Bagian 1 | Lubang Derita
"Karena asmara bukan sekadar kekasih semata."
🖋🖋
29 November 2023
Angin sepoi-sepoi yang bersanding dengan mendungnya langit menjadi perpaduan sempurna untuk menenggelamkan diri ke alam mimpi. Rasa kantuk akan meningkat ribuan kali apabila rasa bosan dan suasana seperti ini sedang melanda. Dan pada malam ini, para pengendara lebih sedikit dari biasanya. Membuat arus lalu lintas teratur tanpa macet sebagai kendala utama. Memudahkan khalayak lainnya untuk menyalip kendaraan-kendaraan di depan.
Sama halnya seperti seorang lelaki yang tengah terburu-buru menuju tempat tujuan. Motor vespa berwarna kuning cerah menjadi sarana bagi dirinya untuk menunaikan aksi kebut-kebutan. Raut wajah lelaki itu nampak sangat menyedihkan. Baju batik merah kebanggaan sekolahnya telah kusut, bersanding dengan celana hitam panjang yang telah robek, menampakkan lututnya yang penuh luka.
Nametag di sisi kiri baju lelaki itu menampakkan sebuah nama yang kerap kali masuk berita sekolah sebab beragam prestasi yang ia miliki, Hendra Pratama atau lebih akrab dipanggil Hendra.
Ini semua tidak luput dari kejadian tadi sore, ketika ia sedang bersantai bersama teman-temannya di rumah Abimanyu usai merayakan pencapaian sang adik kelas yang berhasil menjadi ketua ekskul tenis meja, ekskul dengan anggota paling sedikit namun berhasil menorehkan banyak piala pada ajang penghargaan.
Sekitar jam lima sore tadi, Hendra mendapat pesan dari Galen yang memang sedang pulang sebentar untuk berganti pakaian dan tidur sebelum nanti mereka kembali berkumpul di Masjid dekat rumah Abimanyu. Lelaki itu mengatakan bahwa ia bermimpi mengenai Yudhistira, kejadian ini menjadi semakin intens bahkan sudah berulang sebanyak belasan kali dalam dua minggu belakangan. Lalu, disusul oleh berita dari Ibu Jeffran yang mengatakan kalau Jeffran tiba-tiba saja meloncat dari balkon kamarnya hingga harus mendekam di rumah sakit.
Hendra lantas gundah akan kejadian beruntun tersebut, oleh karena itu, tanpa pikir panjang lagi ia memutuskan untuk pergi ke dukun di kota sebelah. Meski sempat jatuh dari motor akibat jalanan licin sehabis hujan, niat Hendra tetap bulat. Ia tidak mengabarkan kejadian ini terhadap siapa pun termasuk keluarga dan teman-temannya. Ia hanya ingin pulang membawa hasil.
Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, motor Hendra berhenti depan rumah dari dinding papan dan atap daun nipah. Terasnya sederhana dengan sepeda tua yang bersandar pada pohon sirsak samping rumah.
"Permisi," ucap Hendra pelan. Kali ini ia tidak mempersiapkan apapun selain uang senilai enam ratus ribu rupiah, hasil dari ia memecahkan celengan.
Muncul seorang pria tua memakai tongkat yang ternyata telah selesai membuatkan jamuan kecil berupa singkong rebus dan teh hangat.
"Masuk, masuk. Kakek udah nunggu kamu dari tiga bulan lalu, ternyata baru sekarang mampir ke rumah ini," sambut beliau memamerkan giginya yang hanya tinggal beberapa.
Hendra mengernyit sebentar sebelum tersenyum singkat. Ia masuk ke dalam rumah itu dengan rasa canggung.
"Gak perlu kaku begini, kamu mau nanya tentang teman-teman kamu 'kan? Hahaha!" Kakek itu tertawa pelan kemudian menatap Hendra yang kebingungan secara Hendra belum mengatakan apapun selain salam, ia juga tidak pernah mengirim pesan untuk Kakek itu.
"Gak perlu heran gitu, Kakek ini udah tahu semuanya kok. Keluarga dari teman-teman kamu yang menghilang itu sampai sekarang masih rutin konsultasi sama Kakek."
Hendra semakin dibuat terkejut mendapati fakta itu. "Bener, Kek? Siapa?"
"Ah, kamu gak usah tahu tentang itu. Yang sekarang kamu inginkan juga bukan itu 'kan? Kamu cuman mau teman-teman kamu yang masih ada dalam jangkauan kamu itu aman tanpa harus terkena musibah itu dan ini. Benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Mystery / Thriller"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
