Suatu hari, Lele tidak masuk sekolah karena sakit flu. Memang, pada saat itu, flu atau influenza sedang mewabah. Beberapa orang di sekolah memakai masker untuk menjaga pernapasan mereka. Nilam termasuk orang yang memakai masker.
Di jam istirahat pertama, Nilam pergi ke kantin bersama Mayang. Mereka sedang jajan seblak kuah yang hangat. Pada saat itu juga, seseorang mendatangi Nilam dan Mayang yang antre. "Nilam? Hei, Nilam kan?"
"Oh?" Nilam menoleh ke orang yang memanggilnya. "Iya, kenapa? Siapa, ya?"
"Ini aku, Lia!" Lia menunjuk dirinya sendiri lalu menurunkan maskernya sedikit.
"Oh, halo, Lia! Maaf, ya. Kita pakai masker, jadi gak terlalu kelihatan," Nilam berkata. Lia menaikkan kembali masker wajahnya.
"Iya, gapapa. Eh, Lele gak masuk sekolah, ya? Aku sebenernya udah janji mau ngembaliin buku novelnya Lele, tapi ternyata dia gak masuk hari ini. Kalau boleh, aku mau titip bukunya ke kamu dulu. Boleh gak?"
"Oh, boleh. Mumpung aku sekelas, ya. Boleh, kok, dititip ke aku."
"Makasih ya, Nilam," ucap Lia. "Ini teman sekelas kamu juga?" Lia bertanya perihal Mayang.
"Iya, ini Mayang, teman sekelasku," balas Nilam.
"Iya, aku kelas 10 D juga," kata Mayang. "Salam kenal. Maaf kalau aku lagi gak bisa jabat tangan, takut ketularan flu."
"Oh, gapapa."
"Eneng-eneng, ini seblaknya." Bu Tita, ibu penjual seblak, memberi dua bungkus seblak kuah kepada Nilam dan Mayang masing-masing.
"Terima kasih, Bu," ucap Nilam dan Mayang setelah menerima seblak yang dibungkus.
"Eh, Mayang, kamu duluan ke kelas 10 D dulu aja. Aku mau ke kelas 10 C buat ambil bukunya Lele dari Lia," kata Nilan ke Mayang.
"Oh, oke. Aku tunggu, ya. Nanti kita makan seblak bareng di kelas," balas Mayang.
Nilam, Mayang, dan Lia berjalan ke jajaran kelas mereka. Hanya saja, Nilam dan Lia masuk ke dalam kelas 10 C, berbeda dengan Mayang yang langsung masuk ke kelas 10 D. Kelas 10 C kosong, pertanda semua muridnya sedang istirahat di luar kelas. Lia pergi ke bangkunya yang berada di barisan kedua dari depan, di paling pinggir. Nilam mengikuti Lia.
"Ini, ya, bukunya," kata Lia setelah mengeluarkan buku novel berjudul Pride and Prejudice dari dalam tas punggungnya yang berwarna mejikuhibiniu.
"Oke, Lia. Maaf pakai tangan kiri," kata Lia saat menerima bukunya dengan tangan kirinya karena yang kanan membawa kantong keresek seblak yang dibungkus. "Nanti aku kasih ke Lele."
"Makasih, ya, Nilam."
Nilam mengangguk. Tidak sengaja, mata Nilam melihat buku tulis Lia yang ada di atas mejanya. Lia menamai semua buku tulisnya dengan nama lengkapnya di sampul depan buku-buku tulisnya. Dahi Nilam mengernyit saat melihat nama lengkapnya Lia.
"Nama lengkapmu Siti Emeralia Khatulistiwa? Namamu bagus banget!"
"Makasih," ujar Lia. "Nama lengkap Nilam juga bagus. Nilam Widita Nurdiani."
"Ah, iya, makasih juga," kata Nilam. Kemudian, Nilam mengernyit lagi. Nilam merasa belum pernah memberi tahu nama lengkap dirinya ke Lia. "Lia, dari mana kamu tahu nama lengkapku?"
"Oh, Rubi pernah bilang soalnya. Rubi pernah baca nama lengkapmu di presensi OSIS sejak kumpul-kumpul awal OSIS. Terus, dia ingat."
Kepala Nilam tengadah. "Emangnya, Rubi pernah cerita apa tentang aku?"
"Rubi pernah curhat, kemarin-kemarin ini, kalau dia merasa bersalah karena dia dan teman-teman nongkrongnya pernah mengganggu kamu, seorang anak kelas 10 D, yang sedang mengerjakan tugas di kafe."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAMETOLOGY
Teen FictionNilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanjangan seperti tidak ada tujuan. Menurutnya, masa muda tidak boleh dilewati secara sia-sia tanpa renc...