Bagian 46 | Given-Taken
"Jika diberikan umpan, kau harus menerimanya sebaik mungkin."
🖋🖋🖋
Hunian sepi, oleh raga penuh luka.
Lenyap dalam pengap. Sudah terlalu lama bertahan, sekarang waktunya menghilang. Kebebasan yang diharapkan tidak kunjung terwujud. Riwayat hidup yang telah mati harus dikabulkan menjadi nyata. Jadwal mengembara semasa hidup harus tuntas seminggu lagi. Bak seekor burung elang harus tengkurap mengenaskan di atas tanah, lalu dimakan oleh keluarga besar semut dan cacing. Nasib anak-anak manusia yang berjuang untuk tetap hidup selama beberapa bulan ini patut diakhiri secepatnya karena alur yang disiapkan sudah mencapai klimaks.
Mereka, anak-anak manusia itu, masa gunanya telah habis. Tidak pantas lagi untuk dibiarkan hidup. Mereka sudah membosankan, sama sekali tak menarik perhatian.
Si Rambut Merah dilanda trauma, si Manusia Ceria sudah buta, Penasehat Ulung tewas mengenaskan, si Manusia Ramah terlanjur bersahabat dengan ukiran luka, dan si Manusia Penuh Kasih memilih meneruskan hidupnya dengan senantiasa berada dalam peti.
Keputusan demikian diambil oleh sekumpulan orang dewasa tanpa memandang bulu kala menghukum seseorang. Dasar perbuatan mereka untuk melindungi milik mereka sahaja.
Satu nyawa, sepuluh nyawa, seratus nyawa, atau bahkan seribu nyawa sama saja bagi mereka. Jika tidak berarti, tidak mengapa jatah hidupnya diambil supaya menjadi sesuatu yang bermakna. Pembicaraan malam ini merangkum semua aspek tersebut. Kematian, itu yang diinginkan oleh sekumpulan orang dewasa itu.
"Apa gunanya mengurung mereka lebih lama? Lebih baik segera lenyapkan saja. Dengan begitu, semuanya akan tetap berjalan seperti biasa. Informasi mengenai kita bisa aman tanpa takut jika harua terbongkar," usul seorang wanita dewasa sambil mengambil segelas minuman berwarna merah pekat di hadapannya.
Tubuh wanita itu dibalut dengan gaun selutut berwarna hitam. Ia menggunakan sepatu hak tinggi sekitar lima senti. Dandanannya cukup mencolok dalam pencahayaan remang-remang pada ruangan ini. Anehnya, ia tetap bisa menjadi pusat perhatian karena memiliki rupa ayu.
Dari sofa sebelah wanita itu, terdapat seorang pria berbadan kekar. Alisnya menampakkan bekas jahitan akibat luka. Sambil menyunggingkan senyuman, ia lantas berkata, "Tidak perlu buru-buru. Nikmati saja apa yang ada. Biarkan anak-anak itu hidup, saksikan setiap helaan napas mereka yang pasti selalu menantikan kebebasan."
"Sepertinya Anda tidak paham cara bertahan di antara berisiknya dunia yang ingin menjatuhkan diri Anda," ungkap wanita itu bernada meremehkan. "Cukup sekali kita kehilangan kendali atas anak-anak itu, jangan sampai ada bibit baru. Maka dari itu, musnahkan semuanya. Hapus jejak yang ada supaya hal seperti ini tidak bisa terangkat kembali ke permukaan."
Pria berbadan kekar itu tertawa mendengar wanita di dekatnya yang mencemooh sikapnya. "Anda terlalu serius menjalani hidup. Kekhawatiran Anda berlebihan, cukup duduk manis di rumah Anda dan bersikap seperti Nyonya tak tahu apa-apa saja. Pekerjaan kotor ini sama sekali tidak cocok untuk Anda tangani. Terlalu banyak Anda ikut campur, tentunya berkemungkinan besar anak Anda tahu mengenai hal ini."
"Kekahwatiran saya sudah pernah terjadi!" sentak wanita itu mulai diliputi amarah. "Anda lupa dengan anak miskin yang bersekolah di SMK Pariwisata itu? Mereka memilih membantu anak-anak tidak berguna dibandingkan menerima tawaran kita——,"
Belum usai wanita itu berucap, sudah lebih dulu dipotong oleh lelaki berbadan kekar di sampingnya.
"Tidak semua dari mereka!" tegas pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Mystery / Thriller"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
