Evi terbelalak begitu membaca berita yang yang tersebar di media, tentang tanggal resepsi pernikahan Dewa dan Cindy yang sudah ditetapkan. Tanggal pernikahan yang ternyata hanya tinggal seminggu lagi. Begitu selesai membaca berita itu, ia bergegas melangkah menuju kamar Cindy.
"Cindy, kamu udah baca berita?" Tanya Evi begitu menerobos masuk kamar. Cindy yang sedang asik duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya menoleh memandang Evi lalu meletakkan sisirnya dan beranjak dari duduknya. Dia menghampiri Evi seraya tersenyum lalu menyentuh kedua lengannya.
"Evi, maaf aku nggak diskusi dulu sama kamu. Aku sama Dewa sudah menetapkan tanggal resepsi pernikahan. Jangan marah ya Ev." Ujar Cindy dengan suara lebih lembut dari biasanya.
"Cindy ..." Balas Evi ragu.
"Aku tahu kamu marah." Potong Cindy. "Tapi aku mencintai Dewa dan Dewa mencintai aku. Masa aku harus segalanya laporan sama kamu." Ujar Cindy.
Evi menghela nafas. Bukan itu yang ia maksud. "Congratulations." Katanya lalu memeluk Cindy tak bersemangat. Cindy tersenyum membalas pelukan itu. Dia tahu Evi kecewa dengan tindakannya namun dia juga tahu manager karbitan akan menerimanya dengan baik.
"Aku akan siapkan untuk resepsi pernikahan." Kata Evi dengan tak bersemangat.
Cindy menggeleng. "Kamu nggak perlu repot-repot. Dewa sudah mengatur semuanya. Kamu dan de geng duduk manis aja. Oke?" Ujar Cindy tersenyum.
Setelah percakapan dengan Cindy, Evi segera meminta Jonathan dan Alice untuk membantu persiapan resepsi pernikahan. Menurutnya, resepsi pernikahan ini terkesan buru-buru ini dan itu membuatnya sangat cemas.
"Aku merasa ada yang nggak beres sama pernikahan ini." Kata Evi pada Jonathan dan Alice.
Keduanya terdiam menatap Evi. Jonathan merasakan sesuatu yang sama bahkan Alice tak bisa memungkiri aura bahaya yang mengintai Cindy. Sejak dia menemani Evi menelusuri tentang lukisan Lorenzo dan Isabel di Britania, dia mulai menekuni membaca tentang sejarah para penyihir.
"Mungkin nggak sih, semua ini rencana yang udah disiapin sama Charlotte?" Tiba-tiba kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Alice.
Evi dan Jonathan serentak memandang Alice. Mereka tak pernah berpikir tentang figur Charlotte selama ini. Kalimat yang diucapkan oleh Alice seperti sebuah sentakan yang membangunkan mereka dari tidur yang lelap.
"Alice ..." Panggil Evi dengan suara lirih.
"Nggak mungkin kayaknya ya? Charlotte nggak bisa hidup selama itu 'kan? Tapi menurut buku yang gua baca ...."
"Alice, makasih! Sekarang tugas lo nyari siapa kira-kira Charlotte!" Seru Evi dengan mata berbinar.
Alice memandang sepupunya tak mengerti lalu dia berguman. "Gampang kali nyari si Charlotte. Dia pasti cewek yang memiliki kekuasaan dan terkenal figurnya. Ciri-ciri Charlotte seperti itu karena dia penyihir paling jahat yang haus kekuasaan. Dia akan selalu hidup seperti itu sepanjang masa."
Evi terbelalak menatap sepupunya. "Darimana lo tau?!" Ah, pertanyaan bodoh, pikir Evi. Tentu saja sepupunya tahu tentang semua itu. Dia pembaca buku berat apalagi kalau sudah tergelitik oleh sesuatu. Dibalik tampangnya yang terlihat bodoh terdapat otak yang menyimpan pengetahuan luas seperti orang jenius. Malah dia pernah mendengar kalau konon hasil IQ sepupunya itu diatas rata-rata orang normal.
Evi mencium pipi sepupunya. "Gua tau, lo pasti bisa gua andalkan!" Seru Evi. "Sekarang lo cari tau siapa itu Charlotte kalau memang dia eksis. Apa lo emang uda tau siapa si Charlotte?" Katanya seraya menatap Alice dengan mata berbinar.
Alice mengangguk pelan. Jonathan dan Evi termangu memandang gadis berkaca mata tebal itu.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasiaPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...