Love dulu buat part ini ♥️
Jangan lupa follow vote and Coment
Selamat membaca kesayanganku
****
Motor matik yang dikendarai Vivi berhenti di depan sebuah rumah bertingkat. Ia berdecak kagum melihatnya, kira-kira berapa gaji Rama hingga sanggup membeli rumah tersebut.
"Udah nunggu lama?" Tunjung keluar dari gerbang rumahnya. Ia mengenakan setelan kemeja abu-abu dan celana hitam.
"Baru nyampe kok, Mas."
"Anterin saya ke bengkel buat ambil mobil." Tunjung sengaja ingin memamerkan mobilnya. Bosnya bilang kita itu harus menunjukkan semua aset yang kita miliki di depan wanita untuk menambah poin plus.
"Siap, Mas."
"Ehm, kalau mampir ke rumah makan bisa?"
"Bisa kok, mas."
"Sekalian nanti kita makan dulu disana. Biar nanti saya yang traktir."
Deg!
Vivi menelan ludah gugup. Apa maksud dari ucapan pria itu? Jangan bilang kalau Rama memiliki niat terselubung mengajaknya makan. Pipi Vivi merona malu memikirkan itu.
Kemudian Tunjung memakai helm yang diberikan Vivi. "Ini cara masangnya gimana?" tanya Tunjung pura-pura tidak tau cara mengaitkan tali di helm. Bisa dibilang ia mencari kesempatan dalam kesempitan. Pria itu menundukkan kepala mendekat ke arah Vivi.
Vivi mendekatkan tubuhnya ke arah Tunjung. Ia membantu pria itu membenarkan kaitannya. Jantungnya berdegup kencang dibuatnya. Astaga sejak kapan memakai helm bisa terasa menegangkan seperti ini. Vivi tidak bisa berkata-kata.
"Terimakasih," ujar Tunjung sambil tersenyum manis. Senyum yang membuat Vivi yakin jika ia jatuh cinta pada pria itu.
Sepuluh menit kemudian mereka tiba di sebuah rumah makan. Vivi awalnya ragu untuk masuk, namun Tunjung memaksanya. Bahkan pria itu tak sadar menggenggam tangannya masuk tadi. Vivi sampai ketar-ketir sendiri dibuatnya. Ini lebih mirip kencan dari pada mengantarkan penumpang. Vivi jadi penasaran apa pria itu juga suka mengajak tukang ojek makan bersamanya.
"Masnya sering makan disini?" mereka makan di rumah makan gudeg terkenal di Jogja.
"Sering sama temen-temen saya."
"Oh."
"Kamu kuliah udah semester berapa?" tanya Tunjung penasaran.
"Tujuh lagi nyusun skripsi."
"Kalau ngerjain skripsi santai aja."
"Santai?"
"Jangan terlalu serius, skripsi tuh makul (mata kuliah) paling ajaib. Diseriusin eh hasil malah bercanda, dibawa santai hasilnya malah cepet. Pokoknya jangan sampai bikin kamu setres aja. Kalau udah capek istirahat sebentar terus kejar lagi. Jangan dipaksa dan jangan terlalu santai."
"Iya, Mas. Kalau aku yang penting rajin bimbingan mau dicoret-coret atau salah yang penting bimbingan."
"Biar dosennya bosen ketemu kamu terus kamu di ACC, benerkan?" tebak Tunjung.
"Kok mas tau sih?"
"Dulu saya suka begitu. Jadi kadang revisinya seadanya. Yang penting ketemu dosen. Kadang tuh apa yang direvisi dosen berbeda. Hari ini bilang gini hari selanjutnya bilang gitu." Tunjung ingat betul dulu dosennya itu kalau setiap ngo-reksi skripsinya pasti pendapatnya berbeda.
Vivi tertawa mendengarnya, ia juga merasakan itu. Seperti kemarin ketika ia memasukan teori dari si A, pembimbingnya minta ganti teori B terus besoknya lagi kembali lagi ke teori A. Sebagai mahasiswa hanya bisa menurut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN BUCIN - (TAMAT)
Romance*Arsha in another universe* AWAS JADI SARJANA BUCIN!!! Arshakala Anggara dikenal sebagai dosen maha benar dan sempurna. Sosok yang paling di takuti di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tidak ada yang berani melawan titahnya atau berakh...