Bude Tien tekejut mendengar penuturan geng Ganesha tentang rencana kepindahan mereka ke rumah baru, dan spontan saja dia memukul lengan Ika begitu tahu dia ditugaskan untuk memberitahu Madam Juliet.
"Kamu seenaknya aja nyuruh orang ngomong ke Madam. Memang kayak ngomong sama Ramlan apa?! Aku mau ketemu Ramlan aja harus mandi dulu, dandan dulu, semedi dulu!" Omel Bude Tien.
Ika terdiam, begitupun dengan yang lainnya. Bude Tien mengawasi wajah mereka satu-persatu. Wajah-wajah yang dia kenal sejak masih memakai seragam SMP kini sudah menjadi gadis remaja dengan kemelut persoalan hidup yang tak jelas. Namun mereka adalah anak-anak yang baik dan dia tak akan pernah memaafkan dirinya kalau sampai terjadi sesuatu pada mereka.
Sebenarnya Bude Tien sudah mencium persoalan yang sedang terjadi. Khususnya kejadian pada malam Jumat Kliwon tanggal tiga belas lalu. Dia mendengar dentuman itu. Konon menurut kepercayaan dulu, jika seseorang mendengar dentuman diatap rumah pada tengah malam, sebaiknya langsung bangun, tidak boleh melanjutkan tidur. Dentuman itu merupakan kiriman ilmu hitam dari seseorang dan hanya orang yang dikirimin yang bisa mendengarnya. Untuk itu, Bude Tien langsun terbangun dan entah kenapa dia memikirkan Cindy dan anak-anak dikamar mereka. Malam itu dia berjalan menuju kamar Cindy. Samar-samar sebelum mengetuk pintu, bude Tien mendengar gumanan orang yang seperti sedang membaca mantra. Bulu tenguknya sempat berdiri saat mencium bau harum bunga melati menyeruak dari dalam kamar. Bude Tien memutuskan untuk membuka langsung pintu kamar namun pintu itu terkunci. Diapun duduk diluar pintu kamar sambil lalu memejamkan matanya, mendengarkan gumanan itu. Hingga tak ada lagi terdengar suara dari dalam kamar, bude Tien kembali kekamarnya dan tidak tertidur hingga menjelang pagi.
Pandangan Bude Tien berhenti ke Cindy yang sedang menerawang.
"Apa kamu juga mau pindah Yem?"
Cindy menoleh ke bude Tien. Dia mengangguk pelan. Bude Tien terdiam. "Tapi kalian harus bilang dulu, apa yang terjadi waktu malam Juma't itu. Kenapa kalian terbangun dan saya dengar sepertinya kalian lagi ngaji atau baca mantra?"
Spontan mereka menoleh menatap heran bude Tien.
"Kok bude tau. Suara? Suara apaan bude?" Tanya Ika. Seingatnya dia tidak mendengar apapun.
"Memang kalian bersuara?" Tanya Ika. Mereka menggeleng tak bersuara. Cindy kebingungan tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
Ika menghampiri bude Tien lalu berbisik. "Bude, itulah alasan kami mau pindah. Rumah ini aneh dan menyeramkan dan Cindy sepertinya dalam bahaya."
Bude Tien menatap Ika tak berkedip. Gadis itu nampak tak main-main dalam ucapannya. Ika manggut-manggut membisu membalas tatapan bude Tien. "Kita harus pindah secepatnya, sebelum terlambat." Bisiknya lagi.
Bude Tien menghela nafas. "Apa yang terjadi waktu malam Juma't Kliwon itu?"
Mau tak mau Ika menceritakan detail yang terjadi malam itu. Bude Tien mendengarkan seksama kisah itu tanpa menggerakkan tubuhnya sedikitpun. Hanya satu orang yang ada dalam pikirannya saat itu, yang ingin mencelakai Cindy, yaitu ibu tirinya yang berada dikampung. Hanya wanita itu yang bersikap jahat pada Cindy.
"Kalian berdoa apa malam itu?" Tanya bude Tien penasaran. Dia masih belum mendapatkan jawaban soal suara yang didengarnya dari dalam kamar.
Ika mencoba mengingat apa yang dibacanya dalam hati pada malam itu. "TIADA TUHAN SELAIN ALLAH." Guman Ika.
Yang lainnya terbelalak memandang bersamaan ke Ika. "Serius lo Ka?" Tanya Wiwi.
Ika mengangguk. Ternyata pada malam itu mereka melafalkan kalimat yang sama dalam hati masing-masing. Namun tak ada satupun yang mengerti bagaimana bude Tien bisa mendengar apa yang mereka tak ucapkan. Begitupun dengan bude Tien, dia termangu dalam keheranannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasyPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...