Meski pikirannya gelisah setelah pertemuannya dengan Eddy di restoran namun Evi menepati janjinya untuk pergi menemani Cindy syuting keluar kota. Bersama seorang asisten dan dua pengawal, mereka terbang bersama ke lokasi syuting dan tiba di sana pukul delapan malam. Tak lama setelah tiba di lokasi Evi bergegas membantu Cindy menyiapkan diri untuk syuting. Ia tak menyadari kalau Cindy sudah mengawasinya sejak tadi.
"Ada apa Evi?" Tanya Cindy.
Evi tersadar dari lamunannya. Dia menggeleng. "Aku hanya lagi mikirin sesuatu."
Cindy baru saja mau bertanya lagi namun ia mengurungkannya. Raut Evi nampak serius dengan apapun yang sedang di pikirkannya saat ini.
"Aku nerima lamaran Dewa." Kata Cindy tiba-tiba.
Evi langsung menoleh dan menatap Cindy tak berkedip. "Kapan dia melamar kamu?"
"Kemarin. Maaf aku baru kasih tau sekarang. Aku bilang ke dia, untuk sementara jangan ada yang tahu dulu." Balas Cindy sambil menatap Evi.
"Yang lain belum tau?" Tanya Evi.
Cindy menggeleng. "Rencananya besok baru aku kabarin mereka."
Evi termenung. Dia tak mengira Cindy akan secepat itu memutuskan menerima lamaran itu. Apalagi setelah kejadian pada malam gala.
"Evi, kejadian waktu malam gala. Aku nggak sadar apa yang aku lakukan. Aku nggak tau kalau Dewa sudah melamar aku. Malah aku mimpi kalau aku dilamar Dewa dan aku menerima lamarannya." Kata Cindy lalu memandang cincin bermata berlian dijari manisnya.
"Kamu harus segera menemukan siapa yang memberi cincin ini. Aku bilang Dewa soal mimpi itu. Kalau dia sudah melamar dengan cincin ini." Kata Cindy lagi.
"Terus apa kata dia?" Tanya Evi penasaran.
"Dia nggak bilang apa-apa. Semua yang terjadi sejak malam Gala tambah aneh aja." Guman Cindy.
Evi membisu. Semua ini berawal dari malam gala. Cindy mabuk pada saat malam gala, tepat sebelum Dewa melamarnya. Dia menyaksikan Eddy membawa membawa tubuh Cindy yang tak sadarkan diri. Malam itu adalah pertama kalinya dia mendapatkan penglihatan aneh. Lalu keesokan paginya Cindy terbangun di kamar hotel bersama Eddy.
Evi meraih ponselnya kemudian menjauh dari tempat duduk Cindy lalu menelepon Ika. "Ika tolong cek sesuatu untuk aku ..."
Baru beberapa menit berbicara Evi mendengar sebuah teriakan, dia menoleh ke arah suara teriakan. Di tempat duduknya, tubuh Cindy menggelepar seperti seekor ikan yang berada di daratan. Evi bergegas berlari ke arah Cindy. Kedua mata Cindy terbuka namun hanya warna putihnya yang terlihat. Evi menggenggam tangannya, memanggil nama Cindy. Namun tubuh Cindy masih menggelepar seperti sedang meregang nyawa. Tanpa pikir panjang, Evi berteriak ke dua penjaga untuk menelepon Ika dan menyuruh semua geng Ganesha untuk segera datang. Dengan cekatan salah satu pria yang bertubuh besar segera melakukan perintah Evi.
Cindy segera dilarikan ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari lokasi syuting. Setelah hampir setengah jam menyetir, mereka akhirnya tiba di sebuah puskesmas kecil. Seorang dokter segera memeriksanya, dahinya berkerut saat memeriksa tubuh Cindy lalu dia menggeleng. Evi menatap cemas ke dokter.
"Dia nggak apa-apa dok?"
Dokter itu hanya terdiam kemudian meminta seorang perawat untuk menyiapkan peralatan. Evi segera keluar ruangan dan menghampiri dua pengawal.
"Bagaimana pak Didi, mereka sudah on the way kesini?"
Pria itu mengangguk. "Sudah mbak Evi."
Pria yang dipanggil Didi itu termenung, dia ingin mengatakan sesuatu namun ragu. Evi mengawasinya. "Ada apa Pak Didi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasyPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...