JAMETOLOGY BAB III

303 70 21
                                    

Ada ajakan kumpul pembantu OSIS di hari Kamis sepulang sekolah. Siswa-siswi kelas 10 berkumpul di aula sekolah yang memang biasa dijadikan tempat berkumpul. Saat Nilam dan teman-temannya sampai di aula, terlihat kakak-kakak kelas sedang mempersiapkan banyak hal, mulai dari laptop, proyektor, dan layarnya. Nilam dan teman-teman menunggu sambil duduk di lantai aula hingga acara kumpul dimulai.

"Halo, selamat sore," Kak Kintan, ketua OSIS menyambut para siswa untuk memulai acara.

"Selamat sore, Kak!"

"Apa kabar semuanya?"

"Baik, Kak!"

"Oke! Langsung aja, sesuai broadcast, kita akan membicarakan tentang acara pensi tahun ini. Kalian tertarik, enggak?"

"Tertarik!"

"Nah, ini ada Ibnu, atau Nunu, yang sekarang menjadi ketua pelaksana pensi. Untuk selanjutnya akan dijelaskan oleh Nunu. Nunu, waktu dan tempat dipersilakan."

Nunu yang menunggu di pinggir aula maju ke depan, menghadapa para siswa kelas 10 di samping Kintan.

"Halo, semuanya."

"Halo, Kak!"

"Aku Nunu, kelas 11 E. Saat ini, aku menjadi ketua pelaksana pensi SMA kita. Aku mau menjelaskan tentang rencana kegiatan secara garis besar dan divisi-divisi di acara pensi kali ini. Aku bakal dibantu oleh teman-temanku yang jadi ketua divisi untuk pemaparannya."

Proyektor telah menyala sehingga Nunu dan teman-temannya yang menjadi ketua divisi dapat mempresentasikan apa yang ingin disampaikan dengan operator laptop yang mengontrol slides presentasi. Nunu dkk. menjelaskan dari awal sampai akhir secara terperinci.

"Nah, untuk stafnya," Nunu menjelaskan mengenai staf divisi-divisi, "boleh dari yang bukan pembantu OSIS. Kalian juga tidak wajib mengikuti. Tapi, kami harap kalian bisa bantu menyampaikan ke teman-teman yang lain."

"Cara daftar jadi stafnya bagaimana, Kak?" Seorang siswa kelas 10 bertanya.

"Nanti ada link khusus untuk rekrutmen terbuka yang bisa disebarkan. Pendaftarannya online, ya. Nah, harapannya, yang mengikuti kepanitiaan pensi ini cukup banyak sehingga mencukupi divisi-divisi yang membutuhkan."

Setelah beberapa lama, acara pemaparan ditutup. Para siswa kelas 10 keluar dari aula dan mengenakan sepatu mereka karena memasuki aula sekolah harus lepas sepatu. Nilam duduk di suatu bangku dekat aula untuk memakai sepatunya. Seorang siswa, laki-laki, ikut duduk di bangku itu untuk memakai sepatunya juga. Selama Nilam mengikat tali sepatu, si siswa memperhatikan Nilam. Si siswa seperti tersadar akan sesuatu dan berseru, "Oh, kamu!"

Nilam menoleh ke sebelah kirinya. "Ya?"

"Aku ingat. Kamu yang mengerjakan tugas di kafe Sabtu minggu lalu, kan?"

Tangan Nilam berhenti mengikat tali sepatu dan mata Nilam membelalak. Ini ... ini dia! Salah satu cowok jamet di kafe yang waktu itu! Nilam memperhatikan siswa di sebelahnya ini. Rambut siswa itu pendek di belakang, tetapi panjang poni asimetrisnya hampir melebihi alis. Nilam bisa melihat ada beberapa helai rambut di daerah cambang yang disampirkan ke balik telinga agar tidak terlihat kepanjangan. Di kafe waktu itu, siswa ini memakai rantai di celana pensilnya dan kemeja flanel gombrang. Di luar sekolah, sisa helai rambut dari balik telinganya dibebaskan sehingga mampu menutupi mata kirinya. Dia seseorang yang bergaya emo di kumpulan waktu itu.

"Oh ..., oh, iya, ada apa?"

Siswa itu tiba-tiba mempertemukan kedua telapak tangannya sendiri. "Aku, mewakilkan teman-temanku juga, meminta maaf soal waktu itu. Maaf kami sudah mengganggumu karena berisik. Kami seharusnya tidak menimbulkan ketidaknyamanan ketika ada yang mengerjakan tugas sekolah."

"... oh," Nilam masih terpana. Mengapa formal sekali?

"Kami benar-benar minta maaf," siswa itu masih melanjutkan.

"Iya, tidak apa-apa. Tugasnya sudah selesai juga," kata Nilam yang terbawa formal juga.

"Oke. Semoga kamu dapat nilai bagus," kata siswa itu mengurangi keformalannya.

Nilam tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kamu ini pembantu OSIS?"

"Ya. Kita tidak sekelas, ya."

"Kamu kelas mana?"

"Kelas C," jawab siswa itu. Siswa itu tersenyum hingga matanya menyipit.

"Oh, aku kelas D. Kita sebelahan, tapi aku belum pernah lihat kamu."

"Aku tidak terlalu terlihat."

Nilam bingung dengan balasan siswa itu. Siswa itu berkata lagi, "Oh, namaku Rubi. Kamu?"

"Aku Nilam."

"Wow, nama kita sama-sama nama batu!"

"Batu?"

"Kristal. Mineral."

"Oh iya." Nilam sempat menyangka namanya adalah nama flora atau fauna. Namun, mengingat nama ibu dan adik-adiknya, barulah Nilam sadar kalau nilam juga nama batu permata.

"Oke, Nilam. Aku duluan, ya," kata Rubi pamit setelah sepatunya terpakai.

"Iya." Selebihnya, Nilam terdiam. Astaga! Ada jamet jadi pembantu OSIS!

JAMETOLOGYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang