Kehidupan rumah tangga kedua nya sudah berjalan membaik. Seperti saat pagi ini syakila sedang menyiram beberapa tanaman yang sudah lama tidak ditinggal. Sedangkan Zafran menikmati kopi dan roti panggang buatan sang istri di waktu libur mereka."Sayang." Panggilan itu sangat Syakila sukai saat keluar dari mulut suaminya.
"Jangan terlalu sering jongkok nanti perut kamu keram." Kata Zafran memperingati saat melihat istrinya yang terus-terusan menatap tanaman mereka.
Syakila mematuhi panggilan itu dan mendekat ikut duduk bersampingan dengan Zafran. "Cantik ya Ka. Kila boleh gak kalo tambah bunga matahari?"
"Boleh sayang, tapi nanti aja ya sehabis lahiran." Syakila hanya mengangguk patuh sambil memakan roti bakar nya dan Zafran yang sibuk membenarkn hijab nya.
"Ternyata kaka beneran nikahin anak kecil ya. Lucu banget pipinya kalo lagi makan." Perkataan Zafran disambut dengan kekehan kecil Syakila yang masih mengunyah.
"Gak terasa ya, udah mau 7 bulan aja. Sebentar lagi adek akan ketemu sama abi dan bunda." Zafran mengelus perut Syakila. Rutinitas barunya semenjak Syakila hamil adalah mengusap perut istrinya dengn doa-doa yang di lafalkan.
"Kila juga gak sabar, kira-kira dia mirip kaka atau Kila ya?"
"Mirip siapapun yang penting sehat." Percakapan itu berlanjut sampai ba'da zuhur dan mereka memutuskan untuk solat bersama.
***
Perkumpulan para orang tua di kediaman Adam sedang berlangsunh. Adam dan Hadiid memboyong istri mereka bersilaturahmi dengan orang tua. Hal ini menjadi kegiatan rutin setiap akhir pekan sebelum memulai kegiatan di hari esok.
"Gimana Alam di padang dit? Betah?" Pertanyaan Adam menbuat semuanya menoleh pada Hadiid.
"Betah, Bi. Badannya agak berisi sekarang."
"Bahagia, itu, karena sudah punya istri."Celetukan Selvi membuat semuanya tertawa.
"Zafran gimana Sel? Masih suka murung?"
"Engga bi, karena Syakila sudah balik."
Semuanya terkejut dan saling melirik satu sama lain, kecuali Ibrahim yang sudah tau lebih dulu. Selvi yang tau kekhawatiran itu segera meluruskan dengan senyuman bahagia.
"Tapi tenang aja, Syakila sudah berjanji kalau akan mengizinkan Zafran menikah dengan Maryam."
"Kamu yakin mba, dia bisa pegang janji nya? Setelah apa yang dia lakuin selama ini ke keluarga kita?"
"Yakin 100% karena ada persyaratan yang di buat."
"Keluarga Maryam pasti tidak akan pernah menerima kita lagi. Berkali-kali Syakila buat kelurga mereka malu. Pasti Maryam sudah di jodohkan dengan pria lain." Ujar Adam.
"Abi tenang aja. Syakila yang akan bicara sendiri di hadapan keluarga Maryam. Kalau perlu malam ini, itu bisa terjadi Bi."
***
Maryam hampir sebulan penuh mengurung dirinya di kamar dan tidak bersosialisasi dengan orang di rumah. Bahkan beberapa undangan dakwah terpaksa ia batalkan karena kesehatan yang terganggu.
Kedua orang tuanya hanya bisa berdoa agar anak mereka cepat keluar dari ketepurukan. Mungkin salah satu jalan keluarnya adalah mengenalkan Maryam dengan pria lain.
"Mba, boleh Umi masuk?" Tidak terdengar jawaban apapun tapi uminya tetap menbuka pintu kamarnya. Maryam masih meringkuk di atas kasur tertutup selimut.
"Mba ada kabar baik. Ghifari, anak ustad Zaky berniat baik untuk melamabar Mba." Di dalam selimut tebal nya, Maryam dengar semua apa yang umi nya bicarakan. Ghifari adalah teman masa kecil nya yang saat ia pindah ke Jakarta, tidak ada lagi komunikasi di antara mereka berdua. Dan dengan tiba-tiba muncul untuk melamar.
Andai keluarga Zafran yang datang untuk minta maaf dan kembali melamarnya, maka dengan senang hati Maryam menerima lamaran itu.
"Mba cuman ingin Maz Zafran, Mi."
"Astagfirullah, istigfar mba. Umi gak mau ada sangkut pautnya lagi sama keluarga mereka."
Maryam keluar dari balik selimutnya dan menangis tersedu-sedu, menatap umi nya memohon.
"Mba sudah mati rasa. Rasa ini cuman bisa kembali pada orang yang tepat, yaitu mas Zafran."
"Mba rasanya mau mati Mi, terikat dengan semua janji Mas Zafran yang pernah ucapkan." Umi beristigfar sekali lagi sambil memeluk anaknya dan ikut menangis. Sebesar itu kah luka di hati putri semata wayang nya?
"Jadi Mba menolak Ghifari?"
Maryam mengangguk, "Mba akan selalu menunggu Mas Zafran sampai Mba lelah. Mba harus menjadi istri Mas Zafran, sampai dapat izin dari Syakila, sekalipun harus menjadi madu."
***
Sore ini kedua insan itu memutuskan untuk keluar rumah dan berjalan di alun-alun kota Purwokerto sambil saling menggengam satu sama lain.
"Kila mau itu." Tunjuknya pada sebuah gerobak mie ayam.
"Kamu baru makan Mie instan kemarin sayang, yang lain aja."
Syakila menyerah dan kembali berjalan mencari jajanan lain. "Kalo yang itu boleh gak?" Makanan pedas, dan Zafran kembali menggeleng. Akan bahaya untuk perut Syakila.
Syakila masih terus berjalan dan berkali-kali menunjuk beberapa penjual tapi tidak di izinkan oleh Zafran. Bukan Zafran pelit, tapi ini untuk kebaikan Syakila dan anak mereka.
Melihat istrinya yang mulai tidak bersemangat akhirnya Zafran membawa Syakila pergi dari sana dan mengendarai mobilnya, sampai ia berhenti di suatu tempat.
"Danau?" Zafran mengangguk, membukakan sabuk pengaman dan pintu untuk Syakila.
"Pakde, bakso dua ya."
"Siap Mas."
Keduanya menikmati bakso di pinggir danau sambil menyaksikan matahari yang mulai tenggelam. Syakila menyenderkan kepalanya dan merasa bahagia. Keduanya begitu menikmati waktu-waktu bersama sambil menunggu waktu maghrib tiba.
"Makasih ya Ka Zafran, Kila bahagia banget."
"Sama-sama sayang." Balas Zafran sambil mengecupi pipi istrinya gemas.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Syakila
Teen Fictionseharusnya Syakila sudah tau konsekuensi dari apa yang ia lakukan untuk memenuhi ambisinya memiliki Zafran, Seorang Gus muda dari pondok pesantren Al-Zaziyah. Berawal dari berteman yang saling mengenal lewat sosial media dan mempelajari, juga bimbi...