JAMETOLOGY BAB XXXIV

65 24 3
                                        

Kak Kintan dan Kak Septian mengamati dua adik kelas mereka dan menelan ludah. Kedua adik kelas mereka memberengut, menunjukkan ekspresi tidak puas. Rasanya lucu karena mereka tengah diinterogasi oleh adik-adik kelas mereka sendiri.

"Mengapa, sih, Kakak-kakak ini menceritakan soal aku yang menyatakan perasaan ke Nilam di ruang OSIS?" Rubi bertanya kepada Kak Kintan dan Kak Septian.

"Ya," timpal Nilam, "Kakak tahu, kan, alangkah memalukannya itu."

"Kalian tahu dari mana kalau kita pernah cerita ke orang lain?" Kak Kintan bertanya balik karena ia memang ingin tahu.

Rubi dan Nilam pun menjelaskan kepada Kak Kintan dan Kak Septian. Dari penjelasan Rubi dan Nilam, Kak Kintan dan Kak Septian mulai teringat kembali bagaimana mereka menyebarkan itu. Berdasarkan memori mereka, memang benar kalau mereka yang membocorkan ke Nunu.

"Oh, itu, ya," tanggap Kak Septian. Kak Septian berpaling ke Kak Kintan, "Itu, kita yang waktu itu ngobrol sama Nunu pas lagi bahas pensi, tanya-tanya ke Nunu juga soal pensi. Akhirnya, kita ngomongin itu."

"Oh iya! Kita yang ngangkat cerita, kabar, dan gosip terbaru dalam OSIS waktu cari topik pembicaraan lain setelah bahas pensi sama Nunu. Iya, kita juga ngomongin soal mereka ini."

"Nah, tanggung jawab, Kak!" tuntut Rubi. "Kakak sudah membuat aku dan Nilam malu! Syukur saat ini baru para pengurus OSIS dan panitia pensi yang tahu. Nah, gimana kalau yang bukan panitia pensi dan pengurus OSIS? Di luar itu? Sampai guru-guru juga? Mau simpan di mana muka kami?!"

Rubi menuntut dengan kegusaran yang dibuat-buat. Namun, entah mengapa dan bagaimana, Kak Kintan dan Kak Septian tampak gentar dan menyesal saat melihat Rubi. Rubi mulai merasa kalau dia berlebihan.

"Iya, deh, kami minta maaf karena sudah membocorkan perihal kalian ke orang lain," ucap Kak Septian akhirnya.

Kintan menyikut Septian. "Kamu kedengarannya enggak niat minta maaf."

"Habis, kita gak sengaja! Mana kita tahu kalau mereka gak mau kita memberitahukan itu ke orang lain!? Kita, kan, juga cuma ngobrol-ngobrol aja sama si Nunu!"

Kak Kintan beralih kepada Rubi dan Nilam. "Maaf. Kita enggak sengaja. Maaf karena kita berdua membuat kalian marah. Perasaan marah kalian valid, ada betulnya. Pasti rasanya tidak enak karena malu dan marah. Maafkan aku dan Septian. Ya?"

Kak Kintan mempertemukan kedua telapak tangannya. Kak Septian, setelah melihat ke Kak Kintan sejenak, juga melakukan hal yang sama.

"Permintaan maaf diterima," kata Nilam. "Kakak-kakak, kan, tidak sengaja membocorkan ke Kak Nunu dan tidak bermaksud membuat kami marah. Lagi pula," Nilam menunjuk Rubi, "setelah beberapa lama, aku dan Rubi jadi beneran dekat dan kami mau coba jadi pasangan beneran."

"Wah ...."

"Kakak jangan minta pajak jadian," Rubi memotong sebelum Kak Kintan menyelesaikan kalimatnya.

"Iya, iya," cibir Kak Kintan. "Siapa juga yang mau? Ngapain kalian mentraktir ketua OSIS kalian?"

"Ya sudahlaaah." Kak Septian menghela napas panjang. "Kita sudah minta maaf. Kalian tidak marah lagi. Kalian juga sudah mau pacaran. Silakan!"

"Hehe, maaf, ya, Kak," ucap Nilam. "Aku dan Rubi cuma mau minta klarifikasi sedikit dari Kakak-kakak. Kita juga akhirnya klarifikasi hubungan kita. Butuh waktu, memang."

"Oke, ya udah. Kalian bersenang-senanglah. Semoga kalian awet. Eh, tapi," kata Kak Kintan, "kalian jangan terlalu serius, ya, dalam hubungan kalian. Kalian masih harus fokus sekolah. Main-main sambil belajar bareng aja."

JAMETOLOGYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang