I Y E M sempat menginap beberapa hari dirumah bude Tien. Namun saat pulang kerumah Dahlia sudah menyambutnya dengan muka asam, lebih asam daripada sayur asam yang pernah Iyem rasakan. Iyem berusaha tak menghiraukan sikap wanita itu namun Dahlia memaksanya untuk duduk diruang makan. Iyem merasa seperti seorang terdakwa yang siap untuk diadili.
"Yem, kamu tau kalau bapakmu itu meninggalkan banyak utang?" Cerocos Dahlia begitu Iyem duduk.
Iyem memandang wanita didepannya. Dia tak menjawabnya namun dadanya mulai berdetak lebih cepat dari beberapa detik yang lalu.
"Bapakmu itu utangnya banyak sekali, makanya waktu itu saya tanya soal dokumen rumah dan lainnya. Karena utangnya banyak, jadi saya harus jual rumah ini dan properti lainnya. Tapi karena tidak ada dokumen jadi saya tidak bisa menjualnya. Satu-satunya yang bisa kita andalkan adalah toko matrial untuk membayar hutang bapakmu."
Sampai disini Dahlia berhenti mengamati wajah Iyem. Iyem masih tak bersuara dan sesekali membuang pandangannya ke meja. Dia merasa hukuman mati akan segera dijatuhkan padanya.
"Kita sudah gak ada uang lagi. Banyak orang yang datang menagih utang bapakmu waktu kamu gak menginap di bude Tien. Jadi sebaiknya kamu berhenti sekolah, saya gak bisa bayar sekolah kamu lagi. Kamu harus bekerja mulai sekarang."
Iyem menarik nafas dalam. Wajahnya masih menunduk menatap meja didepannya sambil memainkan jari-jarinya.
Apakah ini hukuman matiku?
"Kamu juga gak bisa tinggal disini sekarang karena rumah ini mau kita kontrakan demi bayar hutan dan biaya hidup."
Inikah hukuman matiku?
Kini Dahlia berdiri dan Iyem bisa mendengar tarikan dan hembusan nafasnya sebelum wanita bermuka asam urat itu mulai berbicara lagi.
"Kalau kamu bisa pergi sekarang, ya pergi aja sekarang. Baju-baju kamu sudah ada dikardus." Lalu ia pergi begitu saja.
Iyem masih duduk tak bergeming. Sesuatu yang besar seperti menghimpit tubuhnya. Herannya ia tak menangis. Akhirnya dia memaksakan tubuhnya untuk berdiri dan bergegas menuju kamarnya. Dan benar saja, dua kardus sudah menumpuk dikamarnya. Matanya mengarah ke meja rias yang sudah tak ada barang-barangnya disana. Iyem segera membuka kedua kardus, mencari sesuatu yang sangat berharga baginya. Namun tak ditemukan disana. Dia melanjutkan mencari disetiap tempat yang ada dikamarnya. Tetap saja nihil.
Iyempun keluar kamar dan bergegas menghampiri Dahlia yang sedang duduk diruang tamu bersama kedua anaknya.
"Dimana foto Biyung?!"
Dahlia menoleh sesaat lalu menggerakkan bahunya. "Mana saya tahu."
Iyem menoleh ke Santel dan Rosi. "Kalian yang ngepak barang saya tadi?"
Santel dan Rosi melakukan hal yang sama seperti ibunya. Keduanya hanya saling pandang dan menggerakkan bahu.
Iyem tak mampu lagi menahan emosinya. "Kalian memang orang-orang jahat dan tidak tahu diri!"
Serta merta Dahlia menoleh dan terbelalak. Wanita itu langsung berdiri menghampiri Iyem. Tanpa Iyem sangka tangannya langsung melayang menampar wajahnya dengan kecepatan kilat. Iyem langsung menyentuh pipinya. Walaupun ini baru pertama kalinya Dahlia menampar wajahnya namun entah kenapa dia seperti sudah mengantipasinya sejak wanita itu dinikahi oleh bapaknya. Belum puas sampai disitu Dahlia mendorong Iyem hingga tubuhnya tersungkur kelantai.
"Dasar anak nggak punya aturan! Sudah bersyukur kamu ada yang ngurusin selama ini!" Teriak Dahlia dengan penuh amarah.
Entah keberanian darimana Iyem membalas tatapan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDYEMRELLA
FantasiPada malam pesta ulang tahunnya yang ke sembilan belas, Cindy mendapatkan sebuah cincin misterius bermata biru. Cindy meminta managernya, Evi untuk menelusuri cincin misterius itu. Penelusuran itu membawa Evi pada kisah tragedi yang terjadi tiga aba...