Sepulang dari kedai tempat pulang, Pras bersikeras memaksa Thabi untuk menemaninya keliling Jakarta malam ini. Sebagai bentuk perpisahan mereka yang terakhir kalinya, Pras ingin mencoba menghabiskan waktu bersama Thabi. Meski hanya diam di dalam mobil bersama keheningan yang melingkupi mereka, Pras hanya membutuhkan kehadiran Thabi di sampingnya untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya mereka berpisah. Cukup temani dia, sampai ... selamanya. Ingin nya sih begitu. Tetapi dia sudah tidak memiliki kesempatan itu pada pernikahan mereka yang dia hancurkan sendiri.
Pras tahu, sangat tahu kalau Thabi memang tidak akan pernah mengubah keputusannya untuk memilih berpisah dan merelakan pernikahan dua tahunnya yang seharusnya masih bisa dibilang pernikahan usia muda. Lagi romantis-romantis nya apalagi belum dikasih kesempatan untuk memiliki anak. Ya memang begitu seharusnya. Kalau saja Pras bisa dengan tegas, terbuka dan mencoba membawa Thabi dalam urusan apapun yang menyangkut dirinya, dia yakin pernikahannya akan baik-baik saja.
Jadilah mereka di sini, di dalam mobil Pras yang sedang berhenti karena lampu merah. Sekali lagi, tidak ada percakapan apapun selain mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing sejak mereka pergi dari kedai tempat pulang tersebut.
Thabi sibuk meneliti kendaraan yang melaju bersamaan dengan mobil Pras bergerak, yang pada dasarnya Thabi sedang tidak tahu memikirkan apa. Dia mencoba untuk tidak memikirkan apapun karena tugas dia malam ini hanyalah menemani Pras untuk yang terakhir kalinya.
Pria itu juga sama. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak pergi dari kedai tempat pulang. Entah karena Pras mencoba untuk fokus pada jalanan di depannya, atau pria itu memang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri? Dia juga tidak tahu.
Tapi sebenarnya Pras penasaran pada satu hal. Satu pertanyaan, "Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku kalau ternyata kamu tahu aku ketemu Sharina di London, Bi?" Tanyanya, tanpa menoleh pada Thabi.
Pertanyaan Pras membuat Thabi melirikkan bola matanya sebentar. "Harusnya nggak perlu aku kasih tahu juga kalau kamu merasa itu hal yang nggak wajar untuk kamu, kamu bisa kasih tahu aku duluan sebagai istri kamu." Jawaban yang tepat. Dan langsung membuat Pras bungkam.
"Kamu merasa kalau pertemuan kamu sama Sharina tuh penting untuk aku tahu nggak sih saat itu?" Tanya Thabi, matanya tetap sibuk meneliti kendaraan di jendela mobil samping.
Pras diam beberapa detik. Sebetulnya, "Aku pikir pertemuan aku sama Sharina di London itu hanya sebatas pertemuan aku sama sahabat lama ku, Bi." Katanya.
Thabi tanpa sadar tersenyum miris, "Jadi kamu pikir ketemu sama Sharina untuk yang pertama kalinya setelah kamu hilang contact sama dia bertahun-tahun lamanya itu bukan suatu hal yang penting untuk aku tahu itu?"
Pras menoleh, mendengar nada bicara Thabi yang seperti itu membuat dia tertegun, mempertanyakan jawabannya sendiri.
"Oke aku nggak masalah kalau misal kamu nggak mau ngasih tahu aku soal pertemuan itu, tapi Pras ... setelah itu kamu sering ketemu sama Sharina di Jakarta sampai-sampai Ciara jadi dekat sama kamu, menurut kamu itu juga bukan suatu hal yang harus aku tahu sebagai istri kamu?" Thabi bertanya dengan alis terangkat satu. Meminta jawaban segera dari Pras.
"Aku ... aku cuma takut bikin kamu kecewa." Dengan suara lirih Pras menjawab.
"Istri mana Pras yang nggak kecewa kalau suaminya masih sering ketemu sama perempuan lain sedangkan istri kamu nggak tahu kamu bersikap seperti itu kenapa karena kamu nggak pernah ngasih tahu aku sebelumnya?" Hampir saja Thabi emosi, tetapi dia tidak mau merusak malam terakhir Pras bersamanya.
"Kecewa atau nggak nya aku, itu biar jadi urusanku Pras. Kalau kamu terbuka dari awal, aku nggak akan sampai mengambil keputusan seperti ini." Tambah Thabi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's End This Marriage
ChickLitKehidupan setelah menikah itu benar-benar tidak bisa ditebak. Bahkan pasangan suami istri yang sebelumnya telah menjalin hubungan lama pun, bisa saja mengambil keputusan untuk bercerai. Seperti apa yang ingin dilakukan oleh seorang perempuan bernama...