Beberapa Bulan Kemudian ...
Nilam duduk di kursi, menunggu Rubi datang, di teras rumahnya. Nilam sudah meminta izin kepada ayah dan ibunya kalau dia akan pergi bersama Rubi ke tempat pensi SMA Negeri 612. Pak Misbah dan Bu Intan mengizinkan, disertai sorakan dari Ardi dan Tarum yang menggoda Nilam. "Huuuh! Kak Nilam sekarang bucin—budak cinta, huuuh!" Ardi dan Tarum bersorak berbarengan.
"Hush! Udah sana!" Nilam mendiamkan kedua adiknya. "Kalian mau ikut pergi sama Ayah dan Ibu, tidak?!"
Pak Misbah, Bu Intan, Ardi, dan Tarum memang berencana untuk pergi jalan-jalan bersama, tanpa Nilam karena Nilam harus ke pensinya. Jadi, Nilam sudah ditinggal sendirian di teras rumah. Nilam sudah memastikan kunci rumah untuk membuka pintu depan tersimpan baik. Akhirnya, Nilam melihat Rubi datang dengan motornya. Nilam mengenakan kaus panitia pensi yang berwarna abu-abu dengan bawahan celana kulot warna krem dan sepatu kets warna biru pirus.
Nilam melihat Rubi yang memakai kaus panitia pensi di balik kemeja flanel kotak-kotak merah dan hitam serta celana jin biru longgar berjalan memasuki pelataran rumahnya. "Kamu tak pakai celana pensil ketat lagi?" Nilam berdiri lalu berjalan menghampiri Rubi pula.
"Aku akui, celana jin begini sangat nyaman," kata Rubi.
"Tapi, kamu sesekali pakai celana pensil pun tak apa-apa, kok, Rubi."
"Hahaha! Oke. Mungkin tidak yang sobek-sobek. Lagian, kok Nilam gaya bicaranya jadi gitu?"
"Kenapa? Gaya alay, ya? Anak lebay kayak kamu."
"Aku bukan alay, aku jamet."
"Dibilang jamet mau, tapi dibilang alay gak terima?"
"Ih! Udah dong!" Namun, Rubi menjadi terkekeh karenanya.
"Jangan kaget karena aku tahu istilah alay juga," kata Nilam.
"Iya. Itu, kan, sudah istilah lama." Kemudian, Rubi mengulurkan tangan ke Nilam. "Ayo, bentar lagi mau jam 15.00. Seenggaknya, panitia udah di sana jam 16.00."
Nilam menyambut tangan Rubi dan diajak ke motor Rubi di depan rumah Nilam. Rubi memberikan sebuah helm kepada Nilam dari motornya.
"Aku bersyukur kita sama-sama divisi media. Coba bayangin kalau kita divisi acara, divisi pendanaan, divisi medis, keamanan, dokumentasi, ticketing, ... pokoknya divisi-divisi yang harus ada di TKP dari pagi. Kalau kita boleh datang sore begini, kan, kita bisa barengan dulu," ujar Nilam setelah mendapat helm.
"Hmmm, ticketing ada yang gak harus dari pagi juga setahuku karena ada shift," kata Rubi mengangkat bahu sedetik. "Tapi, ya, kita emang gak terlalu sibuk di hari H ini. Jadi, mau langsung ke TKP atau motoran keliling dulu?"
Nilam berpikir sejenak. "Langsung pergi ke TKP aja, deh."
"Oh ya? Yah, kamu emang anak rajin, Nilam."
"Tapi lewat jalan yang agak muter jauh, ya. Detour. Biar kita naik motor berdua lebih lama."
Rubi memutar bola matanya lalu tertawa lagi. "Hahaha! Boleh, boleh."
***
Rubi dan Nilam sudah sampai di gedung serbaguna tempat pensi SMA Negeri 612 diadakan. Motor Rubi diparkirkan di tempat parkir khusus panitia di halaman belakang gedung, sedangkan para pengunjung pensi memarkirkan kendaraan di lahan parkir yang ada di luar daerah gedung. Panggung pentasnya di dalam gedung, tetapi stan-stan jajanan, tempat para penjual makanan dan minuman, ada di pelataran depan gedung serbaguna. Di dekat gerbang, orang-orang dari divisi ticketing mempromosikan pensi dan menawarkan tiket untuk orang-orang di lingkungan sekitar yang dapat dibeli secara on the spot. Para panitia divisi keamanan dan para polisi bekerja sama untuk memastikan keamanan dan kenyamanan di tempat pensi dengan patroli serta berjaga di pintu masuk gedung untuk memeriksa bawaan pengunjung dan di spot-spot tertentu (Rubi sudah pernah diceritakan ini oleh ayahnya).
KAMU SEDANG MEMBACA
JAMETOLOGY
Teen FictionNilam tidak menyukai laki-laki jamet alias 'jajal metal' yang suka berpakaian dan punya gaya berbicara aneh serta menongkrong dan mengobrol berkepanjangan seperti tidak ada tujuan. Menurutnya, masa muda tidak boleh dilewati secara sia-sia tanpa renc...