hal-4

25 2 0
                                    

"Woi itu Fathur pingsan!" Ziah lantas berlari menghampiri Fathur kemudian melihat Farhan yang keluar dengan tatapan kosong lalu pingsan.

"Kenapa mereka berdua pingsan sih?"

Ziah melihat gerombolan teman sekelasnya mencoba masuk ke kelas. Kemudian mereka keluar dengan muntah-muntah.

"Ziah segera masuk sendirian, menutup pintunya kemudian menguncinya dari dalam. "Ziah ngapain Lo masuk sendirian ke dalam sana!"

"Sok-sokan jadi dektetif, maybe haha" seorang cewek yang memegang kaca di tangannya tersenyum menyeringai sambil mengoleskan lipstik di bibirnya.

"Kiara, sempet-sempetnya Lo dandan dalam kondisi seperti ini." tukas cewek yang minum teh kotak di tangannya.

"Daripada Lo, Tias. Bisa-bisanya Lo minum dengan santai. Setelah Lo baru liat darah mayat hah?"
jawab Kiara dengan tersenyum puas.

Ketua kelas lantas memegang handle, namun dikunci oleh Ziah dari dalam. Angga lantas mengintip dari jendela dengan sedikit panik.

"Ziah, buka pintunya!"

Ziah tidak memedulikan ketukan dari pintu dan jendela yang membuat berisik. Ziah menatap Bapak penjaga sekolah dengan sedikit meringis.

Ziah menatap satu persatu bangku-bangku, dan meja. Seketika tersenyum saat melihat penghapus yang berada di atas meja guru.

Ziah berjalan mendekati meja guru, dengan hati-hati melewati Bapak Penjaga sekolah yang terkapar tidak bernyawa.  "Wahh, sepertinya menyenangkan bagi Lo membunuh seperti ini?" Ziah berkata dengan tersenyum tipis menatap ke arah kamera kecil yang tertempel di penghapus.

Ziah berjalan menuju bangku miliknya yang berada di baris kedua. Dengan perasaan senang  membuka tasnya, mengambil plastik putih yang mulanya menjadi wadah bekal. 

Kemudian di ikat ke kedua tangannya sebagai pengganti sarung tangan. Dengan perlahan mengambil kamera kecil itu dan meletakkan ke dalam plastik lalu dikantongi ke dalam kantung celana olahraganya.

Ziah melihat jam di dinding mati, kemudian segera keluar. Ketika membuka pintu, Ziah menghela napas  bel istirahat berbunyi dengan sangat keras. Ziah melihat Farhan terbangun kemudian berlari pergi dengan pandangan yang sendu.

Dari kejauhan tampak anak PMR datang sambil membawa tandu. Ziah melihat Fathur yang masih pingsan, lantas berjongkok. Meraih kedua tangan Fathur. "Lo yakin kuat gendong dia?"

Melihat anggukan Ziah, Ketua kelas bernama Angga dengan pasrah membantu, mengangkat Fathur ke punggung Ziah.

Dengan perlahan Ziah berdiri dengan santai, lalu berjalan pelan sambil menggendongnya. Suara sorakan kaget mengundang tatapan para cewek terkejut.
Ziah tidak memedulikan suara sorakan apa pun.

"Gilaa, sekuat itu kah dia gendong?"

"Emang Lo gak tau, dia kan mantan ekskul angkat besi?"

"Hadehh, sok cari perhatian banget!"

"Keren banget gak sih dia? Jarang-jarang cewek gendong cowok"

"Kek di film-film drakor gitu."

"Apaan sih Lo banyak halunya!"

"Hei, kita bawa tandu, Lo bisa turunin Fathur." Salah seorang anggota PMR menghadang langkah Ziah. Ziah tidak mengatakan apa pun terus berjalan dengan cepat.

Dua anggota PMR menggelengkan kepala setelah sebuah penolakan. "Kita ditolak War." Hasan membawa tenda kosongnya dengan kesal mengikuti langkah Ziah hingga sampai tiba di UKS.

setelah tiba di UKS, Ziah menurunkan Fathur dibantu dua anak PMR laki-laki di rebahkan di atas kasur. Kemudian Ziah berlalu pergi meninggalkan mereka yang lantas memberikan minyak angin ke hidungnya.

Ziah berjalan cepat menuju parkiran. Kemudian berhenti melangkah saat merasakan ada yang mengikutinya. Berbalik menatap ke arah kanan, kiri, belakang. Tidak menemukan siapa pun.

"Yah, giliran gue sepertinya yang di bunuh berikutnya?" ucapnya dalam hati, tersenyum lebar. Kemudian melanjutkan langkahnya. Tidak memedulikan rasa takut yang mulai menyerangnya.

Ziah berlari keluar gerbang, melihat ramai mobil polisi berlalu masuk dan juga wartawan yang tampak membawa kameranya. Ziah melihat Ibu kantin yang tengah melambaikan tangan.

"Ada apa Zi, kok rame banget?" Ziah tersenyum saat mendengarnya. Sepertinya berita ini belum menyebar hingga keluar.

"Nanti Ibu juga bakal tau. Ziah mau ambil skateboard nya Bu. Makasih udah boleh nitip Bu," Ziah segera mengambil skateboard yang tergantung di ujung.

Kemudian bergegas membawanya keluar dari kantin. Segera menaikinya hingga menerabas jalanan raya.

"Semoga tuh bocah nggak kenapa-kenapa." Ziah melajukan kakinya di atas skateboard dengan kencang. Berhenti di sebuah tempat bertuliskan 'apotek' yang letaknya tidak jauh dari sekolahnya.

Flashback kejadian sebelumnya membuat Ziah termenung sambil menatap foto-foto yang di galeri handphonenya. Setelah bel berbunyi, Ziah melihat Fathur yang beberapa kali menatapnya.

Fathur mengalihkan pandangannya, berjalan dengan berdeham beberapa kali melewatinya dengan menunduk tanpa suara apa pun.

Ziah berjalan dengan ekspresi dinginnya, menghampirinya. Hingga langkahnya saling sejajar. "Sebaiknya Lo jangan berkeliaran lama-lama di sekolah. Nggak aman."

Fathur berhenti melangkah, menoleh ke arah Ziah dengan bingung. Setelah mengatakan hal itu, kemudian Ziah  pergi mendahului langkah kaki Fathur.

"Ziah, Lo mau pulang sekarang?!" Pertanyaan Fathur tidak digubris, Ziah yang lebih memilih tidak menjawab apapun. Pergi meninggalkan Fathur begitu saja.

Jam Pelajaran Olahraga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang