hal-28

20 1 0
                                    


"Agas, sebenarnya ada yang mau gue tanyain?" Angga menatap serius Agas dengan khawatir.

Meskipun dirinya merasa sangat ragu untuk memberitahukan langsung ke Agas. Tapi Angga ingin menyelesaikan masalahnya.

"Soal apa? Kamu boleh nanya apa pun. Aku gak masalah sama sekali, dan terima kasih juga yah sudah nyelamatin adik aku tadi. Kata adek aku kamu nyelamatin dia dari pembullyan." Agas merasa terharu ada yang membela adiknya.

"Sebelumnya gue mau minta maaf, karena gue pernah menguntit Lo. Dengerin gue dulu yah, gue punya alasan kenapa gue melakukan itu,"

"Yang mau gue tanyain Ini soal Adek gue di hari Kamis tanggal 27 Maret, Jam 5 sore. Agas, Lo tau enggak itu adalah hari di mana adek kandung gue bernama Era bunuh diri di jembatan laut?"

"Jembatan yang di bawahnya laut, di depan pasar depan yah? Aku ingat pernah ke sana sama Adek aku waktu lagi sepi banget."

"Pada hari itu gue lihat di cctv, adik Lo duduk sendirian di jembatan. Dan di sana ada Era dateng setelah Lo pergi terus gak lama lompat dari jembatan. Di cctv bodohnya gue nilai Adek Lo keliatan nggak peduli sama adek gue. Maksudnya biarin Era bunuh diri,"

Angga menunduk menatap sepatunya, entahlah sedikit terasa  berat untuk menceritakan hal berat yang telah lama dipendam. Karena peristiwa itu merupakan masa lalu yang kelam dan sulit dilupakan.

"Gue sempet mikir kenapa Adek Lo gak mencegah Era untuk nggak lompat dari jembatan? Gue ancur banget, bahkan gue sampai ada keinginan balas dendam sama Adik Lo. Sorry Gas."

Agas mendengarkan itu cukup terkejut, lalu menepuk bahu Angga sekali. "Angga, kamu gak salah. Aku paham kenapa kamu ngelakuin hal itu. Karena kamu merasa sedih atas kehilangan adik kamu,"

" Seandainya aku ada di sana, aku bakal nyelamatin adik kamu. Maaf yah aku terlambat nyelamatin adik kamu, Angga. Maafin Faza juga yah, dia sama sekali nggak tau kalau ada orang naik ke jembatan  melakukan hal itu di sana."

Angga mengusap wajahnya yang tanpa sadar basah akan air mata. "Iyah Gas, gue gak apa-apa. Sekarang gue tau kalau adik Lo ternyata buta, nggak bisa melihat adik gue Era yang berdiri di jembatan itu selama 6 menit."

"Angga, waktu itu Faza pernah bilang ke aku kalau dia denger suara yang keras dari laut. Faza dan aku mengira itu sekadar hewan air lumba-lumba semacamnya. Aku gak tau kalau ternyata itu adik kamu yang lompat dari jembatan itu."

Di jam 16.30. Senja pada saat itu terlihat indah mewarnai cahaya laut dari atas. Di pinggir jembatan tampak adik dan Kakak sedang duduk sambil mendengarkan musik.

Agas melihat jam sudah menunjukkan pukul 16.10. "Faza, Mau es cream gak? Kakak belikan deh." Agas bertanya dengan senang sambil merapikan rambut adiknya yang terkena angin menutupi mata Faza.

Faza mengangguk, "Mau banget, Kak. Belikan dua yah?" Agas tertawa mendengarnya, lalu merogoh uang di celananya. Memeriksa apakah cukup untuk membeli dua es cream?

"Uangnya tinggal 4 ribu, kayaknya cukup beli satu doang deh. Hehe, nggak apa-apa yah?" Faza mengangguk merasa tidak keberatan.

"Gak apa-apa Kak, eh tunggu Kak. Faza kan masih ada uang sisa sangu sekolah." Faza meraba isi tas sekolahnya. Seketika Agas membantu mencarinya di dekat barusan buku-buku. Dan ditemukanlah uang 2 ribu.

"Nih udah ketemu. " Agas memberikan ke Faza. Faza meraba uang itu. "ini berapa Kak? Jangan bohong yah karena Faza gak bisa lihat."

"Dua ribu? Beneran 2 ribu Kak? Ya udah deh gak apa-apa, buat nambahin beli es cream satu lagi. Pasti cukup Ka. Cari es cream yang murah aja Kak. Sana beli Kak."

Jam Pelajaran Olahraga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang