hal-7

23 2 0
                                    

Di lantai dua, di depan kelas 11 jurusan IPS, Ziah menyaksikan Fathur dari kejauhan di lapangan basket. Tidak hanya itu, dia juga melihat sebuah bola yang memantul.

Ziah tersenyum melihat seorang bertopeng itu berlalu pergi dengan cepat Ziah mulai memotretnya beberapa kali.

Kemudian berjongkok, bersembunyi di balik tembok. Saat orang itu mulai melihat ke atas.

Beberapa menit, mulai melongok. Di sana seorang bertopeng itu pergi. Ziah juga melihat Fathur yang tampak ketakutan. Ziah menggelengkan kepala. "Dasar penakut, hah."

Ziah mengamati lebih dekat, Fathur berlari dari lapangan basket. Ziah segera berjalan cepat menuju tangga, kemudian mendekati lapangan basket.

Ziah berjongkok antusias memotret darah yang berserakan di lapangan basket.

"Darah manusia? Menarik. Lo gak bakal kabur dari gue." Ziah tersenyum puas mengambil tisu mencolek sedikit darah lalu memasukkan ke dalam plastik klip.

Suara dering ponsel membuat Ziah menoleh ke asal suara. Ziah mengembuskan napas, mengambil ponsel tersebut lalu menggeser tombok hijau tuk mengangkat teleponnya.

"Hai, Ziah. Lo yang kelas sebelas IPA 2 kan ya, sekelas dengan Fathur. Gue tau Lo  sekarang yang angkat telpon ini. Hahaha" Ziah tercengang mendengar hal itu, kemudian segera berdiri di tengah lapangan basket menelusuri sekelilingnya dengan teliti.

Orang bertopi hitam yang memakai masker putih, dan pakaian serba hitam melambaikan tangan dengan santai duduk di atas atap.

" Lo kan yang bunuh Bapak Penjaga Sekolah?"

"Yaa, gimana yah bisa dibilang gue senang ngelakuin itu. Kenapa? Lo mau giliran selanjutnya hahaha. Sebaiknya Lo jangan main-main sama gue, kalau Lo mau bernapas besok. "

"Sebelum Lo ngelukain gue, gue udah bawain Lo hadiah lebih dulu. Tinggal tunggu jam mainnya sobat. Gue pastikan Lo pindah ke penjara."

Ziah mematikannya, mereka saling memandang tanpa bersuara. Ziah tersenyum, tiba-tiba tertawa kecil kemudian kembali terdiam dengan wajah yang dingin. Tatapan sorot mata Ziah tajam saat pandangan mereka saling bertemu.

"Gue tunggu keberhasilan Lo buat cari tau, apakah gue  beneran bunuh Bapak penjaga sekolah?"

"Sekarang gue mau Lo serahin kamera kecil gue, atau Lo memang siap nanggung akibatnya. Yah, kalau Lo gak kasih kamera ke gue, siap-siap Lo bakal mati di tangan gue." lanjutnya dengan nada santai

Ziah mengangguk setelah mendengar penuturan dari orang bertopeng itu. Bisa jadi bukan orang bertopeng itu yang membunuh satpam sekolah. Ziah kembali memikirkannya, dan tidak peduli atas ancaman itu.

"Lo mau kamera itu? Sorry, gue udah serahin ke polisi. Lo kalau mau, ambil sendiri aja ke polisi. Oh ya, Lo mau bunuh gue? Gimana kalau ternyata Lo yang bakal terluka. "

"Manusia kayak Lo memang yah mau lukain diri sendiri alias bakar diri di neraka?  Tobat Lo!" Ziah mematikan ponselnya dengan tersenyum puas.

Orang bertopeng itu berdiri mengarahkan jari tengahnya.  Ziah tersenyum tipis, kemudian mengernyit saat orang bertopeng itu menjatuhkan sesuatu dari atas. Tidak lama orang bertopeng itu berlari pergi.

Ziah melihat segerombolan mercon banting yang dijatuhkan. Ziah terdiam dengan tenang memandang semua mercon itu meletus beruntun di dekatnya.

  Ziah meringis saat kakinya terkena mercon itu. Ziah menatap nomer ponsel itu. Kemudian setelah ponsel itu berhenti. Ziah membuka handpone Fathur yang tampak password. Tertera satu pesan SMS yang terbuka.

