Bagian 16 | Lingkup baru
"Apabila telah kena percikan, maka haruslah tercebur."
🖋🖋🖋
Abimanyu memperhatikan sekelilingnya dengan tatapan kagum akibat terpukau atas ruangan yang baru saja ia masuki. Beberapa kali ia mengucapkan kalimat pujian karena ukiran dinding yang menggambarkan hewan-hewan terjerat akar-akar pepohonan, ditambah pula lukisan yang mungkin harganya mencapai ratusan juta rupiah.
"Bagaimana pendapat lo tentang lukisan itu?" tanya Nanda membuka pembicaraan.
Ia memandu Abimanyu untuk pergi ke gedung kelas duabelas. Yang lantai paling atasnya terkhusus para penerima hak istimewa.
"Indah, tapi gue gak ngerti makna dalam lukisan itu." Abimanyu menjawab seadanya karena ia bukan merupakan seorang pecinta seni lukis.
Nanda tersenyum tipis. Tangan kirinya merangkul Abimanyu, sedangkan tangan kanannya ia biarkan bergerak ke segala arah demi memberikan pengertian lukisan-lukisan tersebut kepada Abimanyu.
"Semua lukisan ini berbentuk abstrak, Abimanyu." Nanda berucap pelan sembari menunjukkan mimik wajah yang tidak bisa diartikan Abimanyu sebagai pertanda baik. "Lukisan abstrak, menghadirkan gambar yang tidak ada wujudnya di dunia ini. Jadi, semua lukisan di dinding ini enggak punya makna sama sekali, hanya saja tergantung cara orang menikmatinya. Gue bisa aja bilang kalau lukisan paling pojok sana bercerita tentang penyesalan di masa lampau. Tapi dalam pikiran lo, nanti malah bertanya-tanya, di mana letak maknanya? Kira-kira begitu."
"Oh, gitu. Berarti semua lukisan abstrak bisa dinikmati dan bisa dimaknai tergantung cara kita sendiri yang memahaminya, kan?" tanya Abimanyu. Memastikan simpulan dari penjelasan Nanda.
"Ya, begitu! Singkatnya begitu," jawab Nanda cepat. Ia tersenyum bangga, kemudian menoleh ke belakang yang menampakkan Haruga dan Raffael dengan raut gelisah.
"Gue baru pertama kali lihat lukisan begini. Selama gue hidup, gue gak pernah mengunjungi galeri seni atau sengaja pergi ke pameran lukisan. Kadang aja, misalkan ada foto lukisan sepintas lalu ada dimensos, langsung gue skip. Gak nyangka ternyata lukisan itu seindah ini."
Abimanyu membeberkan satu informasi mengenai dirinya. Ia tidak sungkan berbagi cerita kepada Nanda. Karena ia rasa itu hanya sekadar data umum pada dia, tidak akan memengaruhi keberlangsungan hidupnya.
"Lukisan memang indah. Apalagi kalau kita tahu makna tersirat di dalamnya." Nanda menunjuk satu lukisan di barisan ujung, dekat pintu utama yang akan mereka masuki.
"Lo lihat lukisan di sana, kan, Abimanyu? Pelukis dari lukisan itu bermaksud menggambarkan penderitaan batin yang ia alami. Makanya kebanyakan ia menggunakan warna abu cenderung hitam. Ia seakan-akan mempertanyakan wujud jiwa ia yang sekarang. Masih bertahan atau telah hilang direnggut zaman."
Mereka semua berhenti sejenak. Tanpa terasa, mereka telah berada di depan pintu besar.
"Semua yang mampu menggambarkan perasaan melalui media, menurut gue adalah seniman, Bim. Gak peduli asal mereka, jabatan mereka, umur mereka, dan lain-lain. Tapi sayangnya pendapat gue gak mudah diterima oleh kebanyakan orang," ucap Nanda lagi.
Ia berjalan beberapa langkah menuju pintu besar di hadapan mereka. Mungkin pintu itu mencapai tiga meter dengan dua sisi saling menyatu, seperti pintu pada zaman kerajaan. Pintu itu pun memiliki ukiran seperti tangan manusia dengan keinginan besar untuk menggapai matahari yang memenuhi bagian atas pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERUJI IKRAR | TAMAT & TERBIT
Mystery / Thriller"Sang Pecandu datang." Riwayat kami akan segera tamat apabila manusia sialan itu tiba. Kegelapan kembali merenggut paksa harapan kami untuk bebas. Jalan yang telah kami tempuh dengan keringat, air mata, dan pemikiran harus berakhir seperti ini. Kam...
