Bagian 32 | Geraman Amarah
"Kesalahan senantiasa diingat dibandingkan menghitung kebaikan."
🖋🖋🖋
Penebusan dosa sudah amat akrab pada diri setiap manusia. Entah dalam bentuk kesusahan atau kenikmatan, namun segalanya tentu sepadan dengan yang ia lakukan. Hukum sebab-akibat senantiasa menghantui manusia, membuntuti mereka pada setiap pergerakan yang mereka lakukan sehingga mereka berpikir lebih matang sebelum melakukan hal tersebut.
Kemudian, apabila manusia tetap melanggar dan bersiap menerima karmanya, ia malah menjerumuskan diri sendiri pun orang terdekatnya ke dalam lubang derita bersama-sama. Pada saat itulah mereka akan saling merengkuh seraya menangis penuh sesal.
Saling menyalahkan adalah peristiwa biasa setelah semua itu terjadi. Mereka akan meragukan keputusan orang lain yang memberi saran supaya mereka bisa bangkit. Berakhir saling menyerang, lantas mengibarkan bendera perang penuh kobaran amarah akibat diliputi ego sendiri.
Siklus hidup setiap insan di bumi ini hanya sekadar itu. Melakukan suatu perbuatan, lalu menjerat seseorang untuk jatuh bersama, menyesali perilaku masing-masing, lantas saling menyalahkan dan terjadilah perpecahan. Jika satu orang tidak mengalah, dunia tidak akan pernah mencapai sebuah keputusan.
Agaknya kebenaran watak manusia itu yang menyebabkan seorang pemuda terdiam beberapa lama di dalam sebuah ruangan serba putih dengan infus di tangannya. Ia telah sadar sedari empat jam lalu, tetapi ia tidak pernah menekan sebuah tombol di atas nakas untuk memanggil dokter.
Ia membiarkan dirinya merenung dalam kesendirian. Menyatukan beragam potongan puzzle demi menangkap kesimpulan yang mengandalkan logika. Helaan napas lelah terus keluar dari mulutnya pun area pernapasannya.
"Kayaknya gue mulai mengerti maksud dari Raffael tentang gue yang dijadikan target," gumam Abimanyu mempertajam ingatan-ingatan yang memuat percakapannya dengan Raffael, Pak Gahar, pun sesosok lelaki bertopeng di rooftop sekolah.
Tangan Abimanyu bergerak mengacak kepalanya karena rasa kesal terhadap dirinya sendiri. "Seharusnya gue gak pingsan! Lemah banget lo, Bim. Kalau lo tetap sadar, pasti banyak informasi yang bisa lo peroleh."
Semalam Abimanyu kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri selepas diterjang kue padat yang membuat kulitnya mengelupas serta memuat goresan-goresan tipis. Semua luka itu jelas sekali dalam penglihatan Abimanyu seusai ia memeriksa wajahnya di depan kaca jendela tepat di sebelah ranjang pasien.
"Dari video itu, gue akhirnya tahu kalau Bang Yudhis sempat berlaku kasar sama orang lain. Misalkan itu terungkap, bisa saja menjadi salah satu motif seseorang untuk menghilangkan nyawa Bang Yudhis," tutur Abimanyu mulai menemukan kepingan-kepingan hal masuk akal dalam otaknya.
Meski sempat terbentur pada kerasnya lantai, kepala Abimanyu senantiasa bisa memasukan beraneka ragam teori baru dengan mengutamakan sebuah fakta tanpa mengikutsertakan ego.
"Dalam video itu, cuman ada Bang Yudhis, Bang Bayu, dan Bang Kavio. Sedangkan Bang Septiawan dan Bang Teja gak ada atau memang gak tersorot kamera. Kejadian itu jelas gak memberitahukan secara lengkap alasan Bang Yudhis memukuli orang itu atau menyatakan kalau perlakuan Bang Yudhis sama orang itu sebetulnya wajar."
Lelaki berlesung pipi dengan senyuman menawan bak seorang Pangeran yang berasal dari Negeri dongeng itu mengerutkan alisnya, menandakan bahwa dia tengah dirundung rasa penasaran sekaligus kesal.
"Tapi jelas banget kalau orang dalam video itu, yang menjadi korban Bang Yudhis, ada disekitaran sana dan bisa saja berkaitan erat dengan Pemimpin pada organisasi penerima hak istimewa. Tentu perbuatan Bang Yudhis kepada dia itu dijadikan pembelaan misalkan dia mencelakai Bang Yudhis, tapi karena Bang Yudhis udah gak ada disekitaran mereka, gue yang menjadi target," sambung Abimanyu berusaha memecahkan topik persoalan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Misteri / Thriller"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
