25 - Trip To Castle Combe

20 1 1
                                    

Evi masih belum berani menceritakan detail pada Cindy tentang rencananya ke Eropa. Dia tak yakin kalau bosnya itu bisa menerima kisah aneh tentang dirinya dimasa lalu. Hingga dia mendapatkan semua kebenaran ditangannya maka untuk sementara ia akan menyimpannya sendiri. Itupun kalau dia mampu memecahkan misteri ini. Setidaknya kalaupun tak berhasil memecahkannya, anggap saja dia sedang melancong.

Evi begitu bersemangat untuk melakukan perjalanannya ke Britania hari ini. Kedua orang tuanya tak hentinya memujinya, tak sia-sia kalau anak itu memutuskan untuk tidak kuliah karena dia sangat terobsesi dengan pekerjaannya yang bergaji tinggi itu. Ditambah Evi tak meminta uang sepeserpun dari orang tuanya, sudah pasti mama dan papanya senang.

Didalam mobil menuju bandara, Evi termenung membayangkan apa yang akan dia dapatkan disana nanti. Dari balik jendela, Evi memandang jalanan yang sesak dengan kendaraan yang ada. Diapun memejamkan matanya lalu jatuh tertidur. 

Thomas terpaku melihat tubuh pria yang sudah membiru wajah dan tubuhnya. Dia memperkirakan pria itu sudah mati beberapa jam. Polisi setempat yang sudah tiba duluan ditempat kejadian melirik Thomas. 

"Bagaimana menurutmu? Apakah ini kasus pembunuhan?" Tanya Harry. 

Thomas hanya membisu. Terlalu dini menyimpulkannya, pikir Thomas. "Saya tidak yakin, Harry."

Evi terkesiap, terbangun dari tidurnya. Mimpi apa itu barusan?  

Evi buru-buru meraih ponselnya lalu menelepon Eddy dan menceritakan mimpinya. Evi bisa mendengar tarikan nafas dari seberang sana. 

"Sepertinya penglihatan itu akan semakin jelas saat kamu tiba disana. Evi, hati-hati ya." Ujar Eddy. 

Evi termenung mendengarnya, terutama pada kalimat terakhir. Kenapa dia harus hati-hati, toh ini hanya perjalanan mencari informasi. Dia hanya khawatir dengan keselamatan Cindy. Cindylah yang harus berhati-hati. 

Baru saja berpikir demikian, sebuah truk kontener dari arah kiri tiba-tiba menyelang dengan kecepatan tinggi.

"AWAS PAK!!" Teriak Cindy dengan mata nanar. 

Dengan gerakan cepat sang supir langsung menginjak rem sekuatnya hingga menyebabkan mobil belakang menabrak. Beruntungnya, mereka menggunakan sabuk pengaman sehingga menahan posisi mereka untuk tetap berada ditempatnya.

Sang supir menoleh kebelakang untuk mengecek Evi. "Nggak apa-apa mbak?"

Masih dalam keadaan syok, Evi menggeleng. "Bapak nggak apa-apa?" 

Kejadian itu akhirnya menyebabkan perjalanan Evi ke bandara terlambat dua jam dan hampir saja ketinggalan pesawat. Didalam pesawat, tubuh Evi masih gemetar membayangkan kejadian yang hampir saja merenggut nyawa mereka. Kalau bukan karena kelihaian dan kefokusan sang supir dalam menyetir, mungkin hari ini mereka sudah berada dikamar jenazah rumah sakit.

Setelah selesai makan malam, Evi mulai menyiapkan diri untuk tidur. Kelas bisnis setidaknya mengurangi bayangan kecelakaan itu dalam pikirannya. Apalagi menu meditarian lezat yang baru saja dimakan, dia begitu menikmatinya. Dalam hatinya, Evi bersyukur Eddy telah memilih kelas bisnis untuknya. Ia memejamkan matanya seraya tersenyum, membayangkan menu sarapan besok pagi dipesawat. 

Thomas memandang wanita muda yang berusaha menerobos masuk kedalam kamar hotel. Wanita muda berparas cantik itu berteriak sambil menangis memanggil sebuah nama. 

"Lorenzo! Apakah itu Lorenzo?! Biarkan aku masuk!" 

 Namun kedua polisi menahannya didepan pintu. Thomas akhirnya mendekatinya. "Madam, saya akan biarkan kamu masuk, tapi kamu harus berjanji untuk tetap tenang. Oke?" 

CINDYEMRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang