Meskipun Cindy sudah mengenakan handuk kimono yang diberikan oleh pria itu namun dia tetap tak mau beranjak dari balik tirai.
"Sarapan dulu. Kalau sudah sarapan nanti nggak pusing lagi." Kata pria itu.
Dahi Cindy berkerut, dia tak yakin dengan ucapan pria itu tentang sarapan, karena terakhir dia mengecek ponselnya waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Lagipula, bagaimana pria itu tahu kalau kepalanya terasa pening saat ini. Sambil mengawasi pria itu, Cindy berpikir keras apa yang sudah terjadi semalam di gala. Dia yakin, dia diantar pulang oleh Dewa lalu pria itu melamarnya didalam mobil.
Aroma makanan tercium dari tempat Cindy berdiri. Cacing diperutnya spontan melonjak kegirangan. Apalagi saat pria itu menuang kopi dicangkir, harumnya membuat air liur Cindy keluar mengalir dari sudut bibirnya. Begitupun saat dia mengintip makanan yang ada dimeja. Cindy tak bisa menahan dirinya lagi untuk menuju kesana.
Dia melangkah menuju meja makan. Pria itu tersenyum melihat kedatangan Cindy, namun tak ada kata-kata yang diucapkannya. Sepertinya pria itu mengerti dengan ketakutan Cindy.
Cindy menatap pria didepannya. Keningnya berkernyit. "Kita pernah ketemu." Guman Cindy. Dia yakin dia pernah bertemu dengan pria itu tapi dia tak bisa mengingatnya kapan dan dimana.
Pria itu tersenyum memandang Cindy. Dia menuang kopi kedalam cangkir lalu menaruhnya didepan Cindy.
"Yup. Dua kali." Balasnya.
Dua kali?
Cindy menatapnya heran. Mana mungkin dia melupakan pernah bertemu dengan pria setampan itu.
"Bagaimana aku bisa disini? Apa yang terjadi semalam?" Tanya Cindy penasaran.
"Sarapan dulu." Balas pria itu dengan lembut.
Seperti sapi yang dicucuk hidungnya, Cindy menurut saja. Dia meraih cangkir kopi didepannya lalu menyeruputnya, kemudian mengambil roti didepannya. Matanya terbelalak saat roti itu berada dimulutnya. Melihat reaksi Cindy, pria itu tersenyum.
"Enak 'kan? Chef Mark dari Perancis. Makanya roti enak sekali."
Cindy tak membalasnya. Dia kembali menikmati roti itu. Entah karena perutnya yang lapar atau karena kelezatan rotinya, atau karena merasa gugup. Cindy tak tahu pasti kenapa dia melahap roti itu dengan rakusnya, namun yang pasti dia tak mau berhenti mengambil roti asal Perancis itu.
Ditengah-tengah sedang menikmati sarapan, Eddy bersuara. "Aku Eddy."
Cindy membisu menatap pria didepannya. Namun dia tertegun melihat kedua lesung pipit disenyumnya. Dia seperti mengenali lesung pipit itu. Dia seperti pernah menggilai lesung pipit itu. Entah dimana. Lagi-lagi entah dimana. Kenapa dia tak bisa mengingat dimana pernah bertemu dengan pria itu? Cindy meraih cangkir didepannya.
Melihat Cindy yang meneguk cangkir kosong, Eddy meraih teko dimeja dan menawarkan. "Mau lagi?"
Cindy mengangguk gugup. "Dimana kita pernah bertemu?"
Eddy menyandarkan punggungnya di kursi sambil melipat kedua tangannya. Dia menatap Cindy tersenyum tanpa sepatah kata. Melihat itu Cindy semakin salah tingkah. Tiba-tiba Eddy beranjak dari duduknya. Pandangan Cindy mengikuti gerakan pria itu.
"Sebelum kamu pergi, ada baiknya kamu mandi dulu. Gaun kamu ada dilemari. Juga pakaian dalam kamu." Kalimat terakhir diucapkannya dengan pelan.
Cindy tertegun saat mendengar pakaian dalam. Dia ingin menanyakan sesuatu namun lidahnya terasa kelu. Dia terlalu malu untuk mengetahui sesuatu yang mungkin itu adalah aibnya sendiri. Sesuatu pasti telah terjadi hingga ia berakhir dikamar hotel dengan pria yang tak dikenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasyPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...