Di hari Rabu besoknya, tidak banyak hal yang terjadi. Nilam belajar di SMA seperti biasa. Tidak ada rapat divisi media pensi untuk Nilam dan Rubi. Lele juga tidak berkumpul di Klub Bahasa Inggris. Mayang terus belajar Matematika dan ada kumpul ticketing pensi sebentar saat waktu makan siang. Rabu yang biasa-biasa saja. Satu-satunya yang menarik hanyalah Lele dan Juno yang sudah menjadi pasangan.
Tiba-tiba saja pekan sudah cepat berganti meskipun dirasa berat pula. Ada perang dingin dengan Lia yang terdeteksi dimulai tanpa tabuhan genderang yang terdengar. Lele seolah-olah menjadi double agent, satu-satunya yang masih bisa bertemu Lia di Klub Bahasa Inggris SMA Negeri 612 secara kasual. Lia sama sekali tidak menjauhi Lele, Lia masih tampak berteman akrab dengan Lele dan bersikap ramah kepadanya seakan-akan Lia lupa bahwa Lele adalah teman karib Nilam juga.
"Lia tidak membicarakan soal Rubi akhir-akhir ini," kata Lele. "Tapi, entahlah, aku tidak tahu kalau di kelasnya, Lia bakal sebisa mungkin tetap mencari perhatian Rubi. Keuntungannya Lia adalah dia sekelas dengan Rubi. Dia pastinya lebih dekat dengan Rubi."
Mayang menggeleng tidak setuju. "Bahkan untuk orang yang tidak sekelas, aku yakin Nilam juga cukup dekat dengan Rubi."
Nilam sudah pernah menceritakan saat ide mengobrol dengan geng motor 774 terbetik di pikirannya dan pelaksanaan "misi" dari idenya tersebut bersama Rubi akhirnya. Nilam biarkan Lele dan Mayang menilai sendiri kedekatan mereka. Lele dan Mayang bisa melihat bagaimana Nilam membutuhkan Rubi dari cerita Nilam itu.
Sampai akhirnya, hari Kamis dengan "malapetaka" pada pekan ini datang.
Pada pekan ini, hari Jumat mendapatkan tanggal merah, yang artinya, besok siswa-siswi SMA Negeri 612 libur sekolah. Kebetulannya juga para guru SMA Negeri 612 sedang mengadakan rapat dari jam pelajaran kedua—setelah istirahat pertama—sampai jam makan siang. Siswa-siswi tidak tahu apakah akan ada guru yang mengajar di kelas setelah makan siang, bisa jadi berbeda-beda untuk tiap guru. Jadi, setelah waktu istirahat siang, kebanyakan siswa duduk menunggu di kelas mereka.
"Ini udah 30 menit," kata Mayang di bangkunya sambil memakai kipas angin listrik portabel karena kepanasan. "Kayaknya, kita enggak ada mata pelajaran terakhir."
"Iya, bisa jadi," timpal Nilam yang duduk menyamping di bangkunya.
"Eh, tadi Abel keluar kelas buat ke lab komputer, kok," kata Lele. "Buat cari Bu Wiwin." Bu Wiwin adalah guru mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Siswa-siswi 10 D yang lain masih tampak mengobrol di dalam kelas karena mereka juga menunggu kepastian apakah mereka akan pergi ke lab komputer untuk belajar TIK atau tidak.
Beberapa saat kemudian, mereka mendengar kegaduhan dari kelas di sebelah mereka, kelas 10 C. Suara sorakan dan siulan terdengar dari situ. Para siswa kelas 10 D yang mengetahui kegaduhan itu terbengong-bengong heran. "Ada apa di kelas 10 C, ya?" Para siswa kelas 10 D bertanya-tanya.
"Mari kita lihat," ujar Salma, seorang siswi 10 D, yang berdiri dari bangkunya dan menuju ke pintu kelas untuk keluar. Salma diikuti Nikmah, Aaron, serta Pandji, dan akhirnya hampir seluruh murid 10 D keluar kelas untuk melihat keadaan di kelas 10 C.
Tepat pada saat itu, satu-dua sampai sekitar lima siswa 10 C keluar kelas dengan cepat dan kegirangan. "Wooo! Wooo!" Mereka bersorak.
"Rasyad!" Pandji memanggil seorang teman 10 C-nya. "Kenapa?"
"Ada yang nyatain cinta di kelas!" jawab Rasyad, siswa 10 C tersebut. Bersama teman-temannya, Rasyad kembali bersorak-sorak, "Cie! Cie!"
Mata Nilam mendelik dan jantungnya berdebar. Jangan-jangan ... itu Lia dan Rubi! Dalam sekejap, bagian kiri dadanya terasa ngilu.

KAMU SEDANG MEMBACA
JAMETOLOGY
Roman pour AdolescentsNilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanjangan seperti tidak ada tujuan. Menurutnya, masa muda tidak boleh dilewati secara sia-sia tanpa renc...