“Pakai piyama mu dan cepatlah!” ucap Adrian.
Flora langsung mengambil pakaiannya dari lemari, lalu bergerak cepat menuju kamar mandi.
Adrian menutup wajahnya dengan bantal. Dia menggerakkan kakinya dan bertingkah kegirangan, seperti anak gadis yang sedang diberi kecupan pertama. “Ternyata istri ku sangat cantik!” Dia berteriak dengan wajah yang ditutupi bantal itu.
Beberapa saat kemudian, Flora muncul dari kamar mandi. Dia bercermin sebentar untuk mengoleskan krim di wajah, lengan, juga di kakinya.
“Adrian, kenapa kamu tidak datang? Mereka menanyai mu tadi,” ujar Flora.
“Aku sibuk. Kemari lah dan jangan membuat ku menunggu,” balas Adrian.
Flora pun menghampiri suaminya dan berbaring di ranjang.
“Kenapa jauh? Kamu tidak ingin memelukku?”
“Kamu memelukku terlalu kuat, aku tidak bisa bernafas. Kamu pikir aku bantal?” ujar Flora.
“Itu karena kamu tidak membalas pelukan ku. Jika kamu membalasnya ...” Adrian langsung memeluk Flora dengan erat. “... Aku akan mengendurkan pelukan ku.”
“Sebenarnya aku gemas dan ingin memelukmu sampai sesak nafas. Tapi tubuhmu terlalu kecil dan kamu akan cepat mati,” ucap Adrian.
Flora mendongak dan menatap ngeri pria itu. “Kamu mengerikan, Adrian. Lepaskan!”
“Tidak! Tidurlah selagi aku masih baik.” Adrian menatap tajam wanita itu.
Adrian pun bergeser ke bawah. Dia menempelkan telinganya di dada wanita itu. “Berarti aku tidak bisa kasar, harus lembut. Tapi aku tidak akan tahan,” ucap Adrian pelan.
“Apa yang kamu bicarakan? Tidurlah dengan baik, aku tidak nyaman,” kata Flora.
Adrian beralih ke tekuk leher wanita itu. Dia menghirup aroma Flora dan mencium singkat leher wanita itu.
Mata Flora membulat. Terpaan nafas itu mulai memberi sensasi aneh padanya.
“Begini lebih baik,” ucap Adrian. Dia meraih tangan Flora untuk mengelus kepalanya.
“Selamat tidur, istriku.” Adrian mengeratkan pelukannya dan memejamkan matanya.
Sementara itu Flora merasa semakin aneh. “Tidak, apa yang sedang terjadi di sini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...