Di malam itu, Isvara yang hendak pulang, melihat Crish duduk sendiri di taman rumah sakit.
“Kenapa belum pulang?” tanya Isvara.
Crish menoleh dan menggeleng. Dia melipat tangannya lalu bersandar di kursi.
Isvara pun menghampirinya dan duduk di samping pria itu. “Apa yang membuatmu masih di sini? Kamu sakit, ya?” tanya Isvara.
“Vara, kenapa kamu membiarkan Flora begitu saja saat dia kesakitan? Kamu tahu jika kita terlambat maka akibatnya akan fatal, kan?” tanya Crish datar.
Isvara menoleh pada Crish yang menatap jauh langit itu. “Kamu khawatir padanya, ya? Kamu tidak ingin tahu kenapa dia mendatangi ruangan mama? Tidak ingin tahu kenapa mama begitu marah?” tanya Isvara pada pria itu. Suaranya kian lembut namun penuh dengan luka.
“Apa?” tanya Crish menoleh. Dia menatap Isvara yang langsung menunduk menghindari kontak mata.
“Dia meminta mama agar menyuruh ku menjauhi Adrian. Dia mengatakan bahwa aku merebut suaminya. Kamu tahu jika aku tidak pernah mencintai Adrian, kan? Rasanya begitu sakit, Crish. Mamaku bahkan semakin stres karena ulah Flora.” Isvara semakin menunduk dan bahunya mulai bergetar. Dia menangis pelan.
Crish menatap wanita itu. Perkataannya masuk akal, tapi dia juga mempercayai Flora. Flora memang sering salah paham pada Isvara, namun Flora tidak mungkin menemui Rumy yang sedang sakit hanya untuk mengatakan itu.
Tidak tega melihat Isvara yang masih menangis, Crish menarik pelan tubuh wanita itu dan memeluknya. “Berhentilah menangis, Vara.”
--o0o--
Adrian menatap istrinya yang menyulam dengan serius.
“Flo, bisakah kamu ke sini? Sepertinya ada yang bermasalah dengan ku,” ucap Adrian.
Flora menoleh. Setelah pulang dari rumah sakit pagi tadi, dia ikut bersama suaminya ke kantor karena malas di rumah.
“Aku serius,” ucap Adrian.
Flora pun menghampiri suaminya. “Apa? Apa ada yang sakit?” tanya Flora.
“Aku tidak tahu. Semua terasa sakit,” jawab Adrian.
Flora menatap suaminya dengan serius. “Apanya? Aku dokter bukan cenayang," ucap Flora.
“Apa aku bisa merokok? Aku tidak pernah merokok lagi sejak pertunangan kita karena jantungmu,” ujar Adrian.
“Daripada merokok, lebih baik kamu mengemil. Ingin ku masakkan sesuatu?” tanya Flora.
“Tidak. Masakan mu tidak enak.” Adrian menolak dengan segera.
Flora menggerutu kesal. “Ya sudah, hisap saja rokok mu itu sampai mati. Aku tidak peduli," ucapnya.
“Tidak ingin menyarankan sesuatu yang manis? Seperti bibir mu contohnya," ujar Adrian tersenyum nakal.
“Oh... kamu mau bibir ku, ya?” Flora mendekati suaminya yang mengangguk. Dia langsung mencium singkat bibir Adrian.
“Kenapa hanya ciuman singkat?” tanya Adrian.
“Lagipula mereka tidak saling mencintai," batin Flora. Dia pun duduk di pangkuan suaminya dan memegang rahang pria itu.
“Eh?" Adrian menatap Flora. Dia sedikit terkejut karena keberaniannya.
Flora tersenyum dan membalas tatapan itu. “Aku tahu kamu sudah berhenti merokok sejak lama dan ini hanya akal-akalan mu saja. Tapi aku akan memberikan mu ciuman, hanya ciuman.”
