HS 33

301 39 7
                                    


  Dua minggu berlalu hidup tanpa Syakila, Zafran hanya bisa memendam rindunya. Perempuan itu berhasil membut Zafran jatuh sejatuh-jatuhnya. Bahkan berdirinya ia sekarang di taman belakang untuk menghirup udara segar karena sudah empat hari hanya terbaring di kasur menahan sakit di kepala dan badannya. Biasanya saat Zafran Sakit Syakila akan senang hati nememani dirinya seharian sambil menonton film bersama di kamar.

Dering telepon berbunyi dari handphone Zafran, membuat pria itu terpaksa harus mengangkatnya.

"Waalaikum salam, ada apa Pak Aziz?" Zafran hanya mendengarkan seksama dan sesekali mengangguk paham.

"Baik, saya akan bilang ke Abi. Insya Allah saya akan sampai sore ini paling cepat. Terimakasih informasinya."

Zafran kembali ke kamar nya, menarik koper dan memasukan beberapa baju untuk ia kenakan selama di Jakarta. Ya, Zafran akan ke Jakarta untuk memantau proyek bisnis keluarga Malik yang sudah 60% prosesnya.

Saat kaki nya melangkah area ruang keluarga, terlihat Ibrahim dan Selvi yang tengah berbincang sambil memakan buah yang baru Selvi ambil.

"Loh, mas bawa koper mau kemana?"

Zafran melangkah mendekati orang tuanya dan duduk disana, "Mas izin ke Jakarta ya Bi, Mi, tadi pak Aziz telpon kalau Mas harus cek proyek sekolah di Jakarta."

"Kan Mas baru sembuh, memangnya gak bisa nanti?" Terlihat raut khawatir yang Selvi tunjukan.

Pasalnya sang anak mengalami demam tinggi selama empat hari kemarin, persis seperti mayit hidup. Bukan hanya itu yang ia takutkan, tapi saat Zafran sakit, setiap malam mengingau dan memanggil nama Syakila berulang kali. Selvi tahu dirinya egois, tapi ini untuk kebaikan Zafran.

"Mas bener kan cuman mau liat proyek? Habis itu langsung balik ya." Zafran tersenyum dan mengangguk.

"Naik apa mas kesananya?"

"Pesawat bi, dari sini ke bandara mas bawa mobil."
Setelah menyalami kedua orang tuanya, Zafran bergegas pergi menaiki mobil pribadinya.

✈️


Syakila menahan dirinya selama tinggal kembali bersama keluarga besarnya. Setiap hari ia diperlakukan tidak baik, di tambah para tetangga yang tidak pernah kehabisan topik membicarakannya. Ya wajar saja, ketua gosip nya bibi Syakila sendiri.

Tapi Syakila kuat karena ada Allah yang selalu bersamanya. Saat perempuan itu ingin marah, Syakila selalu ingat pesan Zafran untuk mengambil wudhu. Wudhu bisa meredakan emosi yang menggebu.

Seperti sore ini, bukannya sibuk dengan kegiatan positif lainnya, Syakila mendengar beberap tetangga membicarakan dirinya secara terang-terangan.

"Berarti suaminya udah sadar kalo nikahin cewek pelac**r."

"Kalo saya jadi mertuanya-- eh jangan sampe deh. Nanti beneran lagi anak saya kecantol."

"Harus banyak-banyak doa Mpok, takutnya bukan anak Mpok, malah suami Mpok nanti yang kena."

"Sekata-kata lu Linah ngomong nya, mit-amit deh."

Padahal pembicaraan mereka sedari tadi Syakila sengaja dengarkan, setidaknya membuat mereka malu karena membicarakan secara gamblang. Tetapi yang namanya sudah tidak ada urat malu, perbincangan itu tidak berhenti sampai disitu saja. Di tambah bibi Syakila yang ikut menimbrung.

"Emang si Anita gagal ngedidik anak, terlalu di manja dulu. Hasilnya malah hamil di luar nik--"

Sudah. Syakila tidak akan diam saat yang dihina adalah ibunya. Ia dengan berani berjalan ke arah gerombolan itu.

Hijrah Syakila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang