Bab 1; Keributan di pagi hari

11.6K 581 5
                                    

Sekarang Thabi paham mengapa orang-orang banyak yang mengatakan jika menikah bermodalkan cinta saja tidak akan cukup. Cinta hanyalah bagian dari omong kosong belaka yang akan selalu diucapkan oleh orang-orang yang sedang kasmaran atau bucin (re; budak cinta) sampai bisa menjadi bulol alias bucin tolol. Sudah bucin, tolol pula.

Tapi sialnya Thabi pernah ada di posisi itu. Di posisi ia menjadi bulol hanya karena seorang lelaki bernama Adipati Bagas Prasodjo yang sekarang menjadi suami Thabi. Ibarat sudah tahu lampu merah, bukannya berhenti Thabi malah jalan terus sampai akhirnya ia berada di titik 'kecelakaan' dalam kehidupan pernikahannya. Sekarang, Thabi menyesali itu. Ia sangat-sangat menyesal karena telah menerima Pras sebagai suaminya. Thabi menyesal berada di kehidupan pernikahannya yang ternyata jauh berbeda dengan apa yang ia bayangkan selama ini.

Salahnya dulu Thabi berpikir Pras bisa berubah. Padahal perubahan sikap seseorang itu tidak bisa di ukur dengan mata telanjang. Tidak akan ada yang namanya sikap orang berubah jika bukan dari dalam dirinya yang ingin merubah hal tersebut. Begitupun dengan sikap Pras yang malah membuat Thabi semakin menyesal telah menikah dengan lelaki itu.

Karena penyesalannya ini terus mendiami pikiran Thabi, jadi apapun yang dilakukan oleh Pras selalu terasa salah di matanya. Seperti pagi ini. Keributan pagi hari yang akan dimulai hari ini.

Thabi menarik napas dalam sebelum berteriak dengan kencang saat ia menemukan sesuatu yang membuat emosinya meledak di pagi hari begini.

"Prasodjooooo..." Teriak Thabi dengan tangan berada di kedua pinggangnya, berkacak pinggang layaknya ibu yang hendak memarahi anak nya yang sudah melakukan kesalahan.

Tidak ada sahutan apapun dari Pras. Lelaki itu malah asik berganti pakaian di dalam kamar, mengabaikan teriakan Thabi yang sudah menggema di setiap penjuru rumah, sampai terdengar ke lantai dua tempat kamar mereka berdua berada. Termasuk kamar Pras. Tetapi Pras dengan tampang tak bersalahnya tidak menyahut teriakan Thabi dari lantai bawah.

Karena teriakannya tak mendapatkan respon dari Pras, Thabi dengan kepala panas karena emosi, tergesa-gesa menaiki tangga untuk menghampiri Pras di kamar nya.

Brak!

"Jangan pura-pura nggak denger teriakan aku deh, Pras!" Thabi membuka pintu kamar Pras dengan keras.

"Rusak." Hanya itu respon yang diberikan oleh Pras saat melihat Thabi datang dengan tergesa-gesa dan hampir merusak pintu kamar nya.

"Bodo amat!" Balas Thabi. Thabi berjalan menghampiri Pras yang sedang mengancingkan kemeja putih nya. Berhadapan dengan Pras sedikit membuat Thabi gugup ternyata. Thabi berdeham sebentar sebelum kembali melanjutkan sesi marahnya.

"Kamu nggak pernah dengerin aku ngomong selama ini ya?" Tanya Thabi saat ia sudah berhadapan dengan Pras.

Pras mengerutkan kening, bingung. Dengerin omongan perempuan itu yang mana? Sepertinya ia terlalu banyak mendengar perempuan itu berbicara kepadanya. Lalu omongan yang mana yang tidak ia dengar?

"Aku udah bilang berapa kali sama kamu, jangan mandi di kamar mandi bawah! Apalagi sampai ninggalin boxer kamu di sana! Jorok tahu nggak!?" Ucap Thabi dengan kepala mendongak dan mata menyorot marah.

Tinggi tubuh Thabi hanya sebatas pundak Pras. Jadi saat berbicara dengan lelaki itu, ia harus mendongak untuk tahu respon dari Pras.

Thabi menghela napas kasar saat ia melihat Pras tak kunjung merespon perkataannya. Ia hanya bisa pasrah perkataannya kembali diabaikan oleh Pras karena Pras saat ini malah sibuk berkutat dengan dasi yang sedari tadi tidak bisa terpasang dengan rapi oleh nya.

Thabi mendekat, kemudian menepuk pelan tangan Pras yang sedang berusaha memakaikan dasi nya. Thabi mengambil alih untuk memakaikan dasi Pras pada akhirnya. Mengabaikan amarah yang sedari tadi terus bersamanya.

Padahal sudah hampir satu tahun mereka pisah ranjang dan kamar dan Thabi baru mengetahui bahwa Pras tidak bisa memakai dasi nya sendiri. Ia baru mengetahuinya sekarang, karena setiap harinya Thabi selalu pergi bekerja lebih awal daripada lelaki itu. Jadi ia mana tahu, kalau Pras tidak bisa memakai dasi.

Kalau begitu selama ini siapa orang yang selalu membantu memakaikan dasi nya-saat Thabi sering melihat postingan Instagram Pras sudah dengan dasi yang terpasang rapi?

"Udah kepala tiga masih aja nggak bisa pakai dasi. Kalah sama anak TK." Gumam Thabi sambil fokus pada tangannya yang dengan lihai akhirnya menciptakan dasi rapi di kemeja putih milik Pras.

Setelah itu Thabi berucap lagi untuk yang terakhir kalinya sebelum pergi dari kamar Pras. "Sekali lagi aku lihat kamu mandi di kamar mandi bawah, aku cekek leher kamu pas kamu lagi tidur! Padahal kamar tidur nya udah lengkap sama kamar mandi, masih aja ngerebut punya orang." Ucap Thabi sambil berlalu dari hadapan Pras dengan mata sinis nya.

"Sarapan, Bi." Bukannya mengucapkan terima kasih, Pras malah seenaknya berucap seperti itu- membuat Thabi semakin terlihat layaknya pembantu di sini bukan sebagai seorang istri.

"Urus tuh boxer kamu dulu! Jangan ngegantung sembarangan, dasar orang jorok!"

Brak!

Pintu kamar Pras kembali di banting oleh Thabi sebagai bentuk kekesalannya karena pagi hari indah nya harus tercoreng sebab ia melihat boxer milik Pras menggantung di hook kamar mandi bawah - kamar mandi miliknya.

Padahal sejak memutuskan untuk pisah ranjang dan kamar dengan Pras, Thabi sudah mau mengalah dengan pindah ke kamar lain yang tidak ada kamar mandi dalam nya. Tetapi kamar mandi luar yang sekarang menjadi miliknya masih saja dipakai seenaknya oleh lelaki itu. Benar-benar menyebalkan!

Andai saja ia bisa memiliki kemampuan supranatural untuk bisa kembali ke masa lalu, maka satu-satunya yang ingin ia ubah di masa lalu adalah merubah takdir nya supaya tidak - jangan sampai bertemu dengan seorang lelaki bernama Adipati Bagas Prasodjo.

Mungkin hidupnya akan jauh lebih baik saat ia akhirnya tidak memilih untuk menikah dengan Pras.

-------
©augustmyfav


Give me a feedback, please. Thank you!

Let's End This MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang