HS: Lima

1.5K 65 4
                                    

     Semua tampak terdiam, keadaan juga semakin menegangkan. Di dalam toilet, nyawa Syakila sedang menjadi taruhan atas tingkah dirinya sendiri. Zafran terlihat kacau dan hanya terdiam dengan tatapan kosong, mengingat apakah ia memang pernah menyentuh Syakila sejauh yang diceritakan atau memang ini hanyalah sebuah fitnah. Apakah pernah ia meminum barang seteguk minuman haram yang di larang oleh Tuhannya? Semua jawaban jelas ada di Syakila.

Suara decitan pintu terbuka membuat semua orang menoleh, tidak terkecuali Zafran. Dengan cepat ia bangkit dan mengambil alat pendeteksi kehamilan dari genggaman Syakila. Tatapan nanar dan sesak di hatinya, diiringi buliran air mata. Zafran berlari ke arah Uminya, memeluk Selvi dengan erat dengan ucapan kata, "Demi Allah Zafran tidak pernah melakukannya Umi." Alat yang terjatuh itu di ambil paksa oleh Selvi, dan teriakan takbir dari mulutnya membuat semua orang penasaran akan hasil yang ada.

"Allahuakbar...." Zafran memeluk Umi nya erat saat dirasa tubuh Selvi mulai menolak pelukannya. Pukulan-pukulan ia layangkan dengan tega kepada anak yang selalu ia banggakan.

"Umi sama Abi gak pernah ajarin kamu bertingkah laku seperti ini, mas."

Hasilnya terdapat dua garis berwarna merah. Syakila benar-benar sedang mengandung, tetapi tidak diketahui memang benar anak Zafran atau bukan.

Semua anggota merasa terpukul. Ini adalah fenomena baru di keluarga mereka, keluarga yang terkenal dengan ilmu agamanya yang kuat.

"Pria itu harus berani bertanggung jawab dengan apa yang ia perbuat. Kamu harus menikahi Syakila agar tidak menjadi fitnah mas." Ujar Adam kepada cucunya yang masih menangis.

"Syakila, kamu telepon orang tua kamu. Biarkan saya yang berbicara tentang keadaan kamu sekarang." Syakila mengeluarkan handphone dari saku gamisnya. Mencoba menghubungi salah satu keluarga.

Panggilan terhubung.

"Ada apa lagi!? Laki-laki itu sudah mau tanggung jawab, apa malah menelantarkan kamu? Itu karma namanya Syakila." Bentakan kakanya membuat Syakila hanya bisa menahan tangis dan malu, lalu ia menyerahkan nya ke Adam.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsallam. Siapa ini?"

"Mba, sebelumnya maaf atas perilaku anak kami. Saya Adam, kakek dari pria yang sudah berbuat dengan Syakila. Sebelumnya, saya pikir mbak dan keluarga belum tau soal kehamilan Syakila. Karena, tujuan awal Syakila kesini ingin belajar agama."

"Halah anak sialan itu memang suka berbohong pak, saya sudah usir anak itu karena hanya jadi aib keluarga, hanya bisa pergi ke bar dan bergaul pada lingkungan yang salah. Dia pakai hijab hanya formalitas, biar  sikap busuk nya gak terlihat, Mana mungkin mau belajar agama, sholat 5 waktu aja jarang." Terdengar suara lain, suara seorang perempuan yang terdengar lebih ketus.

Jangan tanyakan keadaan Syakila sekarang. Hancur. Harga dirinya sudah di jatuhkan oleh ibu nya sendiri. Orang yang melahirkan, menyusui dan merawat nya.

Sungguh kata-kata menyakitkan terdengar dari mulut seorang ibu yang telah sakit hati terhadap anaknya, mungkin tanpa disadari akan menjadi sebuah doa untuk Syakila.

"Gara-gara anak sialan itu juga, suami saya jadi meninggal!" Syakila terbelalak terkejut. Badannya lemas dan ia terjatuh. Tidak ada yang menolong bahkan iba kepadanya. Syakila kembali menangis. Bahkan karena ulah dirinya, ayah nya sampai meninggal dunia. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa ku. Batinnya.

"Gini aja bah, mas. Tidak perlu nunggu waktu, mungkin akad bisa diadakan secepatnya besok agar tidak menjadi fitnah, dan sah secara agama dulu." Saran dari paman Hadiid, meminta izin terlebih dahulu kepada Abang dan ayahnya.

"Mempermalukan keluarga. Abah kecewa sama kamu Zafran." Adam bangkit pergi, meninggalkan ruang tamu menuju kamar. Sudah pusing terlibat dalam permasalahan cucu nya.

Hijrah Syakila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang