JAMETOLOGY BAB XXIX

57 25 4
                                    

Mayang Andarnusa mengamati kedua sahabat sekelasnya yang tidak saling mengobrol sejak dalam ruang kelas dan kini di kantin sekolah. Mayang tentu mengetahui bahwa perasaan Nilam tidak baik-baik saja sejak kemarin-kemarin, Lele merasa bersalah serta menyesal, Nilam marah karena isu Rubi dengan Lia, dan Mayang mengkhawatirkan konsentrasi belajar sahabat-sahabatnya, terutama Nilam yang marah dan duduk di bangku di depannya sehingga Mayang tidak bisa melihat wajah Nilam yang duduk membelakanginya. Untuk Lele, Mayang masih bisa melihat Lele yang tempat duduknya di depan agak menyerong dari Mayang; Lele lebih sering memanyunkan bibirnya sendiri untuk menyimpan dan menyeimbangkan pensil secara horizontal di mulut moncongnya selama pelajaran di kelas.

Mereka hanya duduk di bangku bermeja di kantin, tidak memesan makanan apa pun, padahal Mayang sudah mengajak Nilam dan Lele untuk makan bersama di kantin dan menyilakan mereka membeli makan duluan (Mayang terpaksa belum membeli makan siang). Mayang baru saja hendak angkat bicara saat Lele menyela, "Aku dan Nilam sedang tidak berantem, beneran. Kita sebenarnya sudah damai. Seenggaknya, kita berusaha menuju ke sana."

"Ya, kita damai, kok. Kita sudah bermaafan," tambah Nilam.

Mayang menyanggah, "Damai? Bermaafan? Tapi, kok, kalian masih diam-diaman? Kalian masih bermain gengsi-gengsian di sini. Aku mungkin yang paling pendiam di antara kita, tapi aku yang paling merasa tidak nyaman kalau kalian saling mendiamkan."

Lele mendengus dan Nilam mengulum senyum.

"Kita memang berdamai, kok," kata Lele. "Kita cuma ... butuh sedikit waktu dan jarak sampai kita bisa mengobrol lagi."

"Waktu istirahat," timpal Nilam. "Soal salah paham karena masalahku, kita juga sudah saling minta maaf. Aku pun minta maaf karena aku belum pernah cerita ke kalian."

Mayang mengangkat kedua tangannya sampai sebahu. "Oke. Aku percaya. Tapi, kalian seharusnya menyosialisasikan ke aku juga, dong. Ini udah dari kemarin, lho. Tahu, kok, kita sama-sama sibuk belajar, tetapi jangan lupa teman!"

Lele dan Nilam tertawa pelan. "Iya. Kita minta maaf karena belum bilang apa-apa ke kamu," kata Nilam ke Mayang.

"Maaf, Mayang," ucap Lele.

"Nah, gitu, dong!"

Lele dan Nilam saling tersenyum kepada satu sama lain. Kelihatannya, "waktu istirahat" mereka sudah berakhir. Berakhirnya "waktu istirahat" mereka rupanya membuat mereka semakin rileks dan terbuka terhadap satu sama lain. Hal itu membuat Mayang ikut tersenyum.

Nilam menghela napas. "Aku punya pengakuan."

Mayang dan Lele melihat ke arah Nilam setelah Nilam berkata itu. "Pengakuan? Mengakui apa?" tanya Lele.

"Aku mau memberi tahu alasan detail mengapa aku menolak Rubi. Aku menolak Rubi karena bagiku, dia jamet."

Mulut Lele dan Mayang terbuka. Mereka menganga karena terpana. Mereka tidak menduga alasan itu bisa keluar dari mulut seorang Nilam. Yah, sebenarnya, bisa terduga. Mereka hanya tidak percaya saat mereka mendengarnya dari Nilam.

Mayang mengernyitkan dahinya. "Jamet? Jawa metal? Yang gaya rambut dan pakaiannya aneh gitu?"

"Oooh, pantas," tanggap Lele. "Sebelum ini, gaya rambutnya Rubi, kan, gaya rambut emo gitu."

"Eh, tapi, dari mana kamu tahu Rubi jamet begitu?" tanya Mayang. "Selain karena dia emo."

Sebelumnya, Mayang memang belum pernah melihat Rubi mengenakan pakaian di luar seragam sekolah (Lele dan Lia sudah pernah). Wajar saja jika Mayang membutuhkan penjelasan. Maka dari itu, Nilam menceritakan dan menjelaskan semuanya, mulai dari soal Nilam mengerjakan tugas webinar Bahasa Indonesia di kafe. Mayang dan Lele menyimak seluruhnya tanpa menyela.

JAMETOLOGYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang