Evi berdiri termangu didepan tiang yang sudah berumur ratusan tahun. Konon inilah tempat pembakaran tubuh Isabella. Selama berdiri didepan tiang sana, Evi hanya memandang dan mencoba merasakan apapun disekitarnya. Namun tak ada apapun yang terjadi. Dia tak mengalami penglihatan atau perasaan apapun seperti biasanya.
"Aneh." Guman Evi.
"Apanya yang aneh?" Balas Alice.
Evi menggeleng tak menjawab pertanyaan Alice. Dia melanjutkan berjalan diseputar rumah kecil tua yang tak jauh dari tiang. Sekelebat bayangan sosok Isabella melintas didepan Evi. Dia terkejut lalu menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke ALice yang berjalan dibelakangnya.
"Rumah siapa ini?" Tanya Evi.
Alice mengangkat bahunya. "Nggak tahu."
Entah apa yang mendorong Evi untuk menyentuh tembok rumah itu. Disaat yang bersamaan tiba-tiba pintu rumah terbuka dan sosok Isabella muncul.
"Halo detektif Thomas? Ada yang bisa saya bantu?"
"Isabella? Ya tentu saja. Saya sangat membutuhkan bantuanmu." Balas Thomas tersenyum kecut. Dia sudah menyiapkan diri untuk bertemu gadis itu. Rumor yang didapatnya tentang gadis itu membuatnya tak bisa tidur dan makan. Namun dia juga tidak mau gegabah mengambil kesimpulan, apalagi menangkap gadis itu sebagai tersangka.
Thomas mengikuti Isabella dari belakang menuju kursi lapuk yang sudah nampak kusam. Dia memandang sekeliling ruangan itu, entah kenapa dia merasakan miris melihatnya. Rasanya mustahil untuk percaya kalau gadis secantik Isabella bisa bertahan hidup dalam penderitaan seperti ini. Seharusnya dia hidup dengan pakaian mewah layaknya seorang bangsawan.
"Saya buatkan teh panas detektif?" Tanya Isabella.
Thomas tersenyum mengangguk. Isabella meninggalkan Thomas menuju ke dapur yang letaknya tak jauh dari tempat Thomas duduk. Seorang anak kecil lelaki dengan pakaian lusuh, berdiri dibali tembok mengawasi Thomas. Thomas tersenyum kepadanya.
"Halo, siapa namamu 'nak?" Sapa Thomas.
Namun anak itu langsung berlari menuju Isabella yang sedang menyiapkan teh. Dia memeluk Isabella dari belakang. "Edward, hati-hati. Ibu lagi masak air panas." Kata Isabella.
Thomas terpaku mendengar ucapan Isabella. Sambil membawa nampan yang hanya berisi teh panas, Isabella menghampiri Thomas. Sementara lelaki kecil itu mengikutinya dari belakang.
"Maaf, saya hanya punya teh, detektif."
Thomas tersenyum. "Ini sudah lebih dari yang saya mau."
Isabella tersipu. Dia memandang Thomas selagi menyeruput teh. "Ada yang bisa saya bantu detektif Thomas?" Katanya, mengulangi pertanyaan yang sama.
Thomas meletakkan cangkir dimeja yang sudah lapuk dan rusak. Dia menghela nafasnya lalu tersenyum menatap Isabella. Entah kenapa kini dia tak yakin ingin menanyakan pertanyaan yang sudah disiapkannya. Gadis didepannya nampak lusuh dan kusam, bukan hanya suasana rumah itu namun juga wajahnya menyiratkan sebuah penderitaan yang dalam.
"Apa itu anakmu, Isabella?" Tanya Thomas.
Isabella menoleh ke Edward. "Edward sayang, main dulu diluar ya. Ibu ada perlu sama detektif Thomas."
Anak kecil itu mengangguk lalu berlari meninggalkan ruangan.
"Iya detektif. Dia anak saya." Balas Isabella.
Thomas menghela nafasnya lalu dengan suara lembut dia bertanya. "Kalau boleh tahu, dimana ayahnya?"
Isabella menunduk dan terdiam. Thomas melihat genangan dikedua mata Isabella.
![](https://img.wattpad.com/cover/343523569-288-k479712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasyPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...