“Tidak bisa lebih?” tanya Adrian dan istrinya menggeleng. “Sedikit menyentuh ini?” tanya Adrian sambil memegang paha istrinya, bergeser ke pinggang, naik ke dada, dan ke tekuk leher wanita itu.
“Tidak boleh,” ucap Flora.
“Baiklah, pukul dadaku jika aku kelewatan," ujar Adrian. Dia langsung mencium bibir Flora dengan lembut. Dia mendorong kepala Flora agar ciuman mereka semakin dalam.
“Mmh, buka untuk ku, Flo." ucapnya dengan nafas memburu. Dia menggigit lembut bibir Flora agar wanita itu membuka mulutnya.
Adrian langsung menjelajahi mulut Flora dan menyapa lidah wanita itu. Dia menyesap dalam-dalam bibir dan lidah Flora. Ciumannya turun ke leher Flora. Adrian mengisapnya dan menggigitnya penuh penuntutan. Tangannya lihai mengelus sensual punggung dan paha istrinya.
“Nnghh.... cukup! Hentikan... Adrian!” Flora mendorong dada Adrian dengan nafas memburu.
Mata mereka saling bertemu dengan nafas yang masih tidak beraturan. Wajah Flora memerah karena tatapan suaminya yang mulai tersenyum manis.
“Kapan kamu akan mengizinkan ku untuk melakukan lebih?” tanya Adrian. Suaranya serak menahan hasratnya. Dia mengelus wajah Flora yang memerah itu dengan lembut.
Flora menggeleng dan langsung menutup wajahnya. “Aaa, bodoh!” Dia benar-benar merasa sudah melewati batasnya.
“Kamu memang bodoh.” Adrian langsung memeluk istrinya dengan erat. Wajahnya pun mulai memerah menahan semua rasa yang menggebu itu. “Aku mencintai mu, Flo.”
--o0o--
Sore ini, Flora duduk sendiri di ruangan Adrian. Adrian sedang rapat bersama yang lainnya.
Lamunan Flora buyar saat pintu tiba-tiba terbuka. Isvara nampak terkejut juga karena keberadaan Flora.
Mereka saling melihat.
“Isvara, aku ingin...”
Isvara berdecak kesal. Dia langsung pergi dari ruangan itu.
“Bukannya dia menyukai Crish? Sedang apa ke sini?” gumam Flora.
Karena merasa bosan, dia pun memutuskan untuk bersantai keluar.
“Nyonya, anda tidak bisa keluar.”
“Aku bosan. Aku tidak akan pergi jauh, kalian bisa mengawasi,” ucap Flora pada pengawal tersebut. Dia pun mulai menelusuri perusahaan besar suaminya itu.
Kini Flora berada di taman lantai tiga. Di sebelah kantin, terdapat tembok kaca yang menampilkan keindahan taman yang terawat itu.
Flora yang hendak duduk di luar, berhenti karena melihat Crish mengobrol dengan seorang wanita.
Wanita itu terlihat cantik. Rambutnya hitam dan terurai sampai bahunya. Dia nampak ceria dan mengobrol nyaman bersama pria itu.
Sesekali wanita itu menepuk bahu Crish, pria itu ikut tertawa kecil. Mungkin mereka sudah berteman akrab dari kedekatan yang terlihat nyaman itu.
Tidak jauh dari sana, Flora melihat Isvara yang mengepalkan kedua tangannya. Pandangan mereka berjumpa sejenak, namun Isvara menghentakkan kakinya dan langsung pergi dari sana.
Flora menoleh pada ponselnya karena panggilan suaminya. Dia pun pergi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPHEMERAL LOVE
FantasySeorang dokter yang mencintai tenang dan senyap, juga tidak banyak bersuara, berbanding terbalik dengan apa yang harus dihadapinya. Flora Ivyolin yang tidak tertarik dengan percintaan menjadi seorang yang mengemis perhatian tunangannya karena sebuah...