Nilam dan Rubi berdiri dari duduk mereka, diikuti ketua geng 774 untuk mengantar kepergian mereka. Ketua geng 774 mempersilakan mereka pergi setelah Nilam dan Rubi berpamitan. "Ngomong-ngomong, kalian pasangan yang serasi, sama-sama punya semangat tinggi," kata ketua geng 774.
Nilam jengah mendengarnya. Kami bukan pasangan! Kami tidak serasi! Kami tidak sama! Nilam sudah berseru-seru dalam hati, tetapi tidak ia keluarkan demi misinya.
Di sisi lain, Rubi menanggapi, "Menurut Kakak begitu?"
Ketua geng 774 mengedikkan bahu. "Mungkin begitu. Sudah, sana, kalau kalian mau pulang."
Nilam dan Rubi berbalik badan dan berjalan cepat keluar SMA Negeri 774. Mereka ke tempat parkir taman di luar SMA Negeri 774. Setelah mereka mencapai motor Rubi, mereka terengah dan bernapas dengan lega.
"Hah! Ya! Tadi cukup menegangkan, tapi seru! Keren! Pembelajaran seumur hidup!" Rubi berseru seolah-olah sudah berabad-abad lamanya ia terpisah dari motornya, terbukti dari bagaimana ia mendekap jok motornya sendiri. "Kok kamu bisa kepikiran buat mengobrol dengan mereka, sih, Nilam?!"
"Karena kita sama-sama masih SMA, kita perlu memikirkan ke mana tujuan kita setelah ini," kata Nilam. "Aku hanya tidak mau mereka tersesat lebih jauh lagi. Jadi, sebisa mungkin, aku buat itu seperti percakapan anak SMA."
Rubi bangkit dan meraih kedua pundak Nilam dengan tangannya. "Nilam, kamu sungguh pemberani! Kamu hebat! Kerennya lagi, kamu tahu kata-kata yang harus kamu ucapkan."
"Ada sedikit keberuntungan juga," balas Nilam. "Mereka semua masih anak baik-baik, kok, karena mereka mau mendengarkan kita."
"Wow! Padahal sebenarnya kita sudah mengobrolkan topik yang berat, lho, tadi!"
"Aku cuma anak SMA biasa. Kamu juga, sejamet apa pun kamu," kata Nilam lagi. "Mereka juga anak-anak SMA biasa dalam masa pertumbuhan remaja. Sama seperti mereka, kita juga mencari jati diri dan tempat kita di dunia ini. Tentu caranya itu bukan dengan rasa iri atau dengki."
Rubi melepas kedua tangannya dari pundak Nilam. "Jadi, apa yang kita perlu lakukan sekarang, Nilam? Setelah ini? Apakah kita perlu bertemu dan mengobrol dengan ketua remaja masjid SMA 774?"
"Tidak, tidak butuh itu. Tidak usah karena aku ada di sini."
Rubi dan Nilam berpaling ke sumber suara. Bukan Nilam yang mengatakan itu tadi. Ada orang lain yang berada di tempat parkir taman dan orang itu ternyata adalah ketua remaja masjid SMA Negeri 774.
"Aku tahu kalau kalian dari belakang gudang peralatan olahraga untuk berbicara dengan geng motor 774," lanjut ketua remaja masjid SMA Negeri 774. "Oh, ya, sebelumnya, perkenalkan, namaku Imran. Aku kelas 12 di SMA 774. Akulah ketua remaja masjid SMA 774."
"Halo, Kak Imran," Rubi menyapa Imran sambil melambaikan tangannya pelan.
Secara kebetulan, Nilam dan Rubi bertemu dengan ketua remaja masjid SMA Negeri 774 di tempat parkir taman ini. Itu tiba-tiba saja terjadi. Akan tetapi, mereka jadi tidak perlu mencari-cari ketua remaja masjid SMA Negeri 774.
"Kalian, murid-murid SMA 612, pasti ingin tahu apa yang terjadi dengan ketiadaan pensi SMA kami, pensi SMA 774, sampai-sampai geng motor 774 menyerbu SMA kalian."
"Ya, itu benar," aku Nilam. "Kami sebenarnya sudah tahu juga mengapa dan apa yang terjadi saat SMA kami diserbu oleh geng 774. Kami hanya mencari tahu lebih detailnya. Ya, pada akhirnya, kami pun berupaya untuk mendamaikan geng 774 dengan SMA kami sampai mereka tidak akan mengganggu kami lagi."
"Apakah itu berhasil?"
"Sepertinya begitu."
Imran mulai menjelaskan kepada mereka mengenai petisi yang dibuatnya kepada Nilam dan Rubi, "Aku membuat petisi ditiadakannya pensi itu memang cukup berisiko karena beberapa orang di geng motor 774 sudah kelas 12 juga. Seperti tidak ada pensi SMA mereka sebelum kelulusan mereka. Bagaimana dengan pelepasan mereka? Namun, aku sendiri tidak main-main dalam membuat petisi karena aku sudah mengobservasi kondisi aktual saat ini di SMA 774. Mungkin kalian juga sudah tahu soal keuangan SMA kami. Soal tidak boleh adanya musik dalam agama, itu hanyalah alasan tambahan. Lagi pula, aku membuat petisi ini yang hanya berlaku selama setahun saja. Hanya untuk tahun ini, kami tidak menyelenggarakan pensi."
KAMU SEDANG MEMBACA
JAMETOLOGY
Teen FictionNilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanjangan seperti tidak ada tujuan. Menurutnya, masa muda tidak boleh dilewati secara sia-sia tanpa renc...