HS: Dua puluh Tujuh

920 70 67
                                    


Seminggu lebih keduanya kembali hidup rukun seperti sebelumnya. Syakila yakin kalau suaminya itu tidak akan pernah berani meninggalkan dirinya lagi karena perasaan yang dinamakan cinta. Padahal ia tidak pernah tau apa yang ada di dalam hati Zafran.

"Hari ini umi mau datang, tapi gak mampir kesini, hanya ke pesantren." Syakila yang sedang menautkan kancing kemeja Zafran sempat berhenti sebelum mengangguk.

"Jam berapa?" Kaki nya melangkah ke arah meja rias mengambil sebuah sisir dan kembali untuk merapihkan rambut suaminya.

"Kemungkinan jam 10 kebawah. Sayang nanti masak ya atau pesan makanan buat umi."

"Abi ikut?"

"Sepertinya iya, karena mau bahas proyek di Jakarta." Jawabnya sambil fokus memasangkan arloji.

"Ya udah kalo gitu nanti Kila masak dibantu Mbok Karni. Sekalian main ke pesantren."

Zafran mengangguk dan menghampiri istrinya yang sedang membersihkan kasur, menyusun bantal-bantal yang terlihat berantakan. Semenjak kehamilan yang sekarang entah kenapa Syakila berubah menjadi rajin bersih-bersih dan akan risih melihat barang yang diletakkan tidak tepat pada tempatnya.

Pernah Zafran sehabis mandi menaruh handuknya di kasur dan membuat kasur basah. Syakila memang tidak marah, tapi menangis sesenggukan dan mengeluh capek.

Zafran memeluk Syakila dari belakang menghirup wangi lavender istrinya. Mengelus perut yang dihuni calon anak mereka. "Saya pergi dulu ya, nanti kalo mau ke pesantren pakai motor listrik kamu."

Syakila menyalami tangan suaminya dan mengantarkan pria itu sampai depan rumah. Melambai riang membuat Zafran terkekeh geli.

"Ayo kita masak buat Mbah kakung sama nenek kamu." Ujarnya semangat sembari mengelus perutnya.

🧸

"Gimana kamu udah ngomong sama Maryam?"

"Udah mi. Orang tua Maryam setuju, ya walaupun harus di paksa Maryam. Aku sama Maryam juga udah nyari-nyari paket umroh. Pembayaran semua sudah lunas, sisa ngurus surat-surat aja."

"Syakila udah tau kalo kamu mau umroh?"

"Belum, mungkin hari ini aku kasih tau."

"Alhamdulillah, semoga lancar deh."

"Ya udah, kalo gitu umi mau liat santri-santri dulu ya. "

Setelah perbincangan singkat itu, Zafran memilih untuk kembali pada kerjaannya. Selvi tersenyum membalas sapaan dari mahasantri.

Sesampainya di ruang usaha santri, terdengar dari dalam sana suara seseorang tengah berbicara, dilihat para santri yang menyimak.

"Jadi, kemungkinan besar omset pemasukan tidak ada karena jalur dagang yang kalian ambil hanya offline. Padahal, banyak sekali keuntungan dari kita berjualan online. Contohnya jarak dan waktu yang tidak terbatas."

Selvi masih enggan untuk masuk dan bersembunyi di belakang pintu mendengarkan Syakila yang memberikan masukan.

"Tapi Ning, kita kan gak boleh pegang handphone."

"Gimana kalau misalnya usaha kalian biar pakai handphone saya dulu? Saya siap jadi admin usaha kalian, untuk membalas pesan-pesan customer. Nanti saya juga akan minta izin kepada Gus Zafran untuk di perbolehkan kalian live di hari Ahad. Gimana?" Santri-santri yang mendengar itu saling menatap satu sama lain, seperti memberi isyarat dan mengangguk setuju.

"Ya sudah, kalau begitu saya mau keruangan suami saya dulu ya. Kalian jangan lupa istirahat dulu, makan. Saya juga mau makan barang Nyai Selvi, nanti setelah itu saya kesini lagi bantu kalian untuk buat akun ya?"

"Syukron ya Ning." Langkah Syakila terhenti saat berpapasan dengan Selvi. Perempuan itu dengan gugup menyalimi tangan Selvi yang kali ini terlihat tanpa penolakan.

"Umi, Syakila baru mau ke ruangannya ka Zafran. Tadi pagi, ka Zafran minta di mas-"
Sebelah tangannya terangkat, membuat Syakila memberhentikan ucapannya.