"Lempar bola? Masukan ke ring? Selamat dari pisau? Hahah. " Ziah seketika menatap ring menggenggam ponsel itu dengan erat. Berjalan pergi meninggalkan lapangan.

##

  "Woi-woi berhenti! Ini gue Farhan!" Fathur berhenti memukul lantas membuka mata melotot melihat Farhan.

Farhan bergerak mundur saat Bara memukulnya, "Bang Bara ini gue Farhan! Aishh, iyaahh, Lo gak bisa denger. Bantuin gue kek Fathur."

Fathur tertawa kemudian
segera menyenggol Bara yang terus memukulnya. Bara berhenti langsung membuka matanya.

Sorot matanya terkejut, Bara merogoh ponselnya mengetikkan dengan ekspresi kesal. "Kamu bikin kita khawatir. Maaf gak sengaja mukul kamu, Kami ngira orang yang di dalem bilik itu adalah pembunuh."

Farhan tersenyum lebar mengangguk, seketika mengangkat jempolnya. Kemudian mengambil handphone Bara, "Maaf udah bikin kalian khawatir."

"Sorry yah Thur, Lo pasti nungguin gue lama banget. " Fathur menghela napas menjatuhkan sapunya lantas mengintip ke lubang pintu. Kemudian beralih duduk, memeluk lututnya, menelungkupkan wajahnya.

Farhan menatap Bara langsung mengetikkan kalimat di ponsel Bara, dan mengarahkan ponselnya, "Dia kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi."

Bara membaca itu kemudian menjawab pertanyaan Farhan," Fathur sepertinya syok gara-gara dapet pesan misterius yang ngancem bakal bunuh dia. Terus Fathur barusan mengalami kejadian menakutkan, dia bahkan di kejar oleh orang bertopeng yang bawa pisau."

Farhan melotot saat membacanya. Tidak menyangka pelakunya bakal melukai orang lagi.

Farhan menatap sedih Fathur yang tampak frustasi "Seharusnya gue nggak maksa Lo buat bantuin gue. Maafin gue Fathur"

"Syukurlah Lo gak kenapa-kenapa, gue takut banget berhadapan sama pembunuh. Gu-e nggak tau orang yang udah bunuh bapak penjaga sekolah, sekarang ngincer gue. Dia terang-terangan ngasih anceman  bunuh gue. "  kata Fathur

"Maafin gue Thur, Ini salah gue. Harusnya gue nggak maksa Lo buat bantuin gue. Jadinya pasti Lo nggak bakal dapet masalah begini." ucap Farhan dengan pandangan menunduk, merasa bersalah.

Fathur mengangkat kepalanya, tersenyum lebar. Terharu mendengar Farhan mengatakan hal itu. Lantas berdiri merangkul Farhan. "Lo nggak usah ngerasa bersalah. Gue bakal ngadepin semua ini bareng Lo. Kita bertiga pasti bisa menangkap pembunuh itu."

"Dengan bara juga ya?" Fathur mengangguk melepaskan rangkulan dari Farhan. Mengambil ponsel yang dipegang Farhan.

"Bara, Lo mau bantuin kita kan nyelidikin kasus kematian misterius bapak penjaga sekolah?" Fathur menunjukkan ponselnya. Bara tercengang membaca itu kemudian membalasnya di dalamnya.

"Oke" kata Bara singkat mulai menggeser salah satu kotak sampah di bantu Fathur dan Farhan, dengan gemetar Bara mulai membuka pintunya pelan.

Fathur, Farhan, dan Bara. Mereka bertiga mulai mengintip dari pintu. Setelah tidak ada siapa pun, mereka bertiga keluar dari ruangan itu.

"Itu bukannya Ziah? Dia ngejar orang bertopeng!" Farhan menunjuk dengan gemetar. Dari kejauhan Fathur  melihat Ziah berlari dengan sangat kencang mengejar seseorang bertopeng.

"Woi Thur Lo kok udah lari aja." Fathur berlari menyusul pengejaran Ziah dengan orang bertopeng itu.

Farhan seketika meengode Bara untuk berlari  lewat arah yang berbeda. Bara mengangguk dan ikut berlari dengan cepat.

"Semoga Ziah nggak kenapa-kenapa."  ucap Fathur dalam hati melihat Ziah berlarian di atas atap sekolah.

Jam Pelajaran Olahraga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang