Bagian 19 | Persetujuan
"Perlahan, semua amat perlahan sehingga terasa tidak pernah berjalan."
🖋🖋🖋
Abimanyu berjalan pulang ke rumahnya dengan langkah perlahan. Ia baru saja menyelesaikan salat isya berjamaah di masjid dekat tempat ia tinggal. Meski terus menjejakkan kaki, pikiran Abimanyu tidak fokus. Ia memikirkan banyak hal yang mampu membuatnya beberapa kali kehilangan arah, berakhir ia harus kembali ke jalur yang benar.
Lelaki berlesung pipi itu baru pulang dari rumah Pak Cahyo sekitar jam setengah enam sore. Begitu banyak yang mereka bicarakan hingga Abimanyu masih merasa kurang. Dia bersikap serakah, ingin mengetahui semua informasi yang bahkan tidak seharusnya ia tahu.
Namun, Pak Cahyo adalah orang baik. Semua pertanyaan Abimanyu tadi, tetap beliau jawab dengan penuh perhitungan dan pertimbangan supaya Abimanyu tidak menyimpulkan hal salah.
Seperti contoh mengenai kedekatan Raffael dan Pak Cahyo. Tanpa malu-malu, Abimanyu bertanya fakta tersebut. Dia menganggap semua yang terjadi disekitarnya sebagai sebuah kasus setelah menerima suatu kebenaran mengenai ia akan menjadi orang buangan.
"Saya dan Raffael kenal karena kami sama-sama berniat mengusung permasalahan mengenai penerimaan hak istimewa. Entah mengapa, setiap generasi, pasti akan memakan korban dan peraturan kian menjadi ketat. Padahal semua ini ditujukan untuk siswa, seharusnya siswa yang mengendalikan semuanya tanpa berbaur pada pihak luar seperti donatur serta kepala sekolah."
Sekiranya, itu jawaban bijak dari Pak Cahyo.
Akan tetapi, Abimanyu tetap saja merasa tamak. Ia meyakini bahwa ada sesuatu yang lebih besar dibandingkan semua itu. Namun, Abimanyu tidak dibiarkan tahu. Atau mungkin, ia belum dibiarkan tahu.
Saat ini, Abimanyu berubah menjadi manusia galau. Sekolahnya berubah menjadi penampungan organisasi tidak layak huni, permasalahan tiba-tiba datang menyerbu, fakta-fakta lama terkuak pada lautan rasa penasaran. Rumit, Abimanyu bahkan ingin melupakannya dan menyambung hari seperti biasa.
"Percuma juga misalkan gue menyesali keputusan untuk bergabung ke organisasi penerima hak istimewa, ujung-ujungnya tetap menjadi target juga!" gumam Abimanyu menendang krikil di jalanan.
Jalanan menuju rumahnya lebih sepi dibandingkan biasanya. Abimanyu mengeratkan sarung bermotif kotak-kotak yang sedang melilit pinggangnya hingga tumit.
Sebenarnya bukan hanya sekali atau dua kali Abimanyu berjalan sendirian. Kegiatan seperti ini sudah seperti kehidupan sehari-hari bagi Abimanyu. Dia adalah pemuda mandiri, begitulah orang-orang mengenalnya. Tidak pernah sekalipun ia ditemani oleh orangtuanya sebab mereka terlalu sibuk akan pekerjaan yang menimbun waktu keberasamaan mereka.
Akibat dari itu semua abimanyu lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya dan diantara semua orang itu, ia paling dekat dengan Galen. Wajar saja karena mereka telah berjumpa selama beberapa tahun.
Tetapi, seharian ini, Galen tampak menjauh dari Abimanyu. Bahkan ketika Abimanyu mendapatkan teguran keras oleh Pembina ekskul tenis meja, Galen hanya diam mengamati situasi. Dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, padahal biasanya ia menjadi orang pertama yang menentang seseorang apabila orang tersebut berlainan pendapat atau mengaitkan Abimanyu pada hal-hal buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Mystery / Thriller"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