"Kamu duluan aja, nanti saya nyusul."

"Nggeh umi."

Syakila bersenandung senang atas perubahan perilaku Selvi. Ia mengetuk pintu ruangan Zafran dan membukanya sembari memberi salam.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsallam..." Syakila tersenyum melihat suami dan mertuanya sedang duduk berbincang. Tapi senyuman itu mendadak hilang saat Ibrahim menantap nya dengan tatapan tidak suka. Bahkan saat ingin menyalimi tangan Ibrahim, mertuanya itu hanya diam dan terus mengobrol.

"Ka, ini masakan Kila. Walaupun di bantu sama mbok Karni juga hehe..." Zafran membantu Syakila menata makanan di atas meja.

Menu yang Syakila masak hari ini cukup menggiurkan. Sayur asem dengan berbagai lauknya dan sambel terasi. Dengan percaya dirinya Syakila ikut menimbrung makan bersama keluarga kecil Ibrahim. Syakila juga bagian dari keluarga kan? Ia menantu Ibrahim.

Makan siang nya kali ini, Syakila hanya diam. Ia tahu makan tidak boleh bicara, tapi sesekali mertuanya mengajak Zafran bercerita dan seperti menganggap Syakila tidak ada.

Karena kejadian itu Syakila jadi tidak mood dan pulang dengan lesu. Ia hanya punya Allah dan suaminya sekarang. Pikiran itu dengan cepat ia buang saat membayangkan senyum ibunya.

Setelah sholat isya dan menyetor hafalan, Syakila membereskan mukena dan berlari ke arah Zafran Setelahnya. Duduk di sebelah suaminya yang tengah menonton tv.

"Kil, Kaka mau ngomong." Syakila dengan cepat membenarkan posisi duduk nya menatap Zafran.

"Sebelum kita nikah, ada satu travel umroh yang jadiin Kaka Brand Ambassador nya. Dan mereka ngasih beberapa tiket umroh." Mata Syakila berbinar, bibirnya tersenyum dan perempuan itu terlihat antusias.

"Jadi kita akan umroh bareng ka?" Syakila menggenggam tangan Zafran berharap kalau ia akan ikut bersama suaminya. Ini kali kedua Syakila akan naik pesawat dan pergi ke luar negeri.

"Tapi, karena ini udah diurus sebelum kita nikah. Jadi nama kamu gak terdaftar." Syakila yang sebelumnya sangat antusias menjatuhkan pundak nya lemas.

"Emang nya gak bisa kalo aku di daftarin? Aku kan belum pernah umroh. Aku juga mau ibadah ke sama bareng suami aku. Mahal gak? Kaka kan banyak duit, kita daftar sekarang aja ya? Gimana?"

Zafran menahan Syakila, "Gak bisa Kil. Udah tutup pendaftaran nya. Kalo mau di urus paling lambat bulan depan."

"Emang nya Kaka berangkat kapan?"

"Minggu depan." Syakila hanya bisa menganga tidak percaya. Jadi ia harus menunggu di rumah sendirian? Dengan kesal Syakila hanya memanyunkan bibirnya dan beranjak pergi ke kamar.

Zafran membuka pintu kamar nya dengan pelan, mengintip ke dalam melihat Syakila yang sedang menangis tengkurap di atas kasur.

"Kil, Kaka janji habis pulang dari sana kita jalan-jalan. Kemanapun yang Kila mau."

"Gak mau! Kila mau nya ikut ka Zafran umroh!"

"Sayang, jangan tengkurap kaya gitu, kasian dedek nya." Dengan tenaga yang tidak terlalu besar Zafran berhasil membenarkan posisi Syakila, mengelus rambut perempuan itu.

"Nanti kalo Kila mau sabar kita honey moon ke Bali. Gimana?" Syakila tampak terlihat sedang berpikir. Ia membayangkan hal-hal romantis yang akan mereka lakukan selama disana.

Zafran tertawa saat melihat Syakila mengelap ingus yang meler dari hidung nya sambil berkata, "janji?" dan menunjukan jari kelingking bantet nya.

"Janji sayang." Syakil memeluk tubuh Zafran dengan erat, membiarkan suaminya itu mengelus rambutnya.

"Dasar cewek matre."

To Be Continued
Jkt,30-06-2024

Hijrah Syakila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang