Catatan penulis: Bab ini bakal banyak dialognya. Jadi, persiapkan diri, ya!
Bel istirahat pertama sudah berbunyi pada keesokan harinya. Siswa-siswi 10 D hendak beristirahat setelah pelajaran Matematika IPA. Nilam baru saja memasukkan buku tulisnya ke dalam tas saat pintu kelas 10 D yang tidak tertutup diketuk. Nilam dan beberapa teman 10 D melihat ke pintu. Nilam mengesah, itu Rubi lagi. Melihat Nilam, Rubi memasuki kelas 10 D begitu saja.
"Hei, Nilam," Rubi mulai berkata, "hari ini gak ada kumpul divisi media pensi, kan? Kak Lany bilang baru bisa hari Kamis."
"Oh." Nilam belum melihat ponselnya, jadi dia belum tahu akan hal itu. "Okelah kalau enggak ada. Kenapa emang?"
"Boleh gak nanti pulang sekolah, aku sama Nilam ngobrol?"
Nilam memberengut; yang membuatnya tersenyum kecut bukan soal Rubi mengajaknya mengobrol sepulang sekolah, melainkan di dalam kelasnya, masih ada teman-temannya yang belum keluar kelas. Nilam merasa diperhatikan banyak orang.
"Mau ngobrolin apa?" tanya Nilam.
Rubi menunduk, melihat meja Nilam lalu kepalanya bergerak kanan-kiri seolah mencari sesuatu. "Mana buku catatan webinar kamu, Nilam?"
"Ada, kok. Di dalam tas. Kenapa?"
"Aku mau tanya-tanya soal materi-materi apa yang pernah kamu dapat dari webinar."
"Oooh," erti Nilam. Menarik juga bahwasannya Rubi mengajak Nilam mengobrol mengenai itu. "Yah, aku kosong sepulang sekolah. Mau ngobrol di mana?"
"Di ... perpustakaan aja," tawar Rubi.
"Oke," balas Nilam. Jumlah teman-teman dalam kelasnya sudah berkurang ternyata, pertanda mereka sudah ada yang keluar untuk beristirahat.
"Oke," tiru Rubi. "Sampai nanti di perpustakaan, Nilam."
Rubi meninggalkan depan meja Nilam dan keluar kelas. Lele, masih duduk di bangkunya, berkata kepada Nilam, "Dia punya rasa ingin tahu yang besar, ya? Kayak kamu." Lele merujuk soal Rubi.
Nilam mengedikkan bahu. Sebenarnya, Nilam tahu dan sadar kalau Rubi ternyata masih berusaha untuk mendekatinya karena Rubi menyukainya. Nilam tidak menolak ajakan Rubi karena Nilam pun merasa butuh untuk berbagi materi webinar apa pun kepada orang lain. Sekalipun orang itu adalah Rubi. Nilam masih ingin tahu dan butuh bukti bahwa jamet bisa sukses belajar di sekolah dan di mana pun (bahkan Nilam sudah tahu bahwa Rubi yang jamet adalah siswa unggulan). Yang membuatnya agak terheran-heran dengan pernyataan Lele adalah Nilam tadi seperti disamakan dengan Rubi. Nilam sama sekali merasa berbeda dengan Rubi dari sifat, kepribadian, selera, dan tujuan masa depan. "Yah, mumpung kita bisa ngobrol sepulang sekolah."
Lele terkikih. "Kalian udah jadi teman dekat, nih."
"Kenapa? Kamu gak suka? Kamu cemburu? Bilang aja!"
"Enggak, enggak! Aku malah senang aja. Kamu, tuh, harus punya banyak teman."
"Jadi, selama ini, aku gak punya banyak teman?"
"Hmmm, aku enggak menghitung." Lele mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Ya udah, aku mau ke kantin dulu, beli keripik kaca pedas." Lele berdiri dari bangkunya.
Nilam ikut berdiri. "Aku ikut ke kantin, ya. Aku mau beli jajanan juga."
Lele mengangguk. "Mayang, kamu mau ikut ke kantin?" Lele berpaling ke Mayang, mengajaknya pergi ke kantin.
Mayang, yang sedari tadi masih membaca buku pelajaran Matematika IPA (Matematika adalah mata pelajaran yang Mayang sukai), menoleh ke Lele. "Oh, iya. Aku juga ikut, deh," kata Mayang lalu berdiri dan mengikuti kedua temannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JAMETOLOGY
Novela JuvenilNilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanjangan seperti tidak ada tujuan. Menurutnya, masa muda tidak boleh dilewati secara sia-sia tanpa renc...