HS: Dua Puluh Delapan

615 56 13
                                    


Zafran menatap pantulan cermin melihat penampilan dirinya. Sudah seminggu berlalu dan ini adalah hari keberangkatannya menunaikan umroh bersama keluarga, terkecuali istri kecilnya.

"Kamu beneran gak mau nemenin kaka ke bandara Kil?" Syakila hanya bersembunyi di balik selimut sambil bergumam.

"Kila gak enak badan kayanya ka." Mendengar itu Zafran dengan segera berjalan ke arahnya dan menyibak selimut setengah badan Syakila, menempelkan tangannya ke dahi perempuan itu yang tidak terasa panas. Apa istrinya ini sedang mode ngambek?

"Kamu beneran gapapa kalo Kaka tinggal?"
Terdengar dari suaranya Zafran begitu khawatir.

"Kila beneran gapapa ka, kan ada mbok Karni." Syakila duduk bersandar di dashboard kasur menatap suaminya dengan tatapan lemas.

"Tapi Kila izin ya, nanti sore Kila mau ke Jakarta. Kangen sama ibu." Zafran hanya terdiam terkejut. Selama seminggu ini Syakila tidak pernah bilang kalau akan pergi ke Jakarta. Tapi karena tidak ingin istrinya itu terluka karena penolakan nya, Zafran hanya membuang nafas pasrah dan mengangguk.

Dengan mengeluarkan kartu debit nya, "Sebenernya Kaka marah kamu gak izin dari jauh-jauh hari, apa lagi sekarang kamu lagi sakit. Takut kenapa-kenapa." Syakila menggenggam tangan suaminya sambil tersenyum.

"Kila bisa jaga diri ka. Lagi pula kan cuman ke stasiun, abis itu di kereta bisa istirahat. Kalo udah sampe juga di jemput kok." Keduanya berpelukan tanda perpisahan selama seminggu kedepan.

"Makan yang banyak ya disana, ajak ibu sama yang lain jalan-jalan. Jangan lupa kasih uang bulanan ibu, ter-" Syakila menghentikan ucapan Zafran, membekap mulut pria itu sambil menunjukan jam di ponselnya.

"Iya bawel. Liat udah jam berapa? Nanti kamu telat." Syakila menyalimi tangan Zafran membuat pria itu mengalah, dan menyeret koper meninggalkan rumah. Dari balkon kamar, Syakila melambai mengiringi kepergian suaminya.

***

Zafran menyalimi orang tua Maryam yang baru saja datang. "Sabar ya, sebentar lagi. "
Abi Maryam menepuk pundaknya pelan. Zafran yang paham hanya terkekeh pelan.

Matanya menciduk basah Maryam yang menatapnya, menyadari Zafran juga membalas tatapannya membuat perempuan itu membuang pandangan ke arah lain. Melihat wajah Maryam membuat diri Zafran merasa tenang. Entah kenapa.

Setelah pengecekan jamaah umroh, semua jamaah di himbau untuk segera menaiki pesawat. Zafran duduk bersebelahan dengan Maryam yang di batasi dengan jalur lalu lalang.

Zafran merasakan tubuhnya mulai gelisah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dan tanpa ia pungkiri kalau dirinya mengkhawatirkan Syakila. Perjalanan nya kali ini hanya menatap keluar jendela pesawat. Menatap awan-awan dan langit yang mulai menggelap.

Pasti kalo Syakila ikut dia akan suka.

Banyak pertanyaan yang muncul dipikiran nya, menanyakan tentang keadaan istrinya. Apakah Syakila sudah sampai, bagaimana makannya, dan apakah keluarganya memperlakukan istrinya dengan baik?

Perjalanan dari bandara Soekarno-Hatta sampai bandara Internasional Raja Abdulaziz di Jeddah membutuhkan waktu selama 10 jam. Zafran menarik koper nya menuju Hotel megah yang travel siapkan. Pemandangan Ka'bah terlihat jelas dari luar jendela kamar nya.

Zafran memutuskan untuk membersihkan tubuh sebelum bersiap-siap untuk acara pernikahannya. Ke khawatiran kepada Syakila hilang begitu saja saat membayangkan sebentar lagi ia akan resmi menjadi suami sah dari Maryam, perempuan yang ia idam-idamkan dari dulu.

Zafran terlihat menawan dengan baju jubah putih bersih yang melekat pada tubuh tegap nya. Debaran di dada dan semburat merah di pipi bisa menjelaskan bagaimana keadaannya sekarang.

"Astaghfirullah, sampai lupa hubungin Syakila." Tulisan memanggil menandakan kalau perempuan itu sedang tidak aktif.

"Udah sampe belum ya? Atau lagi tidur?"
Tangannya membuka google untuk melihat berapa jam perjalanan dari kota nya ke Jakarta menggunakan transportasi kereta. Baru membuka laman pencarian, sebuah berita membuat tubuhnya menegang.

Breaking News!

Tragis! Kecelakaan kereta api dengan rute Purwokerto - Jakarta hancur akibat tubrukan antar...

Dengan perasaan yang berdebar tidak karuan, Zafran membuka artikel untuk dibacanya. Artikel tentang kecelakaan antar dua kereta api, salah satunya adalah kereta api dengan rute yang istrinya naiki. Kecelakaan terjadi tepat jam delapan malam. Kemungkinan Syakila ada di dalam kereta itu. Kecelakaan yang disebabkan salah satu lonceng dari kereta mati menewaskan banyak korban.

Untuk saat ini belum bisa teridentifikasi korban-korban yang tewas dan luka-luka, para keluarga hanya bisa menunggu dengan cemas di rumah masing-masing sampai otopsi selesai.

Zafran ingin berprasangka baik, tapi pikirannya seolah menolak dan meyakinkan bahwa Syakila ada di dalam kereta itu.

"Kil.." tubuhnya melemas bahkan hp yang tadi di genggam jatuh begitu nanar di lantai. Zafran menatap lurus dengan pandangan yang mulai kabur tertutup air mata yang kapan saja siap untuk jatuh.

"Syakila maafin Kaka." Isak tangisnya mulai terdegar, tangannya bertumpu pada kasur menutupi wajahnya. Jadi kegelisahan sedari kemarin adalah sebuah pertanda?

Andai ia mengajak Syakila

Andai ia tidak pernah berbohong

Andai...

Pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Selvi dengan wajah yang berubah menjadi panik. Ikut duduk di bawah kasur mensejajarkan posisi, merengkuh anaknya yang terus terisak.

"Astaghfirullah, mas kenapa?"

Zafran mengangkat wajahnya, memperlihatkan seberapa kacau dirinya kepada Selvi. "Umi, Syakil--" Bahkan mulutnya terasa sulit mengatakan semuanya dengan jelas. Memberi tahu semua yang telah terjadi.

"Mi, mas kok belum siap-siap? Maryam dan keluarganya sudah menunggu."

"Syakila kecelakaan bi." Suara bergetar itu membuat Selvi dan Ibrahim menatap tidak percaya.

"Mas kok bisa? Mas tau dari mana?" Pertanyaannya mulai datang dari kedua orangtuanya. Bukannya menjawab Zafran kembali menangis.

Cukup lama untuk Zafran merasa tenang. Selvi menuntun anak nya untuk menegak segelas air, dan Adam yang terus menenangkan Zafran. Semuanya sudah Zafran ceritakan, kejadian sebelum keberangkatannya. Mereka juga sudah menelpon mbok Karni menanyakan keadaan rumah, barangkali Syakila tidak jadi pergi karena sakit. Tapi jawaban mbok Karni membuat Zafran kembali putus asa.

"Rumah sepi Gus, tidak ada orang."

Sekarang Zafran hanya bisa menunggu informasi dari pihak yang terkait. Semuanya berkecamuk di kepalanya. Tentang bagaimana keadaan Syakila dan anaknya, selamat atau tidak dan masih banyak pikiran lainnya.

Kini hanya tersisa ibu dan anak yang terdiam membisu. Zafran tidak angkat bicara setelah penjelasan panjang itu. Ia hanya menatap lurus dengan pandangan kosong dan wajah tak bergairah.

"Mas harus inget, ada perempuan lain yang menunggu mas. Mas harus menikahi Maryam, ini kesempatan yang bagus mas. Syakila sudah pergi dari hidup mas."

"Ingat, jangan buat Maryam kembali kecewa. Ini sudah jalan yang Allah tunjukkan ke mas atas semua doa-doa yang di panjatkan. Maryam lebih pantas untuk mas."

To Be Continued
Jkt, 17 Juli 2024

Hadeh... Setalah huru hara akhirnya up juga. Hehe maap ya lama, maklum orang sibuk wkwkw

Gais btw kalian harus baca ini. Jadi ada penulis yang mau meminang Hijrah Syakila untuk di angkat menjadi novel. Kalo menurut kalian, Hijrah Syakila itu udah cocok belum buat di angkat jadi novel?

Kalo iya, apa kalian mau ikutan PO???
Banyak banget sih pertimbangan yang aku pikirin. Novel atau aku up di karya karsa? Karena pasti beberapa part epic gak akan di up di wattpad ;(

Itu aja sih, aku usahain untuk cepet up. Thank uuuu

Hijrah Syakila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang