HS: Sepuluh

1.3K 64 9
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Kalau ada typo mohon di komen

🔖 Happy Reading 🔖

° ° °

Kaki Syakila sudah selesai di urut oleh mbok Iyem, salah satu warga yang membuka jasa urut. Bengkak di kaki nya lumayan mereda.

"Cah ayu, maaf kalo mbok berkesan tidak sopan. Kamu istri Gus Zafran?" Tanya Mbok Iyem hati-hati.

"Iya mbok, baru menikah kemarin."

"Masya Allah, selamat ya cah ayu. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah, dan mendapatkan keturunan yang Sholeh dan Sholehah." Ucap Mbok Iyem, mendoakan.

"Makasih mbok, aamiin."

"Mbok tuh kaget loh. Mbo kira yang nikah iku Gus Alam. Ternyata Gus Zafran. Mana istrinya cantik begini." Syakila hanya tersenyum mendengarkan mbok Iyem yang terlihat begitu bersemangat memuji dirinya. Syakila bersyukur setidaknya masih ada orang baik yang menerimanya.

"Urut nya sudah selesai. Ning istirahat ya, jangan terlalu banyak gerak. Karena masih bengkak kakinya. Kalau masih sakit, Ning bisa minta tolong ke Gus untuk memanggil mbok, ya?"

Syakila tanpa aba-aba memeluk Mbok iyem. Mbok Iyem sangat perhatian seperti neneknya. "Eh, ada apa cah ayu? Sakit ya?"
Tanya Mbok Iyem khawatir.

"Saya kangen nenek saya, Mbok. Gapapa kan saya peluk mbok?" Mbok Iyem membalas pelukan perempuan muda di depannya.

"Kalo cah ayu merasa kesepian. Cah ayu boleh main ke rumah mbok."

***

Zafran termenung di ruang kerjanya. Ia merasa jati dirinya lamanya, yang telah lama hilang kembali. Sosok diri yang kasar dan egois. Tapi jati diri itu hanya ia tunjukkan kepada Syakila.

Zafran merasakan kesedihan melihat pemandangan dimana Syakila diperlakukan tidak senonoh oleh umi nya. Kepalanya semua merekam jelas saat perempuan itu menangis meminta pertolongan.

"Kila, astaghfirullah." Ia merasa telah gagal menjadi seorang suami yang baik seperti ajaran para Rasul. Ia tidak bisa memuliakan istrinya.

Zafran memutuskan untuk keluar dan membeli martabak keju, kesukaan istrinya. Ia akan meminta maaf secara langsung Ats perlakuannya beberapa hari lalu dan umi nya.

Sedangkan Syakila kini hanya bisa berbaring. Walaupun pendingin ruangan sudah di matikan, tapi Syakila masih terus merasa kedinginan dan menggigil.

"Ya Allah dingin banget. Apa aku demam ya?"

Suara pintu terbuka dan memperlihatkan Zafran yang datang dengan sekantong makanan. Mata Syakil memicing melihat makanan apa di balik kantong kresek.

Zafran mendudukan diri nya di kasur dan menyodorkannya martabat ke arah Syakila.
"Wah, martabak." Ujar nya dengan mata berbinar.

"Pasti ka Zafran mau nyogok aku kan?" Syakila membuka kotak itu dan memakannya dengan lahap.

Zafran hanya memandangi Syakila yang tengah menguyah dengan pipi chubby nya. Ini biasa mereka lakukan kalau bertemu. Lebih tepatnya Zafran, yang selalu memberikan wanita itu martabak keju. Atau saat Syakila merajuk.

"Kaki nya masih sakit Kil?"

"Banget ka. Aku ngerasa kaya para tulang." Zafran hanya mengangguk sambil mengusap pelan pergelangan kaki Syakila yang membiru.

"Kamu istirahat aja ya. Kalo butuh apa-apa minta tolong sama saya atau mbok Karni. Tapi yang sopan."

"Iya ka. Eh, tapi."

"Ini pasti buat permintaan maaf ka Zafran karena kemarin tampar aku kan?" Zafran kira Syakila akan melupakan perilakunya kemarin. Ternyata masih ingat.

"Terus kalo permintaan maaf perilaku umi, ka Zafran ngasih apa? Kalung dong ka, atau tas branded kaya punya mba Maryam." Pinta Syakila dengan cengengesan.

Zafran tidak percaya kalau kalimat itu akan keluar dari mulut Syakila. Perempuan itu terlihat seperti murahan yang menguangkan segala hal.

"Kamu sadar gak sama ucapan kamu? Kamu keliatan lebih murah dari apapun Syakila. Seperti perempuan yang menjual tubuh nya sendiri hanya untuk sebuah kemewahan dengan alibi pernikahan."

"Kamu juga memanfaatkan keadaan yang tidak seharusnya Syakila." Syakila segera menahan tangan Zafran yang hendak keluar kamar.

"Kila bercanda ka. Maaf kalau berlebihan."
Syakila menyesali perbuatannya. Ia fikir Zafran tidak akan semarah ini.

"Istirahat Syakila. Kalo butuh apa-apa telpon saya. Saya mau ke pesantren." Zafran pergi meninggalkan Syakila yang hanya menatap nanar punggungnya.

Butuh beberapa hari untuk kaki nya merasa baikan. Bengkak di kakinya juga sudah mereda.

"Ka Zafran bajunya udah Kila siapin ya." Zafran sedang bersiap-siap di kamar mandi,  dan rutinitas baru Syakila adalah menyiapkan pakaian Zafran.

"Makasih." Zafran ingin memakai setelan yang ia siapkan saja Syakila sudah senang.

"Sarapan nya udah Kila siapin ya ka. Hari ini Kila boleh ikut gak ke pesantren?"

"Ngapain?"

"Main aja, Kila kangen suasana pondok."

"Boleh, tapi hari ini saya gak di pondok. Mau pergi sama Maryam mengisi kajian."
Raut wajah Syakila yang awalnya berseri-seri berubah seketika.

"Hanya berdua?"

"Hm." Jawab Zafran ogah-ogahan sambil mengancingkan bajunya.

"Ternyata hanya cover nya yang terlihat islami. Padahal di dalam nya masih ada niat untuk merebut suami orang."

Zafran tau arah bicara Syakila untuk siapa. Rahang nya mengeras saat merasa Maryam di rendahkan. "Maksud kamu apa?"

"Ya bener dong. Dia masa mau pergi berdua sama pria yang sudah beristri. Sama satu mobil dan bukan mahram."

Zafran yang kesal mencekik Syakila, "denger ya. Kalau tidak tau jangan suuzon."

"Kha..s-sak."

"Apa? Sakit? Biar kamu ngerasain pedih nya hukuman orang yang suka memikirkan hal yang buruk tentang orang lain tanpa tau kebenarannya." Zafran mengencangkan cekikan di leher Syakila. Ingin membuat perempuan itu sadar apa yang telah ia bicarakan.

Zafran melepaskan cekikan nya dan membanting tubuh Syakila ke samping, lalu bergegas pergi. Ia tidak perduli tentang keadaan perempuan itu lagi. Benar yang di katakan umi nya. Syakila jauh dibawah dari kata pantas untuk menjadi istri seorang Gus.

Bahkan jika memang pernikahan mereka adalah takdir. Ini takdir yang di permainkan oleh Syakila.

"Hiks, ibu sakit."

To Be Continued
Jkt, 29- 03- 24

Hijrah Syakila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang