Bagian 34 | Dugaan Akurat
"Tetaplah menatap ke depan, sebab jika kamu goyah, kenyataan pahit akan menyantapmu."
🖋🖋🖋
Lampu-lampu kota menyala dengan terangnya. Beberapa pejalan kaki mulai mengarahkan ponsel mereka untuk memotret pemandangan indah, memosting hasil gambar taman yang diliputi banyak muda-mudi serta stan-stan makanan atau minuman sekalipun.
Taman kota memang selalu ramai setiap harinya. Terdapat banyak sekali keelokan pada sudutnya, menghadirkan nuansa menyegarkan yang mampu menghipnotis setiap orang dengan identitas dirinya. Patung kuda berwarna hitam pekat di tengah-tengah taman adalah daya tarik paling utama.
Bangku-bangku berwarna senada yang mempunyai payung berselimut tanaman dan lampu gantung pun ikut menjadi hunian ternyaman bagi setiap insan. Memakan makanan yang telah dibeli seraya menatap padatnya pengunjung merupakan suatu sensasi unik untuk orang yang suka mengamati situasi.
Malam ini, tepat pukul setengah delapan, terdapat tiga orang umat manusia yang mendekap keheningan. Tidak peduli betapa riuh sorak-sorakan penjual menawarkan dagangannya, rentetan omelan pembeli yang tidak sabar menunggu, serta beragam protes karena merasa membeli barang sama sekali tak mengganggu mereka untuk tetap melamun.
Ketiga orang itu menunggu kedatangan seorang anak Adam yang sudah setengah jam belum menampakkan batang hidungnya. Membuat ribuan hujatan yang pada akhirnya ditujukan kepadanya. Helaan napas senantiasa keluar sebagai gambaran kekesalan mereka.
Salah satu dari tiga orang itu, seorang perempuan berwajah cantik dengan rupa tegas tiba-tiba saja berdiri. Jelas sekali pergerakannya membuat atensi dua anak Adam lainnya berpusat kepada perempuan itu.
"Sudah cukup lama kita menunggu, mungkin saja dia memang tidak berniat datang. Ayo Riam, kita pulang sekarang saja. Tidak ada gunanya bekerja sama dengan orang yang pernah berkhianat," cetus perempuan itu segera menuai respon kurang menyenangkan dari pemuda berdarah Jepang dan Malaysia.
"Awak nih tak bise sabar dikit ke? Jangan mentang-mentang menyimpan banyak bukti, lo jadi bersikap semena-mena begini. Lo juga harus ingat kalau tujuan kita itu sama. Bersikap bijaklah sedikit aja, walau gue tahu seluruh isi otak lo itu cuman berisi Yudhistira doang."
Hujatan kejam pemuda berdarah Jepang dan Malaysia itu langsung membuat lawan bicaranya terdiam sejenak.
"Ya, ucapan lo benar. Dalam otak gue cuman ada Yudhistira, jadi gue gak mengenal kata sabar untuk menunggu orang yang tidak disiplin waktu!" balas sang lawan bicara tanpa pikir panjang.
Ia meraih tas coklat muda dengan gantungan kunci pisang, lantas mulai melangkah meninggalkan tempat mereka.
"Kak Serlin!" panggil anak Adam lainnya, "Kita tunggu sebentar lagi, ya? Mungkin aja Raffael terjebak macet. Jangan buru-buru, Kakak mau semuanya segera berakhir kan?" pintanya tulus.
Ucapannya bak mantra ajaib yang mampu membuat Serlin kembali duduk di tempatnya. Riam Oktovio mengulas senyuman kecil. Pandangannya sontak teralih pada Haruga yang turut menatapnya.
"Tempat pertemuannya terlalu ramai dan bisa saja membuat orang lain mendengar perbincangan kita, apa itu gak masalah?" tanyanya memulai topik baru supaya bisa melewati waktu berharga ini.
Haruga mengangkat sebelah alisnya, "Tempat paling bahaya adalah tempat paling aman. Walau ada orang mendengarkan kita, itu gak masalah. Mereka hanya akan berpikir kalau ucapan kita sekadar omong kosong. Lagipula, siapa yang akan percaya kalau anak SMA seperti kita membicarakan kasus penghilangan nyawa? Mereka pastinya menangkap hal itu sebagai pembahasan film saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Gizem / Gerilim"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
