1 - The Very First Day

117 3 0
                                    

Jumat kliwon, Agustus, 1999. Pukul dua pagi. Dengan sekuat tenaga Nurjanah berusaha kembali mengejan. Dia memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya dan untuk yang kesekian kalinya Nurjanah berteriak sekencang mungkin.

"Argghhh! Aku gak mau hamil lagi mas! Aku kapok! Kalau kamu mau anak lagi, silahkan kamu yang hamil!! Arrghh!"  

Purwanto yang sedang menunggu dibalik ruangan mendengar teriakan istrinya langsung gugup. Antara ingin menerobos pintu kamar bersalin atau membalas teriakan istrinya. Akhirnya dia memutuskan untuk membalasnya saja. 

"Iya Nur! Nanti gantian aku yang hamil ya! Tapi sekarang kamu harus keluarin bayi kita dulu!" Balasnya dari balik pintu. 

Mendengar balasan suaminya mata Nurjanah semakin terbelalak. Pandangannya penuh amarah ke arah pintu. Ingin rasanya ia menerobos pintu dan menjambak rambut suaminya karena sudah seenaknya saja menyuruhnya mengeluarkan bayi. Namun justru kemarahannya memberikan kekuatan padanya untuk mengejan. Tak lama kemudian suara tangisan bayi terdengar dari dalam kamar bersalin. Dengan cemas sekaligus penasaran Purwanto menempelkan telinganya dipintu. 

"Nur, kamu sudah lahir?! Bu dokter?! Halo?!" Teriaknya dari balik pintu kamar bersalin. 

Kemudian seorang perawat muncul dan tersenyum kepadanya. "Tenang pak Purwanto. Ibu sudah melahirkan kok. Bayinya perempuan." 

Saat itu juga mata Purwanto langsung berlinang. Dia tak tahu apakah harus berteriak kencang, menangis atau tertawa. Menunggu istrinya bertarung dalam persalinannya selama lebih dari tiga jam adalah hal yang paling menggugupkan dalam hidupnya. Meskipun dia pernah gugup pada saat malam pengantin mereka karena tak tahu apa yang harus dilakukannya, maklumlah karena dia hanyalah seorang bujangan yang hampir lapuk dan tak memiliki pengalaman. Namun kegugupan malam pertamanya tak segugup hari ini, menunggu istrinya melahirkan. 

Sambil didampingi oleh seorang perawat Purwanto masuk kedalam ruang bersalin. Saat melihat wajah istrinya yang pucat pasi dan sangat kelelahan diapun bergegas menghampirinya dan bersimpuh disampingnya. Sambil merangkul istrinya, airmata Purwanto tumpah ruah membasahi pipinya yang tembam bak bakpau.

"Nur, kamu gak apa-apa? Maaf kalau sakit ya. Aku gak tau kalau melahirkan itu sesakit ini. Anak kita pasti jagoan." Kata Purwanto sambil menciumi pipi istrinya. 

Mendengar ucapan suaminya Nurjanah berusaha tersenyum. Dia baru menyadari betapa dramatisnya suaminya yang sudah dinikahinya selama tujuh tahun itu . "Aku gak apa-apa mas." Balas Nurjanah dengan suara lirih .

Lalu Pandangan Purwanto beralih pada bayi yang sedang tertidur pulas. "Ini anak kita?" Katanya dengan senyum lebar. Nurjanah tersenyum mengangguk.

Dengan gugup Purwanto mengambil bayi mungil itu lalu menggendongnya. Bayi yang telah mereka nantikan selama tujuh tahun akhirnya berada ditangannya. Wajahnya seketika berseri saat memandangi bayi yang sedang ditimangnya.

"Mau dikasih nama apa?" Tanya Purwanto pada istrinya.

Nurjanah hanya tersenyum memandangnya. "Terserah kamu mas." 

Purwanto tersenyum lalu dia kembali memandang bayi dalam gendongannya dan berkata: "Bapak kasih nama kamu IYEM PURWANTI ya. Karena kamu cantik. Bukan hanya cantik wajah tapi juga hati." 

Mendengar itu Nurjanah langsung mengernyitkan keningnya menatap suaminya. "Mas, yang bener aja. Masa Iyem sih?!" 

Purwanto hanya tersenyum menyeringai memandang istrinya. Nurjanah memalingkan wajahnya dengan kesal. Ia menyesal telah memberikan kepercayaan pada suaminya untuk memberikan nama pada bayi mereka. Namun ia sangat mencintai suaminya Purwanto. Lelaki yang berparas minum namun sangat bertanggung jawab itu telah memberikan banyak kebahagiaan dalam hidupnya. Walaupun menyesal Nurjanah akhirnya mau menerima nama itu.  Dan penyesalan itu harus ia bawa sampai ajal menjemputnya. Setelah enam jam melahirkan, Nurjanah tak mampu lagi bertarung dengan komplikasi yang dideritanya. 

CINDYEMRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang